Aldo yang mendengar cerita dari Mawar tentang pertemuannya dengan Luna, membuat Aldo geram bukan main. Dia tidak menyangka, Luna bisa sejahat itu pada Viola, menyindirnya tentang kondisi fisiknya yang tidak sempurna. Padahal sebelumnya, Aldo berpikir Luna bisa menerima keputusan Panji yang memilih Viola untuk menjadi istrinya. Sikap Luna yang semula begitu lapang d**a melepas Panji, ternyata hanya tipu daya semata. Dia malah kini kembali mengusik Viola, dengan langsung menghina fisiknya.
Mawar sendiri yang masih duduk di hadapan Aldo, menghela napas pelan. Suasana kantin kampus memang tidak terlihat ramai siang ini. Hanya ada beberapa pengunjung kafe yang notabene mahasiswa di sana, sedang asyik menikmati makan siang. Mawar kembali mengarahkan tatapannya ke Aldo setelah menyapu pandangan ke sekitar, menyeruput orange jus kesukaannya yang tinggal setengah.
“Kamu sekarang gak mau ketemu sama Viola?” tanya Aldo yang langsung dijawab mawar dengan gelengan kepala. “Kenapa?”
“Viola pergi liburan sama Bang Panji ke Jogja, mungkin sampai seminggu ke depan,” jawab Mawar yang sebenarnya cukup iri saat mendengar Viola liburan ke sana. Dia sudah terlalu penat dengan semua rutinitas kampus yang cukup menyita waktu. Sesekali dia ingin berlibur seperti dulu, ke tempat-tempat baru mau pun yang sudah dia datangi, sekedar mengusir penat dan kejenuhannya dengan semua kegiatan sehari-hari.
“Jadi saat kamu ngasih tau Bang Panji tentang Luna, apa responnya?” tanya Aldo lagi yang sejujurnya masih penasaran dengan cerita seputar Luna, termasuk sikap Panji setelah mendengar Luna kembali hadir dan menghina sang istri.
“Bang Panji jelas marah,” jawab mawar yang kembali kesal mengingat kejadian itu. “Dia beniat nemuin Luna hari ini sebenarnya, tapi gak jadi karena tiba-tiba Viola ngajak liburan.” Mawar menghela napas pelan. “Aku ngerasa Viola sengaja ngajak liburan biar Bang Panji gak bertengkar sama Luna. Padahalk sebenarnya aku ingin melihat Bang Panji ngasih pelajaran sama tuh perempuan. Kesal lihat dia kemarin memaki Viola di depan umum.”
Aldo menghela napas pelan. Dia tahu Viola seperti apa. Perempuan yang dulu sempat memenangkan hatinya itu memang tidak pernah suka dengan pertengkaran. Sebisa mungkin dia menghindarinya. Apa lagi jika menyangkut Panji, dia pasti akan mencari cara agar Panji tidak terlibat pertengkaran dengan siapa pun.
Hal itu memang tidak aneh bagi Aldo yang sejak dulu selalu merasa ada keanehan di sikap Viola pada Panji. Bahkan saat dirinya masih berstatus pacar untuk Viola. Viola selalu saja lebih mempedulikan Panji dibandingkan dirinya yang jelas-jelas seharusnya lebih diutamakan. Sering kali Aldo menaruh curiga padanya, namun dengan mudahnya Viola meyakinkannya untuk tidak memeprcayai kecurigaan itu. Namun ternyata Aldo sadar, bahwa kecurigaannya selama ini benar adanya. Viola memiliki rasa pada Panji, dan kini keduanya malah menikah. Rasa yang diraskaan Viola ke Panji yang semula salah di mata semua orang, ternyata tidak ada kesalahan sama sekali. dan hal itulah yang membuat Aldo bukan main kecewanya pada kedua orang yang diam-diam saling mencintai itu.
“Kenapa malah ngelamun?” tanya Mawar yang sesaat membuat Aldo tersentak kaget, menggelengkan kepala, lantas tersenyum sembari menyeruput air kelapa mudanya. Dia tidak ingin membuat Mawar marah padanya. Dia tidak ingin kehilangan mawar yang kini sudah berhasil menaruh hatinya dengan cinta. Bahkan Aldo yang dulu tidak yakin bisa mencintai orang lain selain Viola, malah kini jatuuh cinta pada Mawar. Dia benar-benar tidak menyangka, hatinya kini tertambat ke hati seorang wanita yang sejak dulu, mencintainya diam-diam.
“Hari ini ada jadwal kuliah lagi?” tanya Aldo yang langsung dijawab Mawar dengan gelengan kepala.
“Kamu?” tanya Mawar yang juga dijawab aldo semula dengan gelengan kepala.
“Jadi, ada niat mau ke mana hari ini?” tanya Aldo yang hanya dijawab Mawar dengan mengangkat kedua bahunya. “Jadi nyari kerja?” tanya Aldo saat mengingat rencana Mawar untuk mulai mencari kerja demi kebutuhan hidupnya.
“Kemarin udah amsukin lamaran ke beberapa perusahaan, tapi belum ada yang dipanggil sih. Mungkin memang belum rezeki.” Mawar mencoba tersenyum walau Aldo sering sadar senyuman ituterpaksa dia lakukan.
Keluarga Mawar yang semula bergelimang harta, kini harus ikhlas menerima kenyataan bahwa sang bapak bangkrut akibat utang di mana-mana. Sang bapak yang ternyata memiliki wanita lain malah tanpa sadar dimanfaatin wanita itu hingga membuatnya harus pinjam ke sana ke sini untuk memenuhi semua kebutuhan w*************a itu. Alhasil, pabrik roti yang dia bangun dengan usahanya sendiri sejak awal, malah bangkrut dan membuatnya terlilit utang. Beruntungnya sang ibu dari MAwar sempat menceraikannya sebelum kebangkrutan itu terjadi. Jika tidak, mungkin saat ini Mawar harus menanggung biaya utang sang bapak yang tidak berkesudahan. Sang bapak malah harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain karena menjadi buronan. Dan hingga kini, Mawar sendiri tidak mengetahui di mana keberadaan sang bapak. Sedangkan sang ibu, lebih memilih tinggal di Bandung bersama orang tuanya dibandingkan ikut dengan Mawar ke Jakarta. Dia tidak ingin merepotkan anak semata wayangnya hanya demi mencukupi semua kebutuhan hidupnya.
Aldo sendiri sering menawarkan bantuan pada Mawar. Namun seperti biasa, Mawar menolak bantuan itu dengan alasan dia tidak ingin merepotkan Panji yang sebenarnya tidak merasa di repotkan sama sekali. aldo malah sempat diam-diam membayarkan uang kuliah Mawar. Namun alhasil, Mawar malah marah besar dan menyicil uang tersebut, walau Aldo sudah melarangnya. Dan hingga kini, uang dari hasil cicilan Mawar itu, sama sekali belum dia pergunakan. Aldo malah terus menyimpannya di rekening berbeda, agar suatu saat nanti bisa dipergunakan Mawar jika dia membutuhkannya.
“Kamu mau kerja bareng Tante Mel, gak?” tanya Aldo yang langsung membuat Mawar menatapnya kaget. “Kamu ingat Tante Mel, kan?”
“Tante kamu yang dokter itu? Dia yang punya klinik, kan?” tanya MAwar yang lanngsung dijawab Aldo dengan anggukan kepala. “Tapi aku kan belum lulus dari kuliah, Al. sementara setau aku, untuk bisa bekerja di klinik kedokteran seperti itu, hanya punya kemampuan dibidang kedokteran kan?”
“Kan kamu jurusannya itu, sejalan kan?”
“Tapi aku masih semester satu,” jawab Mawar lagi yang langsung membuat Aldo tertawa mendengarnya.
“KAmu gak perlu khawatir, Tante Mel itu baik banget, apa lagi sama kamu,” jawab Aldo lagi yang berhasil membuat Mawar mengangguk pelan tanda setuju dengan pujian Aldo pada wanita beranak satu itu. “Kalau kamu mau, siang ini kita langsung ke sana, aku akan telepon Tante Mel dan buat janji sama dia. Gimana?”
“Kamu yakin Tante Mel mau nerima aku?” tanya MAwar meragu.
“Gak ada salahnya dicoba, kan?” tanya Aldo yang langsung dijawab Mawar dengan anggukan pelan walau terlihat jelas keraguan hadir di wajahnya yang cantik.