It's Started

1153 Kata
Sofia berjalan memasuki koridor rumah sakit tersebut untuk menemui Zanna yang sejak kemarin tidak ia temui. Ia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi saat ia tidak sadarkan diri dan mencari tahu maksud ucapan Sam padanya. Sofia menarik lengan panjangnya hingga ke telapak tangan untuk menutupi verban yang masih melilit di pergelangan tangannya karena tidak ingin Zanna ataupun orang lain curiga. Ia kemudian mengeluarkan kertas yang Sam tinggalkan di atas meja yang bertuliskan kamar inap dimana ia mungkin telah memindahkan Zanna. Ia sedikit kesulitan karena sejak ia terbangun ia sama sekali tidak menemukan ponsel miliknya dimanapun. Entah benda itu telah hilang ataupun Sam yang menyembunyikannya, ia tidak ingin peduli lagi. Yang terpenting saat ini adalah Zanna. Satu- satunya keluarga yang ia miliki karena mendiang sang ayah juga tidak memiliki sanak keluarga lainnya lagi. Dan keluarga dari pihak ibunya, sungguh ia benar- benar tidak peduli dan tidak akan memikirkannya. Sofia berhenti di sebuah kamar paviliun yang bertuliskan nomor yang tertera di kertas tadi lalu merapihkan sedikit penampilannya agar tidak ada orang yang akan curiga dengan apa yang telah ia alami akhir- akhir ini. " Halo... Boleh masuk?" tanya Sofia bercanda pada Bik Nana yang sedang menyuapi Zanna dengan telaten. " Kak Sofi..." seru Zanna manja. " Eh, mbak Sofi..." sapa Bik Nana. Zanna lalu mengulurkan kedua tangannya untuk memeluk Sofia yang sekuat tenaga menahan air matanya. " Kak Sofi darimana aja? Aku kangen... Aku coba hubungi tapi nggak aktif. Untung aja kak Sam datang dan ngasih tahu kalau kak Sofi kecapean dan sakit. Kakak baik- baik aja kan?" ujar Zanna yang kini langsung merasa kenyang dan lalu meneguk air minumnya dengan sedotan. " Mbak Sofi, bibik pamit ke kantin dulu ya. Air minumnya habis." sela bik Nana dengan dialek jawa yang masih amat kental. " Iya, bik. Ng... Bibik masih ada uangnya?" tanya Sofia ragu. " Masih kok, mbak. Masa iya mau habis dalam semalam. Masih banyak malahan. Mbak Sofi mau nitip sesuatu?" ucap Bik Nana dengan sopan namun lagi- lagi tidak Sofia mengerti. " Nggak ada. Bibik udah makan?" Bik Nana menggeleng dengan ragu. " Bibik makan aja dulu. Kalau mau pulang juga nggak apa- apa. Biar saya yang temanin Sasa disini." ucap Sofia mengusap lembut kepala sang adik. " Mbak Sofi nggak apa- apa sendirian?" tanya bik Nana khawatir. " Nggak kok, bik. Bibik beli aja dulu airnya nanti boleh langsung pulang aja dan istirahat sebentar. Kalau bisa, ambilin baju ganti buat Sasa." " Baik, mbak... Ada lagi?" " Ng... Saya pengen banget makan masakan bibik. Masakan kesukaan ayah. Kalau bibik nggak kecapean, bisa tolong masakin saya bik?" tanya Sofia dengan sopan. " Oh bisa... Bisa kok, mbak. Biar bibik mampir ke pasar dan masakin mbak Sofi. Ayam cabe ijo kan mbak?" ucap bik Nana dan dijawab dengan anggukan antusias oleh Sofia. " Ya udah, kalau gitu bibik tinggal dulu ya... Nanti keburu pasarnya tutup. Bibik beli minum untuk non Zanna dulu." ucap bik Nana sebelum meninggalkan kakak beradik tersebut. " Kak... Kak Sofia baik- baik aja kan?" tanya Zanna lagi dengan khawatir. " Kakak baik- baik aja. Kamu gimana?" " Aku udah agak baikan tapi masih lemas abis operasi kemarin. Tadinya aku bilang nggak usah aja operasinya, mungkin kak Sofi belum ada uang. Tapi tiba- tiba aja suster datang dan ngasih tahu kalau aku disuruh puasa untuk operasi. Semua kelengkapan administrasi sudah dilengkapi. Dan saat aku sadar, aku udah ada disini dan ditungguin sama kak Sam." jelas Zanna yang membuat otak Sofia berpikir dengan cepat. (" Berarti aku dua hari nggak sadarkan diri? Kenapa bisa selama itu? Lalu kenapa dia bisa tahu kalau Zanna... Ah, itu pasti bukan hal yang sulit bagi dia. Dan itu berarti hape aku ada sama dia, bukan?") batin Sofia. " Baguslah kalau begitu..." ucap Sofia dengan datar meski dalam hati ia memang bersyukur Zanna sudah tidak kesakitan lagi dan sekarang sudah nampak lebih baik. " Apa benar kalau... Ng... Kalau kak Sam itu pacarnya kak Sofi?" tanya Zanna dengan ragu karena ia tahu betul soal hubungan Sofia dan kekasihnya, Zein. " Itu... Nanti aja ya kita omongin. Kakak masih pusing mikirnya." " Tapi kak... Kalau aku nih ya... Aku rasa... Kak Sam itu cukup baik dan perhatian deh sama kakak. Buktinya, dia nggak kenal aku tapi bantuin aku sedemikian mahalnya. Berarti dia itu nggak mau kak Sofi mikir keras lagi untuk operasi aku." (" Salah, Sa. Andai kamu tahu apa yang sudah dia lakukan...") " Dia... Dia ngomong apa lagi?" tanya Sofia ingin mencari tahu. " Dia bilang, jangan segan ngasih tahu dia kalau butuh sesuatu. Karena kak Sofi itu suka nggak enakan. Dia juga ngasih bik Nana duit simpenan kalau- kalau butuh sesuatu. Dan juga... Katanya kalian udah cukup lama sama- sama. Apa... Apa dia tahu soal kak Zein?" tanya Zanna lagi. " Sasa... Kamu itu cerewet banget deh... Kepo banget! Urusin tuh perut kamu. Jaga kesehatan. Jangan sampai sakit lagi." ucap Sofia mengalihkan pembicaraan adiknya yang masih belum siap untuk ia jawab. Lebih tepatnya ia masih belum memiliki alasan apapun. " Biarin.. Lagian dia juga ganteng banget. Lebih ganteng, lebih keren, lebih macho, lebih cool, lebih tinggi dari kak Zein. Serasi banget sama kak Sofi." tutur Zanna yang membuat Sofia pasti akan mengangguk setuju andai saja pria tersebut tidak menyiksa dan memperlakukannya seperti sampah selama beberapa hari terakhir ini. " Idih, anak kecil. Kamu pasti ngomong gitu karena dia udah bayarin biaya operasi kamu. Iya kan?" goda Sofia berusaha menyembunyikan kesedihannya yang sangat tahu jika semua ini tidaklah gratis. " Ya nggak juga... Orang kenyataanya dia emang gitu, kok. Dan juga nih kak, aku udah kasih tahu ke kak Sam kemarin kalau suatu hari nanti, kalau aku udah jadi Bachelor of Psychology, Zanna Ameera, B.Psy, aku bakalan kembalikan biaya yang kak Sam sudah keluarkan buat aku." Sofia tersenyum getir mendengar ucapan Zanna yang seolah menganggap Sam adalah penolongnya. Tok Tok Sofia dan Zanna menoleh ke arah pintu yang kini telah terbuka tersebut dan menampakkan seorang pria dengan jas berwarna putih lengan panjang tengah berjalan bersama pria yang baru saja mereka bicarakan dengan membawa kantongan berisi air mineral botolan di dalamnya. " Halo, Sasa... Bagaimana kabarnya hari ini?" tanya Romi dengan sopan pada Zanna yang terlihat akrab dengannya. Ia bahkan memanggil Zanna dengan nama panggilannya. " Hai, dokter Romi... Baik, kok. Halo, kak sam..." sapa Zanna dengan ramah. " Halo, Sasa... Hai, Sof... Ini, titipan dari bik Nana. Tadi kami ketemu diluar." ucap Sam dengan terlihat ramah. Perhatian mereka kemudian teralihkan pada seorang suster yang masuk dengan membawa sebuah nampan aluminium berukuran kecil yang berisikan peralatan yang akan ia gunakan untuk memeriksa perkembangan Zanna. " Dan kamu... Pasti Sofia..." ucap Romi dengan ramah namun ditanggapi oleh Sofia dengan wajah yang datar. " Saya, Romi. Sahabatnya Sam sekaligus dokter yang menangani Zanna. Senang bisa ketemu kamu lagi." sambung Romi yang membuat Sam menatap sahabatnya tersebut dengan tajam. (" Ketemu lagi? Sejak kapan kami pernah ketemu?! Rencana apa lagi yang sedang mereka mainkan!") pekik Sofia dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN