Secret Room

1095 Kata
Gilbert berjalan tenang, dengan Nicolin yang terus mengekor di belakangnya. Istana selalu ramai di waktu apapun, tentu saja dengan banyaknya pelayan yang berlalu-lalang untuk mengurus keperluan, para pengawal yang menjaga keamanan, dan penghubi istana lainnya dengan kesibukan masing-masing. Gilbert berbelok pada tangga yang berada nyaris di ujung ruangan ketika ia melihat pelayan yang berpapasan dengannya telah berbelok dan sudah tak terlihat. Tangga itu hanya berupa tangga kecil yang nyaris tak terlihat karena berada di ujung ruangan dan hampir-hampir tertutup beberapa dekorasi. Jika tidak dilihat dengan jelas, tangga itu sama sekali tidak jelas. Dengan beberapa dekorasi yang secara samar menutupinya, jelas pihak istana tidak mengharapkan seseorang untuk masuk ke sana. “Tuan Muda?” “Aku tahu pertanyaanmu. Dokter Albert pernah mengajakku kemari dulu. Di bawah hanya berisi perpustakaan lama, atau setidaknya sebatas itulah yang kutahu.” Semakin mereka turun, semakin gelap tempat itu. Tangga kayu itu berderit ketika kaki-kaki Gilbert menginjaknya, menimbulkan suara berisik yang mengganggu. Nicolin menjentikkan jemarinya, sebuah cahaya berwarna kemerahan muncul di ujung jemarinya, memberikan penerangan kepada keduanya. “Apa Tuan Muda berpikir jika ada sesuatu di perpustakaan lama?” Gilbert mengangkat bahu. “Entahlah, aku hanya kebetulan mengingat tempat ini. Perpustakaan ini sudah tidak lagi difungsikan sejak beberapa tahun silam. Sudah ada perpustakaan baru yang lebih bagus. Kau lihat sendiri bagaimana dekorasi di depan tadi berusaha menghalangi pandangan dengan tangga ini?” Nicolin mengangguk. “Dan Tuan Muda berpikir mungkin tempat yang sudah tidak difungsikan ini bisa jadi mencurigakan?” “Ya dan tidak. Lebih baik kuperiksa terlebih dahulu untuk memastikan.” Gilbert dan Nicolin tidak lagi berbicara. Di antara keduanya, hanya terdengar derap sepatu yang menyentuh lantai batu dan menimbulkan bunyi. Kondisi perpustakaan tua itu sebenarnya cukup rapi jika memang ruangannya benar-benar sudah tidak digunakan. Debu yang cukup tebal berada di sekitar bubu-buku yang bertumpuk sejajar di rak. Jika dilihat sekilas, jelas perpustakaan ini sempat dibersihkan dan dirapihkan terlebih dahulu sebelum kemudian dibiarkan begitu saja hingga berdebu. Keduanya menelusuri jajaran buku berdebu yang berderet rapi di dalam rak, membaca sekilas beberapa tulisan yang tertangkap pandangan. Ada banyak sekali buku-buku pengetahuan yang berderet di rak-rak yang ada, namun sebagian besar telah begitu lusuh dan bahkan ujung-ujungnya dimakan rayap. Jemari Gilbert menelusuri tiap buku yang berjajar secara acak, menimbulkan debu-debu yang menempel di buku-buku itu melekat ke ujung-ujung jemarinya. Sementara Gilbert menelusuri secara acak rak-rak buku, Nicolin memeriksa meja-meja kayu yang memiliki laci dan melihatnya jikalau ada sesuatu yang membawa petunjuk untuk mereka. “Tuan Muda, sepertinya tempat ini—“ Nicolin melebarkan matanya. “Nicolin?” Gilbert mendekat ketika Nicolin terdiam dengan posisi jongkoknya sembari menatap salah satu laci meja kayu. “Ada apa?” tanyanya bingung. Nicolin menunjuk pada salah satu laci yang tidak memiliki tuas untuk alat bantu menarik. Laci itu memiliki lubang kunci yang berada nyaris di ujung dan jika dilihat sekila saja akan terlewat. “Laci? Dan tidak ada tuas penarik.” Gilbert mengernyit. “Aku tidak ingat ada laci ini.” gumamnya tanpa sadar. “Apakah perlu kubuka Tuan Muda?” Gilbert mengangguk. Segera Nicolin meletakkan telapak tangannya pada lubang kunci kecil di ujung laci itu. Sebuah cahaya kemerahan berpendar, cahaya yang nyaris sama dengan yang digunakan Nicolin untuk menerangi mereka di perpustakaan gelap ini. Tidak butuh waktu lama untuk Nicolin menyelesaikan hal itu, dan laci meja kayu itu segera bisa dibuka. “Kosong? Oh! Tunggu dulu.” Gilbert mengetuk-ngetukkan genggaman tangannya pada kayu yang ada di laci dan kemudian menarik kayu itu. “Hanya tipuan.” Setelah kayu itu diangkat, ada satu buku tebal yang berada di sana. Buku lusuh dengan sampul kusam berwarna kekuningan. Tidak ada keterangan apapun seperti judul atau semacamnya di halaman lusuh itu. Kening Gilbert semakin mengerut. Tidak mungkin buku itu ditinggalkan di dalam laci dan penutup kayu tipuan jika buku itu tidak memiliki isi yang penting atau rahasia. “Kenapa aku tidak pernah tahu buku ini padahal aku begitu sering kemari di masa lalu.” Gilbert mengusap sampul lusuh itu, kakinya berjalan mundur hingga ia tak sengaja menubruk rak buku. “Tuan Muda baik-baik saja? Apakah ada—oh?” Gilbert mengusap kepalanya. “Ada apa lagi?” “Simbol ouroboros.” Gilbert nyaris menjatuhkan buku di genggamannya. Segera ia berbalik dan menemukan apa yang dikatakan Gilbert. Simbol itu begitu mungil, nyaris terselip di antara deretan buku yang membuatnya tersamar. Gilbert terkekeh. “Apa ini? Apa sebuah kebetulan saja kau menemukan kedua hal ini? Atau kau memang sudah tahu?” Nicolin menggeleng. “Aku hanya kebetulan menemukannya, Tuan Muda. Lagipula yang menyarankan untuk datang ke perpustakaan lama adalah Tuan Muda sendiri. Aku hanya mengatakan secara umum tentang istana dan tidak menyebutkan tempat secara spesifik.” Gilbert memutar bola matanya, tak begitu ambil pusing. Mau kebetulan atau memang Nicolin sudah tahu itu tidak penting. Yang jelas, ia menemukan petunjuk. Gilbert menyerahkan buku lusuh itu kepada Nicolin, selurh atensinya terpusat pada simbol yang amat ia kenali. Tidak mungkin simbol itu ada di sana secara kebetulan. Gilbert mengusap simbol itu, bulatan dengan ular yang melingkar memakan ekornya sendiri itu bertekstur ketika Gilbert menyentuhnya. Ia terus menyentuh-nyetuh simbol kecil itu, menekan-nekannya, sampai memutarnya ketika kemudian rak yang berada di hadapannya berderit dan bergerak membuka seolah sebuah pintu. Gilbert dan Nicolin saling berpandangan sejenak, dan segera setelahnya Gilbert melangkah memasuki ruangan itu tanpa ragu. “Tuan Muda, biar aku yang berada di depan.” Gilbert mengangguk. Nicolin kembali menjentikkan jemarinya, sebuah cahaya lain yang serupa kembali berpendar, menambah penerangan untuk keduanya. “Aku bahkan sama sekali tidak tahu ada ruangan semacam ini di perpustakaan yang dulu nyaris setiap hari kumasuki.” “Tuan Muda, sebenarnya aku penasaran mengapa tangga di depan hanya ditutupi dengan beberapa dekorasi dan bukannya lukisan besar yang bisa benar-benar membuatnya tidak terlihat jika memang ada ruangan rahasia seperti ini. Bukankah terlalu ceroboh?” Gilbert mengangkat bahu. “Aku bahkan terkejut masih bisa menginjakkan kaki kemari. Kurasa ada alasan lain mengapa mereka hanya meletakkan beberapa dekorasi dan bukannya menutup dengan benda yang lebih besar.” Ruangan rahasia itu secara umum hampir seperti aula besar namun di bawah tanah. Penerangan yang diberikan Nicolin cukup membantu, namun tidak bisa menjangkau seluruh ruangan. “Apa kau bisa memperbanyak bola cahaya ini? Aku ingin tahu ruangan apa ini sebenarnya.” Nicolin membungkuk. “Baik, Tuan Muda.” Dan kemudian iblis pelayan itu menepukkan kedua telapak tangannya. Bulatan-bulatan cahaya kemerahan bermunculan nyaris ke seluruh ruangan. Pandangan Gilbert yang semula hanya bisa menjangkau jarak dekat semakin meluas. Ketika Gilbert akhirnya bisa menatap sekeliling, ia melebarkan kedua matanya dengan kedua belah bibir terbuka. Ia nyaris menjatuhkan dirinya kalau saja Nicolin tidak segera menahannya. “Ini….” -----
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN