Tak terasa hari telah beranjak sore. Perlahan sang baskara berotasi ke arah barat untuk menerangi bagian pertiwi lainya. Gadis cantik berambut sebahu itu telah tampil cantik sore ini. Kaos oversize berwarna putih dengan gambar pelangi yang di padupadankan dengan jeans berwarna navy. Sederhana namun terlihat begitu cantik.
Ia menuruni tangga, karena memang kamar barunya saat ini berada di lantai tiga. Kamar barunya memang sedikit lebih luas dari kamar yang sebelumnya, hanya saja tidak ada kamar mandi dalam. Tak masalah, yang terpenting dia bisa istirahat dengan nyaman.
Meesa berniat untuk berjalan-jalan keliling komplek sebenarnya. Saat berada di teras ternyata ada Rafa, sepupunya yang hanya berbeda dua tahun lebih muda.
“Eh, Rafa,” sapanya hangat.
“Kak Meesa mau kemana?” tanya Rafa melihat penampilan kakak sepupunya yang rapi.
“Mau lihat-lihat aja.”
“Mau Rafa temenin?”
Meesa tersenyum hangat lantas menggeleng lemah, “gak usah.”
“Ya udah hati-hati.”
Seorang satpam membukakan gerbang untuknya, kemudian ia mulai berjalan menyusuri jalanan komplek yang nampak sepi. Rumah-rumah di sini memang terbilang cukup megah. Maklum di sini adalah tempat komplek mewah. Maka dari itu jarang orang lalu lalang karena kebanyakan mereka sibuk dengan urusan masing-masing.
Kedua mata yang indah itu berbinar, saat melihat seorang penjual es krim gerobakan. Ia merogoh sakunya, syukurlah ia membawa dompet. Tak menyia-nyiakan waktu, Meesa berjalan dengan semangat ke arah bapak-bapak tua penjual es krim keliling itu. Ia tersenyum sangat ramah, senyum yang selalu ia tampakan pada siapapun.
“Selamat sore, Pak. Mau satu rasa coklat,” sapanya begitu ramah.
“Selamat sore juga, Neng Cantik. Mang Cecep buatkan, satu es krim coklat buat neng cantik,” jawab Mang Cecep penjual es krim keliling itu.
“Hehehe, bisa aja Mang Cecep nih. Nama aku Meesa, tapi kalau Mang Cecep mau panggil cantik juga gak papa, kan Meesa emang cantik.”
“Oh, Neng Meesa. Neng Meesa tinggal di komplek mewah itu?” tanya Mang cecep menunjuk portal komplek tempat rumah neneknya berada.
“Iya, Meesa baru pindahan dari Semarang. Sekarang tinggal di rumah nenek.”
“Oh orang baru toh. Pantes baru lihat. Tapi emang jarang sih orang-orang kaya beli es krim kaya gini.”
“Jangan sedih gitu dong, Mang Cecep. Ya udah, Meesa janji deh, Meesa bakal jadi pelanggan setia Mang Cecep,” seru Meesa berhasil membuat Mang Cecep bahagia.
“Waah ... janji ya. Neng Meesa emang gadis yang baik, cantik, ramah, semoga neng selalu bahagia.”
Meesa tersenyum sangat manis mendengar doa Mang Cecep barusan, “aamiin. Semoga Mang Cecep juga selalu bahagia dan di lancarin cari rizki nya.”
“Nih, satu cone es krim spesial buat Neng Meesa,” ucap Mang Cecep memberikan sebuah es krim pada Meesa.
“Berapa mang?”
“Gak usah neng. Anggap aja ini sambutan pelanggan baru mang.”
“Iihh ... jangan gitu. Meesa bayar aja. Kasian mang udah buat capek-capek, masa gratis sih.”
“Ya udah deh kalau neng maksa. Lima ribu aja.”
“Nih mang.”
Meesa memberikan uang selembar berwarna ungu, “kembalianya ambil aja. Daaa ... Mang Cecep, besok Meesa beli lagi!”
Pria yang telah berumur hampir empat dekade itu tersenyum hangat. Masih ada ternyata orang sebaik gadis itu. Sangat sopan dan ceria. Ia berdoa kepada Tuhan agar gadis itu selalu di beri perlindungan dan kebahagiaan.
Gadis berambut sebahu itu memakan es krimnya dengan riang. Kepalanya menggeleng ke kanan dan ke kiri menandakan bahwa ia suka dengan es krim yang baru di belinya tersebut.
Karena terlalu bergembira, ia sampai tidak sadar jika menabrak laki-laki yang sepertinya seumuran dengan dirinya. Es krim yang ia pegang pun terjatuh, beberapa juga menempel di hoodie milik laki-laki di hadapanya tersebut.
“Yaahhh ... baru juga makan sedikit,” gerutunya begitu menggemaskan.
Terlalu fokus dengan es krimnya yang jatuh, ia sampai lupa jika tadi dia menabrak seseorang. Bukanya marah, melihat ekspresi Meesa barusan yang seperti tak rela es krimnya jatuh membuat laki-laki itu gemas. Rasanya ia ingin mencubit kedua pipi gembul itu. Meesa tersadar, ah ya tadi dia menabrak seseorang. Pasti sebentar lagi ia akan di marahi.
“Eh, maaf ya Meesa gak sengaja serius. Maafin Meesa ya?”
Tidak memberi kesempatan laki-laki itu bersuara, Meesa kembali berucap saat melihat noda es krim di hoodie laki-laki itu.
“Yaahh ... hoodie kamu jadi kotor gara-gara Meesa. Meesa bersihin ya?”
Meesa mengusap bagian baju laki-laki itu yang kotor akibat ulahnya, tanpa di sadari perlakuan Meesa barusan membuat jantung laki-laki itu berdetak begitu hebat. Ia dapat melihat wajah cantik itu dari dekat.
Mata belo dengan bulu mata panjang yang indah. Hidungnya memang tidak mancung di apit oleh dua pipi gembul yang sangat menggemaskan. Bibir tipis yang tadi mengerucut imut nampak berwarna merah muda alami. Sangat cantik dan imut, definisi perempuan yang ada di hadapanya saat ini.
Laki-laki itu memegang tangan Meesa yang lebih kecil darinya. Ia tersenyum sangat manis, dengan lesung pipi di kedua pipinya. Meesa terpaku sejenak, senyum itu sangat manis. Percayalah, ternyata ada yang bisa mengalahkan senyumanya.
“Gue yang minta maaf. Gara-gara terlalu buru-buru gue sampai nabrak lo dan buat es krim lo jatuh,” tuturnya begitu lembut.
“Eh, gak papa kok. Aku minta maaf udah buat hoodie kamu kotor.”
“Gak usah kaku gitu, pakai lo-gue aja biar nyaman.”
“Ma-maaf, gak biasa pakai lo-gue,” sendu Meesa tertunduk.
Apa ia terlihat begitu katrok karena menggunakan aku-kamu? Laki-laki itu tersenyum sangat manis kembali, ia mengulurkan tanya ingin mengajak Meesa berkenalan.
“Davendra.”
“Meesa.”
“Lucu,” ucap Davendra tak sengaja.
“Ha? Apa, Dave?”
“Gak, ya udah gue duluan. Nanti kalau ketemu lagi, gue janji akan ganti es krim lo.”
Setelah itu Davendra meninggalkan Meesa yang masih membeku. Aneh sekali laki-laki itu, namun sangat tampan. Apalagi senyum manisnya, astaga kedua lesung pipi itu membuat Meesa meleleh.
“Astaga, Meesa. Apa-apaan sih kamu. Sadar, Meesa,” monolog Meesa menyadarkan diri nya sendiri.
Kedua matanya masih menatap es krim miliknya yang telah mengenaskan di aspal. Jujur ia tidak rela, padahal rasanya enak banget. Ya udah deh gak papa, besok ia akan beli lagi. Besok ia akan beli dua! Jadi jika yang satu jatuh, ia masih punya satu lagi.
“Emmm ... ini belok ke kanan apa kiri ya?” tanya Meesa pada dirinya sendiri.
Astaga, dia memang pelupa! Sekarang ia bingung di hadapkan sebuah pertigaan. Kanan atau kiri? Meesa ingin bertanya pada seseorang, namun di sana sangat sepi. Bahkan hanya ada dirinya sendiri di jalanan itu. Semakin mencekam karena hari semakin sore. Meesa meraba kantong celananya, tamat sudah ia lupa membawa ponsel. Ah ya, ponselnya kan masih ia charger.
“Bundaaa ... ayah ...,” lirihnya takut namun masih berusaha mengingat arah jalan pulang.