BAGIAN DUA

1649 Kata
"Bagusan yang warna pink atau biru muda?" "Violet aja, Bell." Gadis yang dipanggil Bell itu berdecak, "Aku suruh kamu pilih antara warna Pink sama Biru, Kenzo. Bukan Violet." gerutunya. Kenzo terkekeh lalu mengacak rambut Bella gemas. "Iya-iya maaf, gak usah cemberut gitu dong." Bella mengabaikan Kenzo dan mulai memilih-milih lagi pernak-pernik yang dia anggap bagus. "Hey sayang, jangan ngambek dong. Iya nih aku pilih, bagusan warna Biru." "Ih kan aku maunya pink!" Kenzo memaksakan senyumannya, 'Kalau gitu kenapa nyuruh pilih elahh,' batinnya kesal. "Yaudah iya pink."   Senyuman Bella merekah, dengan semangat ia mengambil semua barang berwarna pink yang menarik perhatiannya di toko pernak-pernik itu. Kenzo tersenyum, lantas mengedarkan pandangannya ke penjuru toko hingga matanya menangkap dua sosok remaja berpakaian seragam yang nampak seperti tengah berdebat. Kenzo menyipitkan matanya, "Zia?" Gumamnya pelan. "Sayang kamu tunggu disini dulu sebentar ya?" Bella yang tadinya sedang memperhatikan sebuah gelang berwarna merah lantas mengalihkan pandangannya pada Kenzo. "Kamu mau kemana?" "Ke sana sebentar." ucapnya sambil menunjuk sebuah rak yang berada paling dekat dengan dua remaja tadi.   Bella mengangguk, saat itu pula Kenzo berbalik dan berjalan cepat menghampiri kedua remaja yang masih asik berdebat tanpa memperdulikan sekitar. Semakin dekat, Kenzo bisa mendengar apa yang sedang mereka perdebatkan. Kenzo memelankan langkahnya. "Ini Bagus Ya', yang ini aja." "Zia bilang gak mau ya gak mau! Kok Ian maksa sih?" "Bukannya maksa, kan tadi lo yang ngajak kita ke sini, lo bilang pengen beli gelang warna pink! Giliran udah gue beliin malah gak mau dipake." Adrian tampak bersungut sebal. "Zia gak minta kamu beliin kok! Salah kamu sendiri asal beliin Zia!" "Ya seenggaknya lo ngerhargain gue dong!" "Tapi Zia-" "Ekhem!"   Kompak, Zia dan Adrian berhenti berdebat dan menoleh ke arah Kenzo yang saat ini sudah bersandar di salah satu rak dekat mereka. Adrian tampak mengangkat alisnya bingung, sedangkan wajah Zia sudah berubah pias. Kenzo menatap Zia dan Adrian bergantian lalu ia mengangkat tangannya, melirik ke arah jam tangan mewah yang melingar di tangannya lalu menggelengkan kepalanya sambil menatap mereka berdua. "Wah wah, gimana ya reaksinya Tante Rena kalau tau anak kesayangannya bolos?" Ucapnya mengompori. Wajah Zia semakin memucat.   "Lo siapa?" Ucapan itu keluar dari mulut Adrian yang masih penasaran. Kenzo melirik ke arah Adrian. "Gue? Coba tanya ke Zia. Gue ini siapa."  Kali ini Kenzo melirik ke arah Zia. Tampak Zia yang gugup dengan memilin ujung roknya. Apa perlu diceritakan? Oke sebentar. Jadi, kenapa bisa Kenzo kenal dengan Zia? Bagaimana bisa Kenzo tidak kenal kepada gadis lemot yang dulu saat masih balita suka sekali mengekori bahkan mengejar dirinya dengan hanya menggunakan popok! Seketika Kenzo teringat, saat dulu pertama kali ia diajak bermain ke rumah sahabat Bundanya, di rumah itu pula ia bertemu dengan Zia. Saat itu ia masih berumur 5 tahun dan Zia 2 tahun. Ketika Kenzo sedang duduk santai di teras sambil menikmati cemilan kue coklat yang diberi oleh Tante Rena, seorang gadis kecil dengan popoknya berjalan tertatih menghampiri dirinya, balita mungil itu nampak lucu dengam bando pink yang melingkar di kepalanya, jangan lupakan suara tawa gadis itu saat melihat Kenzo.   Kenzo beringsut mundur saat melihat balita kecil itu berjalan ke arahnya. Bukan apa-apa, Kenzo hanya tidak suka dengan anak yang lebih muda darinya, apalagi balita seperti Zia. Oh ayolah, bahkan Kenzo sangat jijik melihat air liur Zia yang menetes saat balita itu mengeluarkan dot dari mulutnya. Hingga Kenzo berdiri, lalu berjalan menghindar namun Baby Zia terus mengikutinya membuat Kenzo merasa takut. Kenzo mempercepat langkahnya bahkan sedikit berlari, dan tentu saja Baby Zia mengikutinya, sambil tertawa ia terus mengejar Kenzo dengan langkah tertatih, merasa ada yang mengajaknya bermain. Kenzo mempercepat larinya sambil berteriak memanggil sang Bunda, Terdengar tawa Baby Zia yang masih setia mengekori Kenzo.   Ya, kira-kira seperti itu kesan pertama Kenzo saat bertemu Zia. Bahkan hingga sekarang pun, Zia suka sekali menempel padanya jika ia main ke rumah Tante Rena atau Tante Rena yang main ke rumahnya.  Jika ditanya alasannya, maka Zia selalu menjawab, "Zia udah anggap Bang Zo abangnya Zia sendiri, Zia kan pengen punya abang yang bisa diajak main!" Kekeuhnya. Kenzo? Jangan ditanya! Berkali-kali pemuda itu tak segan membentak Zia agar menjauh darinya. Berkali-kali pula ia berteriak bahwa ia tidak ingin punya adik! Apalagi macam Zia. Ckck. Adrian menatap Zia yang menunduk. "Dia siapa Ya'?" Dengan masih menunduk sambil memilin ujung roknya, Zia menjawab pelan, "Ini abangnya Zia."   Kenzo tersenyum miring, entah kenapa kali ini ia tak merasa sebal saat Zia mengakuinya sebagai Kakak, malah ia merasa agak senang melihat respon pemuda di samping Zia. Adrian menggaruk tengkuknya, kemudian tangannya terulur hendak menyalimi Kenzo. Kenzo menaikan sebelah alisnya. "Mau ngapain lo?" "Salim Bang, Ehehehe," Kenzo sama sekali tidak merespon Adrian, pemuda itu memilih menarik Zia agar berdiri di sampingnya. "Ayok pulang!"   "Eh Bang-"   "Apalagi?!" Kenzo melotot ke arah Adrian yang menahannya. Adrian kembali menggaruk tengkuknya, ia tertawa canggung. "Hehe gak jadi bang." Tanpa berkata apapun Kenzo menarik Zia ke arah Bella, Zia menoleh ke arah Adrian yang mematung di tempat. Pemuda itu masih menatap ke arahnya. "Dadaaa Ian!" ucapnya sambil melambaikan tangan dibalas lambaian tangan pula oleh Adrian.   Kenzo berdecak kemudian menarik Zia agar berjalan di depannya. "Lohh Zia kok di sini??" Zia meringis saat Bella terlihat kaget melihatnya ada di situ, Kenzo bersedekap. "Bolos dia." Bella melebarkan matanya, "Bolos?? Ya ampun Zia! Kamu kok hebat banget sih! Salut deh kakak sama kamu! Kakak aja waktu SMA nyoba beberapa kali mau kabur dari sekolah gak bisa-bisa." Kali ini Bella sukses membuat kenzo menjatuhkan rahangnya, "Yang kamu kok bilangnya gitu si?!" Bella terkekeh lalu merangkul pundak mungil Zia yang saat ini menampilkan senyum cerianya lagi. "Gapapa dong Zo, kali-kali Zia nakal ngga papa, iya kan sayang?" Zia mengangguk semangat, lalu ia bertoast ria dengan perempuan yang seumuran dengan Kenzo itu. Kenzo mendengus malas. "Abang jangan bilang sama Bunda ya kalau Zia bolos." Zia menatap Kenzo dengan puppy eyesnya Kenzo tampak menimbang-nimbang, kemudian matanya tertuju pada beberapa paperbag di tangan Bella. Kenzo menyeringai. "Oke deal, dengan satu syarat."   *** "Heh boncel! Buruan jalannya!" "Hih bincil biriin jilinnyi..," Zia mencibir ucapan Kenzo dengan kesal membuat Kenzo melotot saat itu juga. "Berani lo ngelawan gue?!" "Iya iya engga!" Kesal Zia. Dengan susah payah gadis mungil itu membetulkan tali pegangan 13 papperbag yang ada di tangan kanan dan kirinya. Kenzo seakan ingin menyiksanya saat itu juga dengan melimpahkan semua barang belanjaan Bella agar dibawakan oleh Zia. Dan Zia sukses menjadi kuli angkut plus menjadi obat nyamuk di antara sepasang kekasih yang berjalan di depannya.   Zia menghela nafas miris, begini sekali nasibnya. Tapi tak apa, ini lebih baik dari pada Kenzo mengadu pada Bundanya, dan sudah dipastikan bahwa besok Bundanya akan menungguinya di sekolah layaknya Ia adalah anak paud. "Abaaang Zia capek!" Zia merengek kecil, ia menghentakkan kakinya yang pegal beberapa kali membuat Bella dan Kenzo menghentikan langkahnya. Bella menatap Zia Iba, ia hendak menghampiri Zia namun Kenzo menahannya. "Udah deh gak usah manja! Buruan ke mobil sekarang! Lo mau gue ngadu ke Tante Rena?!"   Zia mencebikkan bibirnya, dengan langkah yang terseok-seok gadis itu berjalan mendahului pasangan muda mudi itu menuju ke parkiran. "Zo, kasian tau Zia nya." "Biarin biar kapok, yuk kita jalan lagi." Bella menghela nafas kemudian berjalan sambil memperhatikan langkah Zia yang sepertinya merasa sangat lelah karena gadis itu sudah membawa paperbagnya selama dua jam sambil berkeliling mall.   *** "Assalamualaikum," "Waalaikumsalam, Loh kok pulangnya bisa sama Bang Kenzo?" Zia diam, tak tahu harus mengatakan apa ketika Bundanya berkata seperti itu. Sedangkan Kenzo sudah memasang senyum manis palsunya. "Iya Tante ketemu di Mall tadi, Zia bolos!" Zia menoleh dengan syok ke arah Kenzo yang kini tersenyum puas, apa-apaan Abangnya itu, padahal ia sudah berjanji tidak akan mengadu. Mata Zia sudah berkaca-kaca, dalam hitungan detik, akhirnya tangisnya pecah memenuhi seluruh penjuru rumah yang lumayan luas itu.   "HUAAAAAAAA ABANG JAHAT! HIKS KATANYA NGGA AKAN NGADU SAMA BUNDA ASAL ZIA BAWAIN HIKS BELANJAANNYA KAK BELA! KAKI ZIA UDAH SAKIT JALAN-JALAN MALL DUA JAM SAMBIL BAWA TAS BERAT HIKS HIKS BUNDAAA KAKI ZIA SAKITTT HUAAAA!!!"   "KENZO!!"   Suara bentakan itu membuat Kenzo meneguk ludahnya susah payah, ia tidak tahu kalau Bundanya juga ada di sini, dan ia juga tidak pernah menyangka bahwa si anak kecil itu akan mengadu dan menangis sehisteris ini. Rena tampak sibuk menenangkan Zia, mengelus lembut rambut gadis itu dan memeluknya erat agar berhenti menangis. Sedangkan Kenzo beringsut mundur saat melihat Bundanya berjalan ke arahnya dengan mata yang melotot lebar, sampai-sampai ia ngeri sendiri membayangkan bola mata itu akan mencuat dan menggelinding keluar dari tempatnya.   "Sini kamu Kenzo!! Berani ya kamu bikin nangis Zianya Bunda!" "Aaa aduh Bun sakitt Bunn!" Kenzo memegangi tangan Bundanya Rahma yang sedang menarik daun telinganya kuat-kuat, rasa panas mulai menjalar, Kenzo rasa telinganya akan memerah setelah ini. "MINTA MAAF SAMA ZIA!" "Iya-iyaa Bun lepasin dulu sakit ini." Kenzo bersungut sebal setelah Rahma melepas telinganya. Ia mengusap telinganya yang habis dijewer itu sambil menghampiri Zia yang masih setia menangis duduk di lantai dengan Rena yang mencoba menenangkannya. "Sayang udah dong nangisnya, Bunda ngga marah sama Zia kok." "Ya' udah ya nangisnya, Abang minta maaf." ucap Kenzo setengah hati.   Mendengar ucapan maaf dari Kenzo tangis Zia malah semakin histeris. Kenzo menghela nafas, ia menangkup wajah Zia lembut, merapikan anak-anak rambut Zia yang keluar dari kucirannya lalu menghapus air mata Zia walaupun itu percuma. "Udah ya nangisnya." ucapnya sambil mengusap air mata Zia yang terus menerus keluar. Bagai sebuah mantra, tangis Zia berhenti meskipun masih menyisakan isakan-isakan kecil yang berhasil lolos. Mata bulat Zia menatap ke arah wajah Kenzo yang lumayan dekat dengannya. Pemuda itu masih belum melepaskan tangannya dari wajah Zia. Zia mengerjab beberapa kali, "Abang ganteng dari deket." Secepat kilat Kenzo melepaskan tangannya, pemuda itu berdiri lalu menatap Bundanya dan Bunda Zia bergantian. "Zo pulang dulu ya, ada tugas makalah belum selesai." ucapnya dan pergi keluar dari rumah itu.   Zia masih memperhatikan langkah tergesa dari pemuda yang menenangkannya tadi, sedangkan Rahma yang sudah mengenal betul anaknya itu terkekeh kecil. "Dibilang ganteng aja langsung blushing, mana yang katanya playboy kelas atas.” Kekehnya geli.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN