Bab, 2. Mandi kembang.

1016 Kata
Tatapan sayu, itu seketika tajam dan mematikan. Anjani tak lagi main-main disetiap kata-katanya, dan ia tampak menyiratkan sebuah kematian dalam setiap katanya. "Lebih baik, ibu tutup mulut kalau ingin tetap, aman dan selamat! Karena..." Anjani mendekat sembari menatap ibunya dengan tatapan tajam yang terasa menakutkan. Dia bukanlah Anjani yang dulu, setelah semua hal yang ia pelajari, ia layaknya seseorang yang buas dan tanpa ampun – juga belas kasihan. Bu Romlah bahkan sampai tidak bisa bergerak saat menatap mata putrinya. Tubuhnya berkeringat dingin dengan jantung yang berdebar lebih cepat – saat sosok putrinya ada di hadapannya, dan jarak wajah mereka hanya beberapa senti, ia menelan ludah kasar. "Paham?" tanya Anjani sembari memiringkan kepalanya ke kiri, namun tatapannya tampak tajam dan menakutkan. "Pa–paham." gumam Bu Romlah dengan suara terbata-bata, sungguh ia bahkan sudah susah payah saat hendak menjawab pertanyaan dari putrinya. Anjani tampak tersenyum, tapi setelahnya ia tampak menyeringai. "Mana hal yang aku minta?" tanya Anjani seketika. "A–ada di luar." gumam Bu Romlah dengan suara masih terbata. "Bawa kesini, setelah itu siapkan sarapan. Ada banyak hal yang harus aku lakukan nanti, dan seperti biasa, setelah belanja dan membeli apa yang kamu mau, kamu harus pulang kerumah." tekan Anjani. "Iya, nak. Ibu akan ambilkan untukmu." Bu Romlah yang takut pada putrinya akhirnya hanya menurut tanpa berani membantah apapun, apalagi melawan. Ia tahu, kalau ia melawan, sama saja ia hendak menyusul ajal. Karena pada dasarnya, putrinya tak lagi sama, dan ia tak akan bisa mengendalikannya lagi. Kini, ia dan seluruh keluarganya bahkan tunduk di setiap perintah dan aturan Anjani. Semua tentu karena uang dan aura mematikan yang ada dalam diri Anjani. Tak ada yang tahu dengan sisi gelap Anjani – selain bapak dan ibunya. Tapi, mereka juga bungkam karena ancaman. Setelah beberapa saat kemudian, Bu Romlah datang dengan membawa sebungkus plastik hitam yang wanginya menyeruak dan bahkan membuat Anjani tersenyum lebar. "Terimakasih, bu. Kamu yang terbaik, setelah ini tolong masakkan sarapanku." Anjani menerima sebungkus plastik itu lalu hendak pergi menuju ke kamar mandi. Sebelum Anjani benar-benar pergi, tiba-tiba saja... "Mau sarapan apa, nak?" tanya Bu Romlah sembari menatap putrinya lembut. Anjani mengurungkan niatannya untuk segera pergi, ia menatap ibunya dengan tatapan mata datar. "Sate ayam, setengah matang." gumamnya. "Ibu siapkan." Bu Romlah tampak pergi dari sana, sebenarnya ia tentu merasakan sakit di saat menyadari putrinya bukan lagi putrinya, tapi ia tak bisa berbuat banyak. Selain menurut, tak ada lagi yang bisa ia lakukan untuk bertahan hidup. *** Tatapan mata Anjani kerap kali datar dan dingin, mata indah itu berbinar saat ia hendak merayu dan menjerat mangsa saja. Setelahnya, ia akan kembali terlihat bak monster yang dibalut keindahan dunia. Anjani masuk kedalam kamar mandi besarnya, ia menuangkan sejumlah bunga yang akan ia gunakan sebagai pemandiannya. Dengan sadar, ia menuangkan Bunga Tujuh Rupa ke dalam Bathtub di kamar mandinya. Air hangat sudah ia persiapkan, ia mengisi hampir seluruh Bathtub. Saat tubuhnya sudah tak ada sehelai benang pun, ia lantas masuk dan merendam tubuhnya. Beberapa mantra asing yang bahkan tak pernah ia pelajari akhirnya ia ucapkan. Selama ia mendalami ilmu gaib, dan menjalankan beberapa ajaran sesat, seakan semua ajian datang bertubi-tubi tanpa ia pelajari. Anjani juga tak benar-benar sendirian, kini di kanan-kiri nya tampak ada seorang wanita berwajah menyeramkan yang akan selalu membuatnya makin tersesat! "Lakukan lagi, Anjani. Lebih banyak pria, lebih baik!" bisik mereka di samping telinga Anjani. Anjani tampak santai dan menyandarkan kepalanya di dinding Bathtub. "Lebih banyak pria lagi," gumamnya sebelum akhirnya ia memejamkan matanya lalu terlelap. *** Bu Romlah tampak tengah mondar-mandir di depan sebuah pintu. Ia tampak resah dan gelisah semenjak setengah jam lalu. Suaminya, Pak Jarwo tampak heran melihat tingkah istrinya. "Bu, sedang apa toh di sini? Kenapa kamu mondar-mandir di depan pintu kamar mandi Anjani?" tanya pria itu di saat ia memasuki kamar besar Anjani. "Tadi ibu kan masak, pak. Anjani bilang mau mandi, tapi mandinya lama sekali. Kalau di hitung-hitung, sudah hampir satu jam lewat dia mandi. Ibu takut, pak. Takut dia kenapa-napa, tapi ibu tidak berani." balas Bu Romlah. Pak Jarwo akhirnya menatap ke arah pintu, ia menempelkan telinganya ke pintu, dan di dalam kamar mandi memang tidak ada suara apapun. Bahkan suara orang mandiin tidak ada. "Bagaimana ini, pak?" tanya Bu Romlah dengan ekspresi wajah yang tampak sangat takut pada saat itu. "Sebentar, kita ketuk dulu pelan-pelan, kalau tidak ada jawaban, baru kita akan minta bantuan." "Bantuan pada siapa?! Jangan ngawur kamu, pak! Kamu tahu di dalam dia mandi kembang, kalau ada yang lihat bagaimana?! Bisa-bisa hal itu menyebar luas! Kita bisa bahaya oleh warga, bahkan oleh Anjani sendiri. Memangnya bapak berani?" suara Bu Romlah terdengar sangat lirih, bahkan nyaris tak terdengar. Tapi, apapun yang ia katakan kini terdengar menakutkan bagi mereka berdua. "Aagh! Ya udah lah, kita ketuk dulu, kalau ngga dijawab nanti bapak dobrak!" Pak Jarwo tampak mulai mengetuk pintu dengan sedikit lebih keras, suaranya tentu nyaring bahkan sampai ke dalam ruangan. "Nak, kamu di dalam, 'kan?" panggil pak Jarwo. *** Anjani yang mendengar suara ketukan akhirnya terbangun juga, air rendaman tubuhnya sudah sangat dingin, namun masih wangi. Suara bapaknya yang memanggil juga terdengar memastikan apa Anjani baik-baik saja di dalam. "Ya, aku baik-baik saja. Bapak boleh pergi sekarang, ibu tunggu di luar." balas Anjani. Ia akhirnya keluar dari dalam Bathtub dan segera membasuh tubuhnya dengan air hangat. Setelah selesai, ia memakai Bathrobe dan segera membuka pintu kamar mandi. Setelah pintu di buka, ia melihat ibunya tampak berdiri di sana. "Kenapa lama sekali, nak?" tanya wanita itu dengan ekspresi wajah khawatir. Anjani masih saja menatap datar dan dingin. "Ketiduran," balasnya singkat. "Bu, ambil semua bunga yang ada di Bathtub jangan ada yang tersisa, dan seperti biasa, buang bunganya dengan hati-hati, jangan ada yang tahu! Airnya kamu suruh orang kebun membawa keluar, dan sirami di tanaman depan." perintah Anjani. Setiap perintahnya memang merupakan sebuah perintah yang tidak masuk akal, namun siapa yang berani melawan, atau mengabaikannya? Tidak ada yang berani melakukannya, bahkan ibunya sendiri! "Baik, akan ibu lakukan. Makanan sudah tersaji di meja makan, setelah selesai segera sarapan." ujar Bu Romlah. Anjani hanya mengangguk kecil sebelum akhirnya menuju ke arah lemari untuk mencari pakaian yang akan ia kenakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN