" Maaf Tuan, maksud Tuan terjadi hal buruk itu apa ya ?" tanyaku. di ruang keluarga.
Gelak Tawa tak tertahankan, aku merutuki diriku sendiri, bodoh .... mengapa aku bertanya seperti itu? tapi .... jika aku tak bertanya, akan jadi bisul di dalam otakku, ngebet yang tak terperih, dan entah kapan akan pecah.
" Rindu ... sudah berapa lamakah kalian menjalin hubungan ini? Rindu ... kami tidak pernah memandang latar belakang ekonomi seseorang, yang kami pandang keimanan seseorang, contohnya istrinya Romi.. dia tidak mengenal orangtuanya sejak lahir, tapi karena dia seorang yang berhati lembut dan ibadahnya kuat, maka kami memberi restu pada mereka " Nyonya besar begitu berwibawa.
Terjebak .... aku merasa terjebak di situasi ini, jika boleh memilih lembur dengan setumpukan berkas atau menghadapi keluarga besar Juan, aku akan memilih lembur dengan setumpukan berkas.
"Rindu, .... Juan kami tidak sendirian, dia memiliki anak dari pernikahan sebelumnya, mungkin Juan sudah menceritakan tentang ayse, apakah kamu mau menerima ayse sebagai anakmu juga? " Tuan besar membuka suara baritonnya.
Allahu Akbar, aku harus jawab apa atas semua pertanyaan mereka? hatiku mulai merasa geram, ini bukan sekedar makan malam biasa. mereka mungkin berfikir aku memiliki hubungan khusus dengan Putra mereka.
Kini, .... Aku bener- bener di interogasi layaknya calon menantu, terpaksa aku harus menjawab semua pertanyaan mereka, demi adab sopan- santun, hampir saja aku keceplosan mengenai ibuku, biarlah ku anggap ibu telah Tiada, toh memang aku sudah tak pernah dengar kabar berita tentang dirinya.
aku yakin Don Juan bukan hanya sekedar mandi, dia pasti sedang menahan tawanya di dalam kamar, awas saja kau ya Juan, tunggu saja pembalasanku.
Aku akan mengibarkan Perang Dingin, lihat saja ya Juan, aku tidak perduli kau sahabatku sekaligus atasanku. seharusnya Juan memberitahuku dahulu, bukan begini caranya jika ingin menyelamatkan diri. setidaknya aku akan terlihat biasa saja, tidak akan canggung ataupun . gemetar seperti saat ini.
Sang don Juan, menemui kami di ruang keluarga, senyum lebarnya yang merekah, ku pasang muka cemberutku, bendera perang diring di mulai, aku tidak akan bertanya padanya perihal ini, namun, aku akan membuatnya bercerita padaku tentang semua ini.
****(
"honey .... ndu comeone, sayang ...." Juan berusaha menenangkan diriku, tangan satunya mengelus -elus kepalaku,.dan tangan kanannya memegang kemudi.
" oke .... fine .... Aku salah, tapi aku terpaksa ndu."
Ku banting pintu sedan dengan sekuat tenaga, Ayah yang asyik berbincang dengan seorang kawan di bale pekarangan rumah, terdiam dalam beku. menatap heran ke arah kami, bahkan aku tak mengucapkan salam pada mereka, otakku sudah terbakar amarah, kesal sekali aku sama Juan. benar kan Juan adalah misteri buatku, tapi bukan berarti, dia seenaknya sendiri membawaku ke tengah keluarganya dengan segala macam interogasi, memangnya aku akan melamar pekerjaan?
"Ndu .... buka pintunya ndu ... Aku akan menjelaskan semuanya padamu, bicaralah ndu.... honey please buka pintunya " Juan menggedor pintu sekuat tenaganya.
Aku terduduk di belakang pintu, aku merasa di permainkan olehnya, aku menangis tersedu, aku tahu Juan masih di depan pintu kamarku. cengeng .... lebay. .... biarlah di anggap seperti itu.
" Ndu .... honey, marahi aku ndu .... jambak aku .... atau terserah apa yang ingin kau perbuat padaku, aku tidak akan melarangmu, lakukan ndu. ... asal jangan kau diamkan aku seperti ini "
" sudahlah nak, biarkan rindu sendirian, biarkan dia berfikir dan menenangkan hatinya, Ayah tidak akan bertanya ada apa, tapi Ayah mohon pulanglah, biarkan Rindu sendirian" Suara Ayah.
****
Hampir seminggu ini aku terus berusaha melarikan diri dari Juan, memang aku sadar sifatku kekanak - kanakan, tapi aku tetap mengibarkan Perang Dingin, aku belum bisa memaafkan kelakuan Juan, seenak jidatnya sendiri.
Suasana Kantor seperti biasa, hiruk pikuk kesibukan masing - masing staff.... pekerjaanku yang menumpuk amat sangat melelahkan, belum aku sentuh satu pun berkas di mejaku.
" Mba Rindu, di panggil bapak di tunggu di ruangannya " delima memecah lamunanku.
Jika ini di rumah sudah pasti akan aku tinggal ke dalam kamar, akan aku abaikan panggilan nya, sayang ini kantor, bagaimana juga aku tak bisa seenaknya sendiri.
Sekertaris Bohai .... susan namanya, membukakan pintu Sang Tuan Raja. ada Romi dan Adrian di dalam ruangan, ingin rasanya aku mundur. Aku tahu cukup hafal dengan sikap Juan dia akan mengumpulkan orang yang mau sukarela mendukungnya.
" Rindu aku.... " Juan mulai membuka kebisuan di antara kami.
" Maaf jika tidak ada yang perlu di bicarakan, saya pamit " ucapku.
"Rindu .... hayolah, jangan . membuatku tidak bisa berfikir, maafkan aku ndu, ..... Aku .... "
Ku tinggalkan mereka bertiga .... Aku masih bisa mendengar suara Romi yang terbahak - bahak.
" Kena kau Ka .... sudah ku bilang dia istimewa, kau malah mau coba - coba " suara Romi Penuh kemenangan.
Apa? coba-coba? sialan ternyata selama ini dia dekat denganku hanya coba - coba.
" Cocok sebagai Ibu ayse... kejar ka, jadikan dia bagian hidupmu " Adrian yang pendiam memberi komentar.
***
ingin rasanya aku melarikan diri dari kantor, aku memang tidak terluka, tapi aku benar- benar, kesal dengan kebohongan Juan
" Ndu .... Juan kemana? sudah seminggu ini dia gak nongol-nongol "
" Ga tau .... " jawabku ketus
" Hmmm .... berantem ya ? gak cape ? anak muda .... anak muda " Ayah terkekeh...
" Ayah please jangan ngomongin dia ya .... aku males banget "
" Hubungan kamu sama dia tuh gimana sih? kalian sedekat apa? pacaran ? "
" Ayah bisa gak, jangan tanya-tanya aku kayak gitu? "
" lha....."
" Ayah tanya sendiri aja sama orangnya " ku potong ucapan Ayah.
Hujan menyisakan rintik-rintik, dingin menembus tulang belulangku, aku asyik menatap tetesan air yg turun di daun.
" Ndu .... Ayah mau ikut rapat di Balai desa ya ndu, pulangnya langsung ronda malam, malam ini jatah Ayah Ronda"
"Hmmm ...." ku angguKan kepalaku.
" Jangan lupa, kunci pintunya "
Langit gelap gulita, apakah akan turun hujan lagi? pembicaraan trio bersaudara itu masih terdengar di telingaku,
coba - coba, asyik sekali Juan, mempermainkan persahabatan kami, bodoh .... aku memang bodoh, seharusnya aku sadar diri dari awal, Juan mempermainkan persahabatan kami, mana ada atasan tulus berteman dengan staff, secara aku dan dia memiliki kasta yang berbeda, dapat apa aku atas persahabatan ini? nothing.
Juan mempermainkan perasaanku, aku sudah merasa nyaman menjadi temannya, tau dia mengkhianati persahabatan kami.
Aku memang lebay, seharusnya aku gak bersikap seperti ini, tapi mau bagaimana lagi, aku tulus berteman dengannya, banyak celoteh di belakang pun tak pernah aku gubris, mungkin karena aku tak pandai bergaul, jadi semua permainan Juan membuatku Baper.