1.Shena dan Gentala
Shena duduk anggun di depan seorang dosen pembimbing yang sedang memeriksa proposalnya, dengan rasa percaya diri setinggi langit Shena menatap setiap ekspresi yang di tampilkan oleh dosen yang telah menjadi pembimbing skripsinya itu.
"Saya tidak bisa meng ACC proposal kamu!" Proposal yang baru saja di bacanya di kembalikan kepada Shena.
"Lho? Kenapa Pak Gentala?" ucap Shena dengan suara yang mendayu-dayu, di buatnya ekspresi wajah semanis mungkin dan selucu mungkin agar makhluk yang di anggapnya sedingin kutub utara itu mencair.
"Masalah yang akan kamu teliti kurang spesifik, judul kamu juga tidak sesuai dengan rumusan masalah yang kamu tulis. Di sini juga tertulis kamu mengambil metode penelitian kualitatif, tapi judul kamu ini jelas perlu data yang menjurus ke metode kuantitatif. Jadi, ubah judul dan cari permasalahan yang lebih spesifik." papar Pak Gentala. Raut wajahnya datar tanpa ekspresi bak patung monumen jalan.
Gentala dosen yang di agung-agungkan oleh seluruh mahasiswa di kampus ini tidak sedikitpun memandang Shena padahal Shena sudah menampilkan penampilan yang terbaik hari ini.
Biasanya kalau Shena sudah bergaya cetar membahana seperti ini, mata para dosen bagaikan kelilipan sampah melihatnya, ditambah lagi kedipan mata indah Shena membuat mereka meleleh bagikan lilin terbakar api.
Bahkan pernah seorang dosen mata kuliah kalkulus terkena serangan jantung saat mendapatkan kecupan dari Shena, untung saja dia selamat, jika tidak mungkin Shena sudah di penjara seumur hidup.
"Tak bisakah kita bernegosiasi sedikit Pak, saya jamin Bapak tidak akan rugi bekerjasama dengan saya, apapun permintaan Bapak akan saya penuhi." Shena tetap merayu, dia tidak terima jika Pak Gentala mengabaikannya.
"Saya tunggu revisinya dua hari lagi." ucapnya singkat, matanya hanya memandang sekilas pada Shena namun tidak sedikitpun dia menampakan ketertarikannya pada Mahasiswi tercantik di kampus itu.
"Tapi Pak sa-"
Gentala mengangkat telapak tangannya tepat di depan wajah Shena agar Shena berhenti berbicara.
"Saya tidak suka bernegosiasi, mau merevisi atau membuat ulang!"
"Apa?" Mata Shena membulat sempurna mendengar ucapan Gentala.
"Keluar dari ruangan saya!"
"Pak, saya yakin Bapak akan puas bekerja sama dengan saya, saya butuh ACC Bapak untuk proposal ini, Bapak pasti juga butuh sesuatu dari saya." Dengan beraninya Shena menyentuh tangan Gentala dengan lembut lalu membelainya.
"Saya yakin Bapak akan untung dan sayapun akan untung, ini bisnis Pak." ucap Shena sambil meremas tangan Gentala, gadis itu tidak merasa segan pada Gentala, bahkan dia mulai berani mengedipkan matanya, tapi Gentala langsung menarik tangannya dengan kasar.
"Saya akan melaporkan kamu ke Rektor jika kamu berani kurang ajar sama saya! Sekarang juga keluar!" Gentala mengusir Shena kearah pintu.
Sedikitpun Gentala tidak tergoda dengan mahasiswi cantik itu, imannya tidak goyah, dia lelaki yang kuat, disaat semua laki-laki tunduk di bawah Shena tapi tidak dengan Gentala.
Shena syok mendapat perlakuan seperti itu dari Gentala, baru kali ini ada laki-laki yang tidak tersihir dengan kecantikannya, baru kali ini Shena bertemu dengan laki-laki yang menolak mentah-mentah rayuan mautnya.
Karena ancaman yang sepertinya tidak main-main dari dosen pembimbingnya, Shena segera keluar dari ruangan Gentala dengan wajah kesal.
"Lihat saja Gentala sialan! kau akan bertekuk lutut di hadapanku." ucap Shena di dalam hati.
Saat membuka pintu Shena di kagetkan oleh tiga temannya yang sedang menempelkan telinga mereka pada daun pintu.
"Ngapain kalian di sini?" pekik Shena.
"Astaghfirullahal'adzim!" Secara serentak mereka terlocat karena ucapan Shena lumayan keras.
"Ngapain di sini hm?" Shena melotot memandangi satu persatu temannya yang sedang berdiri di depannya, Karin, Gea dan Rani membulatkan mata mereka sambil berkedip-kedip.
"Mau kepo dong? Gimana? Bisa gak menaklukan si kutub utara itu?" Tanya Karin manusia supet kepo di kampus, lehernya di panjangkannya untuk mengintip dari celah pintu untuk melihat makhluk yang di namakannya kutub utara.
"Jangan bilang kamu gagal!" seru Gea, mahasiswi yang paling mata keranjang di kampus.
"Ya ampun Shen? gimana dong?" Rani ikut berkomentar membuat kegaduhan semakin bertambah di depan pintu ruangan Gentala.
"Sttt, bisa diam gak?" Shena membentak anggota gengnya dengan nada tinggi.
Mereka terdiam dengan mata melotot seperti ketakutan, mulut mereka terbuka lebar bagaikan menyaksikan sebuah pemandangan yang menakjubkan.
"Dosen gila itu belum tau siapa Shena! Lihat saja, sebentar lagi dia akan memohon di bawah lututku, dia akan bersujud di bawah telapak kakiku untuk meminta maaf dariku!" dengan percaya diri yang sudah seribu persen Shena berucap pada anggota genk nya yang sudah tiga tahun setia menjadi pengikutnya.
"Shen!" Bibir Rani bergetar memanggil nama Shena.
"Apa? Kalian mau membela dosen resek itu? dan mau berpaling dariku, oke! silahkan, tapi jangan lagi berteman denganku." Shena melototi temannya yang masih ternganga itu satu persatu.
"Dan satu hal yang harus kalian tau, si Gentala itu punya kelainan seksual, si kutub itu tidak normal, wajahnya saja yang sok-sok manley padahal dia tidak menyukai wanita!" seru Shena menggebu-gebu, dia lupa kalau sekarang dia berada di depan ruangan Gentala.
"Shen! itu! itu!" Karin berseru sambil menunjuk kebelakang Shena.
"Itu-itu apa? bicara yang jelas!" Shena kembali membentak Karin.
"Lari!" Gea memberikan aba-aba kepada Karin dan Rani agar segera lari, Shena kebingungan melihat tingkah random para pengikutnya.
"Sepertinya saya benar-benar akan melaporkan kamu ke Rektor!" seru suara besar berjenis bariton tepat di belakang Shena.
"P-pak Gentala?" Shena hampir terlonjak saat menoleh kebelakang, makhluk yang baru saja di katainya habis-habisan berdiri dengan tangan bersedekap di d**a, matanya yang tajam menatap pada Shena yang seperti baru saja melihat hantu di siang bolong.
"Saya akan buat laporan kalau kamu telah mencemarkan nama baik saya!" seru Gentala sambil menunjuk wajah Shena.
"Ya ampun pak, masak ngomong begitu doang bapak sudah mau laporin saya?" Shena protes dengan sikap Gentala yang menurutnya kekanak-kanakan.
Gentala tidak peduli dengan ucapan Shena, dia berjalan meninggalkan Shena yang berdiri bagai patung Arca di depan pintu ruangannya.
"Mau kemana pak?" Shena panik bukan kepalang dan terpaksa mengikuti kemanapun langkah Gentala pergi.
"Bapak serius mau melaporkan saya, sia-sia Pak, laporan bapak adalah palsu karena tidak punya bukti." sepanjang koridor Shena terus mengikuti langkah panjang Gentala.
Sedikitpun Gentala tidak merespon ucapan Shena.
Beberapa mahasiswa yang duduk di sepanjang koridor tercengang melihat Shena sang mahasiswi terpopuler merengek pada seorang dosen, biasanya Shena akan berjalan dengan penuh percaya diri sambil tebar pesona pada mahasiswa laki-laki maupun dosen yang berpapasan dengannya, tapi kali ini nampak berbeda.
Gentala memasuki ruangan rektor, tetapi Shena tidak mengikutinya, karena kasusnya bersama dosen kalkulus yang bernama pak Budi, Shena mendapat teguran agar tidak dekat-dekat dengan pak Budi, karena jika melihat Shena pak Budi selalu pingsan, sedangkan ruangan pak Budi berada di dalam ruangan rektor itu.
Tak ingin menambah masalah Shena kembali berjalan menyusuri sepanjang koridor, merutuki dirinya yang sangat sial karena bertemu dengan dosen pembimbing songong seperti Gentala.
Lihat saja kau Gentala, aku sudah mempersiapkan rencana untuk mengerjaimu, beraninya kau bermain dengan seorang Shena!
Jika rata-rata mahasiswa takut dengan dosen, tidak berlaku pada Shena, dia selalu punya cara jitu untuk menaklukan dosen! Kita lihat seberapa hebat kemampuan wanita yang bernama Shena.