Aku Bukan Istri Yang Diinginkan

PRANG!! Suara pecahan gelas terdengar. Gelas itu kini berubah menjadi pecahan-pecahan kecil, naasnya beberapa pecahan mengenai kaki Anna. Gadis berbola mata hazel itu terkejut dan meringis ketika merasakan perih di kakinya. “Sudah kubilang aku tidak mau!!” bentak Samuel. “Berhenti melakukan apapun untukku dan berhenti bersikap seolah kau adalah Istriku. Aku tidak pernah menginginkanmu sedikitpun. Jika kau tahu diri menjauhlah dariku, aku tidak suka melihat wajahmu!” Anna diam membeku dan membisu, dia menatap Samuel, tapi pria yang berstatus suaminya itu hanya memutar bola mata malas dan pergi begitu saja, meninggalkan Anna dengan tumpahan teh dan pecahan gelas di atas lantai marmer. Jangan lupakan luka serpihan kaca di kakinya yang sudah mengeluarkan tetesan darah. Namun, alih-alih merasakan sakit di kaki, Anna justru merasa sakit di hatinya. Sudah lima bulan dia menikah dengan Samuel, tapi tak pernah sekalipun dia merasa diperlakukan selayaknya seorang istri. Bagi Anna, menikah dengan Samuel sama saja masuk ke dalam neraka dan surat wasiat dari mendiang sang ayah adalah perantaranya. Sebenarnya Anna paham, mereka menikah bukan karena cinta. Tapi, ini sudah berjalan lima bulan, belum ada perubahan atau keinginan dari Samuel untuk mendekat dan membuka diri padanya. Mereka terikat secara resmi bahkan tinggal di atap yang sama, tapi mereka tetap seperti orang asing yang tidak pernah saling mengenal, mungkin lebih seperti bermusuhan. Samuel bahkan tidak ingin tidur seranjang dengan Anna. Mereka tidur di kamar terpisah. Bukan hanya tak pernah disentuh, perlakuan dan kata-kata kasar juga seperti makanan sehari-hari yang harus selalu dia telan. Anna menarik napas panjang. “Tidak apa Anna … kau pasti bisa melewati ini. Samuel pasti akan berubah dan menerimamu. Kau hanya perlu berusaha lebih keras lagi,” gumam Anna lirih. Dengan langkah tertatih, dia melangkah menuju kamar untuk mengobati luka di kakinya sendiri. Sementara Anna meringis menahan sakit seorang diri, Samuel sudah keluar dari rumah dengan Ivan, asisten pribadinya. Mobil itu melaju cukup kencang dan berhenti di sebuah butik untuk menjemput seorang wanita. “Sayang, maaf membuatmu menunggu lama.” Samuel tersenyum ketika Zoya, wanita yang ia cintai masuk ke dalam mobil. Segera merengkuh tubuh ramping wanita itu ke pangkuannya. Samuel mengecup pipi dan menyembunyikan wajahnya di leher Zoya. Perlakuan lembut yang berbeda jauh dengan perlakuan kasar yang dia berikan pada istrinya. “Geli, Babe,” rengek Zoya. Dia terkikik karena Samuel mengecup lehernya tanpa henti. Ivan melirik ke belakang dari spion tengah mobil. Dia hanya bisa diam saat melihat atasannya bermesraan dengan wanita lain di belakang istri sahnya. Tidak berani menegur atau mengadu. Dia tak mau kehilangan pekerjaan. “Sampai kapan, Sam?” tanya Zoya tiba-tiba. “Sampai kapan apa, Sayangku?” Zoya menarik napas panjang, dia menangkup pipi kanan Samuel lalu mengecup bibir tanpa merasa malu dilihat oleh asisten kekasihnya. “Sampai kapan kita harus bersembunyi seperti ini? Kapan kau akan menikahiku? Tujuh bulan lalu kau berjanji untuk menikahiku saat aku positif hamil, nyatanya kau malah menikah dengan Anna dan aku keguguran.” Wajah Zoya mendadak sendu karena mengingat kejadian lima bulan lalu, saat ia mengetahui kabar pernikahan Samuel dan Anna secara mendadak, karena itu pula dia kecelakaan hingga kandungannya yang baru memasuki tiga bulan itu keguguran. Samuel menghela napas berat. Inilah sebabnya mengapa dia sangat membenci Anna. Samuel telah menjalin kasih dengan Zoya selama dua tahun, meski tanpa restu dari Orang Tuanya. Tujuh bulan lalu Samuel mengetahui Zoya positif hamil dan mereka berencana untuk segera menikah, siapa sangka ayahnya justru membawa seorang gadis ke rumah mereka dan memintanya untuk menikahi gadis itu. Karena sebuah surat wasiat, Samuel terpaksa menikah dengan Anna dan terjadilah kecelakaan yang dialami Zoya ketika mengetahui kabar pernikahannya dari sebuah portal berita, hingga Samuel harus kehilangan calon anaknya. “Sabar, Sayang. Aku pasti akan menikahimu.” “Bagaimana jika kau mencintainya?” tanya Zoya lagi. “Tidak mungkin.” Samuel tersenyum seraya merapikan rambut Zoya. “Aku hanya mencintaimu, Sayang. Tidak ada yang lain.” “Tapi kau hidup bersamanya setiap hari, bisa saja kau mulai membuka hatimu untuknya.” “Tapi hanya kau yang aku cintai dan inginkan. Aku tidak pernah menginginkannya, bahkan aku tidak pernah menyentuhnya, itu semua karena aku hanya mencintaimu,” tegas Samuel serius. Zoya tersenyum mendengar ucapan Samuel. “Benarkah?” “Aku serius, Sayang. Aku mohon padamu untuk bersabar. Tunggulah sampai semua aset perusahaan menjadi atas namaku, setelah itu aku akan menceraikannya dan menikahimu.” Surat wasiat sebenarnya tak dihiraukan oleh Samuel, dia terpaksa menikah dengan Anna karena perusahaan dan aset kekayaan keluarga Aston. Sang ayah mengancam akan mencoret namanya dari daftar ahli waris jika Samuel tidak mau menikahi Anna. Tapi, sampai detik ini semua aset kekayaan itu masih atas nama ayahnya, William Aston. Belum berubah meski Samuel dan Anna telah menikah. Rasanya Samuel sangat muak karena sudah lima bulan dia menikah, tapi semua aset yang dijanjikan untuknya belum berubah nama. Walau Samuel memang telah menjadi CEO di perusahaan. “Bagaimana jika kita tidak usah membahasnya? Aku rindu padamu.” Ucapan Samuel membuat Zoya mengangguk. Perbincangan serius itu pun berhenti, tapi keheningan di dalam mobil malah diisi oleh suara decakan ciuman. Hal itu membuat Ivan segera mengalihkan pandang ke jalan dan menyalakan audio mp3 untuk menyamarkan suara-suara menjijikan itu. Beberapa menit kemudian mobil pun berhenti dan terparkir di sebuah basement gedung apartemen mewah. Setelah membenarkan kemejanya yang sedikit berantakan, Samuel turun dari mobil ketika Ivan membukakan pintu untuknya. Namun, saat ia dan Zoya akan menaiki lift, ponsel Samuel tiba-tiba berdering. Terdapat sebuah panggilan telepon dari sang ibu yang tak bisa ia tolak. “Hallo, Mom.” [“Kau dimana, Sam?”] Samuel sedikit tersentak mendengar suara ibunya yang terdengar sangat dingin. “Aku sedang meeting di luar. Ada apa, Mom?” jawab Samuel yang tentunya berbohong. [“Pulang secepatnya! Bisa-bisanya kau meninggalkan Anna yang sedang terluka di rumah!”] Mendengar itu, Samuel berdecak dalam hati. Pasti sang ibu sedang berada di rumahnya sekarang. Dan tidak ada alasan baginya selain pulang, menuruti ucapan ibunya lalu bersandiwara menjadi suami yang baik. “Ada apa, Babe?” tanya Zoya setelah Samuel menutup panggilan teleponnya. “Maaf, Sayang. Sepertinya aku harus pulang sekarang.” “Kenapa cepat sekali? Kita bahkan belum sampai di unitku …” “Mommy tiba-tiba datang ke rumah. Maaf, aku harus segera pulang.” Zoya menghela napas lemah, dia cemberut tapi dia mengangguk dan tidak bisa memaksa. Selain mengerti, tidak ada lagi yang bisa dia lakukan sekarang. Jadi setelah berpelukan dan mengecup bibir Samuel, Zoya pun masuk sendiri ke dalam lift apartemennya. Setelah pintu lift tertutup, Samuel kembali masuk ke dalam mobil dengan wajah kesal. Lagi-lagi Anna mengusik kebahagiaannya. Kehadiran wanita itu benar-benar sangat menyusahkan dan dia sangat amat membenci istri sahnya itu. “Lihat saja apa yang aku lakukan padamu, wanita sialan!”