Bab, 1. Malam panjang.
"Kenapa kamu terlihat tegang?" tanya Anjani pada saat ia tengah merebahkan tubuhnya di sebuah ranjang berukuran king size. Pria yang menatapnya dengan penuh gairah itu akhirnya menelan ludah saat mulai membenamkan wajahnya ke sebuah permukaan yang tampak kenyal.
Anjani memejamkan matanya sembari menikmati pengalaman malam yang akan terasa menegangkan bersama pria perjaka yang menggilainya.
"Yah, begitu..., aku harap kamu akan merasa nyaman, dan kamu bisa mulai bergerak, Sayang." bisik Anjani tepat di depan telinga seorang pria yang tengah bercucuran keringat hanya untuk memuaskan hasratnya.
Surga dunia mulai Anjani raih, jari jemari lentiknya sudah memeluk punggung pria perjaka yang baru saja masuk dalam perangkapnya.
"Anjani, ini sangat nyaman..., aku hampir sampai ke puncak kebahagiaan." gumam pria itu.
"Kita lakukan bersama..." Anjani memeluk erat, seakan takut melepaskan. Tapi setelahnya, ia akan menghancurkan sepenuhnya, bahkan tiada yang tersisa selain nama!
***
Pagi harinya...
"Anjani!" teriakan seseorang dapat Anjani dengar, dan pada pagi itu – Anjani baru saja terbangun dari tidurnya. Ia duduk santai di atas ranjang, dengan baju tidur yang terlihat menggoda kaum pria.
"Sayang, coba kamu buka pintunya. Aku malas bergerak, setelah itu kamu boleh mandi, lalu pulang dulu. Eh, tapi..., kamu belum memberikan apa yang aku mau, 'kan?" Anjani bicara dengan suara manja sembari memeluk seorang pria yang duduk diam dengan tatapan yang tampaknya kosong.
Anjani menempelkan telinga kirinya di d**a bidang seorang pria sembari bibirnya membacakan mantra yang makin membuat pria itu terikat padanya. Setelah itu, ia mendongak dan menatap wajah pria tampan itu dengan mata berbinar penuh dusta!
"Bagaimana?" tanya Anjani. Pria itu tampak mengangguk pelan, dan ia mengecup kening Anjani dengan lembut.
"Aku akan berikan apapun untukmu, Anjani. Aku akan kirimkan semua uangku padamu, kamulah hidupku, kamulah duniaku." ucap pria itu sembari menatap kosong ke arah Anjani.
"Apa pengalamanmu tadi malam cukup memuaskan?" tanya Anjani.
"Ya, aku tidak lagi dahaga." balas pria itu dengan singkat.
"Kalau begitu, bukakan pintu kamar itu, setelahnya kamu boleh mandi, dan setelah selesai membereskan semua barangmu di sini, kamu boleh pulang." printah Anjani. Bagai kerbau yang di cucuk hidungnya, pria itu menurut dan segera melangkah ke arah pintu kamar.
"Anjani!" teriakan di luar kamar semakin nyaring. Anjani yang masih mengantuk hanya menguap berkali-kali tanpa mau bergerak sama sekali.
Suara pintu dibuka pada saat itu. Seorang wanita yang sedari tadi berteriak di luar kamar akhirnya terkejut saat pemandangan kesekian kalinya ia lihat. Sudah sering ia melihatnya, namun ia sungguh tetap saja terkejut, di mana ia melihat seorang pria bertelanjang d**a di depan pintu kamar putrinya.
Seperti biasa, setelah selesai membuka pintu, orang itu akan segera kembali masuk ke kamar dan menuju ke kamar mandi. Siklus yang terjadi serasa berulang, namun bedanya teman bermalam putrinya berganti-ganti dan terus saja berganti.
Bu Romlah, wanita paruh baya itu masuk dengan wajah tampak memerah.
Ia melihat putrinya duduk di ranjang dengan santainya setelah menghabiskan malam panas dengan seorang pria untuk kesekian kalinya.
"Anjani! Apa-apaan ini?! Kamu lagi-lagi ditiduri oleh—
"Hust! Itu bisa kita bicarakan nanti. Mau apa, Bu? Uang?" tanya Anjani.
Anjani merogoh bawah bantalnya dan ia tampak bangkit dari duduknya pada saat itu. Meski Anjani telah melakukan hubungan terlarang, namun ia yang sudah sering melakukannya tampaknya sudah terbiasa. Tak ada rasa nyeri yang ia rasakan, ia hanya merasa puas dan bahagia saat selalu mendapatkan hal itu dari para pria yang terjerat oleh pesonanya.
"Kita bisa bicarakan nanti, ini uang. Kalau ibu ingin bicara sekarang, maka aku tak akan memberikan uang lagi untuk kedepannya." balas Anjani sembari memberikan segepok uang bernilai Lima Juta Rupiah pada ibunya.
Ia seperti membungkam keluarganya dengan kemewahan, mendengar ancaman tersebut, Bu Romlah tak berani berkata apapun. Ia pergi meninggalkan tempat itu sembari membawa uang yang diberikan oleh putrinya.
Anjani menatap kepergian wanita itu dengan rasa kesal, "Dasar tua Bangka! Tidak tahu terimakasih!" gumam Anjani.
Pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan seorang pria yang tampak keluar dari sana dengan pakaian lengkap, dan ia tampak lebih tampan, namun – pucat. Matanya tampak kosong, tapi Anjani malah menyukainya.
Ia mendekat ke arah pria itu lalu memeluknya sekali lagi. "Aku mencintaimu, jangan pernah lupakan aku, tapi – jangan katakan pada siapapun tentang aku, dan..., lakukan tugas terakhirmu!" Anjani berkata sedikit tajam di penghujung kata. Anehnya, pria yang ia perintah hanya mengangguk lalu mengambil ponselnya.
Suara notifikasi terdengar, dan Anjani langsung mengecek ponsel pria itu. Seluruh tabungan dalam ponsel pria itu hilang, raib! Semua terjadi karena dikirimkan ke sebuah nomor rekening milik seorang pria yang menjadi korban pertama Anjani.
"Bagus! Aku cinta kamu, kamu boleh pulang sekarang!" seru Anjani pada saat itu. Pria itu tersenyum kecil, tapi sorot matanya tampak kosong. Dan ia segera keluar dari kamar mewah Anjani, lalu segera pulang ke rumahnya.
Anjani menatap kepergian pria itu, dan lalu ia berkata..., "Pulanglah ke neraka!" gumamnya sembari tersenyum lebar. Senyum mengerikan, dan juga mematikan!
***
Anjani, wanita cantik berusia 28 tahun. Dahulu ia adalah wanita baik-baik, sopan, dan taat pada agama yang ia anut. Tapi, semua berubah, saat kekasihnya sudah merenggut mahkotanya, dan malah meninggalkannya demi wanita kaya.
Pada akhirnya ia mempelajari sebuah Ajian, yaitu Ajian Lali Jiwo. Ajian yang bisa membuat orang lupa akan dirinya sendiri dan jati dirinya. Sebenarnya bukan hanya itu yang ia pakai untuk menjerat mangsa, ia memakai banyak ajian agar aman.
Setelah korban pulang, ibunya akhirnya benar-benar menghampirinya di saat ia masih bersantai di dalam kamar.
"Anjani! Sebaiknya kamu hentikan semua ini! Apa kamu tidak takut akan ada masalah yang menimpa kita?! Bagaimana dengan warga kampung nanti?! Ibu takut kita akan diamuk masa karena kebiasaan gila kamu!" tekan Bu Romlah dengan raut wajah panik. Ia memang suka dengan uang, namun – semakin hari, ia semakin takut akan mendapatkan ganjarannya.
"Tidak bisa, Bu." balas Anjani sembari menuju ke arah jendela, ia membuka jendela kamarnya lalu mulai mengambil sebatang rokok lalu menghidupkannya.
"Selagi aku memberi tumbal, mereka akan membantuku." gumam Anjani.
"A–apa maksudmu!" suara Bu Romlah mulai bergetar.
Anjani tampak menghisap batangan nikotin lalu mengepulkan asapnya, ia menoleh ke arah ibunya sejenak lalu menatapnya dalam. "Ibu pikir, para korban aku biarkan hidup? Tentu tidak! Aku juga tidak mau ketahuan, dan semua—" Anjani menjeda kata.
"Se–semua apa?" gumam Bu Romlah dengan mata yang tampak sedikit membola.
"Mati!" balas Anjani singkat.
"A–apa!" mata Bu Romlah terbelalak sepenuhnya, ia juga bicara dengan suara terbata-bata pada saat itu.