"Ngapain lo duduk disini?"
Suasana yang tadinya riuh, langsung berubah hening. Semua mata fokus menengok ke sumber suara. Tapi tidak dengan Mikayla, dia malah terlihat sibuk menyantap makanannya tanpa mempedulikan situasi yang mulai tegang.
Tiga gadis cantik yang berdiri angkuh menatap Mikayla dengan marah. Gadis yang berdiri di tengah yang bersedekap d**a terlihat sudah mengepalkan tangan dibalik lipatan tangannya. Sorot matanya terlihat dingin dan mengancam.
"H-hai Nina cantik,duduk samping abang yuk" Arvin mencoba mencairkan suasana, dia tersenyum canggung menatap gadis yang bernama nina tersebut. Sedangkan teman temannya yang lain terlihat masa bodoh dan kembali melanjutkan makannya.
Nina mendelik tidak santai ketika mendengar sapaan Arvin, dia mendengus kesal. Tanpa memperdulikan ucapan Arvin, Nina masih menatap nyalang pada punggung Mikayla yang tidak bergeming.
"Ck, selain murahan, ternyata lo budeg juga ya? Pantas sih, jalang kecil jelek kayak lo lagi gencar gencarnya cari mangsa."
"Uhuk, uhuk," Adena tersedak batagor yang dia makan. Dia segera meraih es tehnya dan menyeruputnya cepat. Setelah itu dia memukul pelan dadanya sambil menatap Mikayla yang masih sibuk menghabiskan makanannya.'Ini anak ngga tau situasi banget sih! suasana lagi tegang gini,dia malah enak enakan makan. Ngga tau apa kalo dia yang disindir.' Adena membatin sendiri.
"Na, lo lapar kan? mau gue pesenin makanan ngga? biar lo ngga marah marah ngga jelas kayak gini."
"Pfft, ekhm, Den, lo udah selesai?" Mikayla menyamarkan senyumannya dengan pura pura berdehem.
"Udah, udah!" Tanpa pikir panjang Adena langsung bangun dari duduknya.'Sial, padahal makanan gue masih banyak. Emang si anying nih kakak kelas, mana gue masih lapar lagi.' Adena lagi lagi menggerutu dalam hati.
Sebelum bangun, Mikayla menyeruput habis es tehnya hingga berbunyi. Slurrp, slurrp, slurrp, "Ahh segernya."
Keempat laki laki itu berusaha menahan tawa melihat tingkah Mikayla, benar benar masa bodoh, padahal banteng dibelakangnya sudah bersiap untuk menyeruduk.
'Benar benar cari penyakit nih anak, aduhhh!' Adena takut takut melirik wajah merah padam Nina dan teman temannya.
"Udah habis itu Mika, jangan diseruput teruuuss, ih gemes. Cepetan bangun." Adena berbisik sambil menarik lengan Mikayla untuk bangun.
"Oh, udah habis ya? Gue kira masih ada, soalnya gue haus banget abis ngoceh dari tadi."
"Pffft, hahahaha sial!" Akhirnya Ghazi sudah tidak tahan untuk menyemburkan tawanya. Perutnya sudah benar benar tidak bisa diajak kompromi untuk menahan tawa lagi. Begitupun dengan Arvin, dan Aldo, mereka kompak tertawa keras melihat kelakuan Mikayla yang ajaib, Jayden hanya bisa tersenyum kecil menanggapinya. Sedangkan Adena, jangan ditanya. Dia hampir mati karna menahan napas mendengar ucapan Mikayla. 'Mati nih, mati! emang cari mati nih anak. Baru hari pertama nginjakin kaki di sekolah, gue udah masuk komplotan pemberontak yang bersiap mengkudeta kerajaan sekolah. Aaahhh,, selamat tinggal masa tenang...'
Mikayla bangun dari duduknya dan berniat melangkah diikuti Adena yang bersembunyi dibalik punggungnya.
"Lo nyindir gue jalang?" Sebuah tangan mendorong bahu Mikayla dengan keras sampai Mikayla nyaris terjungkal ke belakang. Tapi nasib sial dialami Adena, dia yang menggantikan posisi Mikayla yang jatuh. Hingga punggungnya menghantam pinggiran meja.
"Aauuuhh, sssstt." Adena meringis pelan karna punggungnya terasa nyeri. Arvin yang berada di dekat Adena membantunya untuk bangun dan membersihkan punggung gadis itu yang terkena sedikit kuah bakso.
Semua mata siswa siswi yang ada dikantin langsung tertuju pada bangku yang di duduki senior mereka. Sebagian besar mengenal siapa yang bersiteru, karna kejadian tadi pagi di lapangan. 'Apakah ini sesi kedua?' Pandangan mereka fokus pada kelanjutan drama murid baru VS murid lama.
"Nina,,,!!!" Jayden buru buru bangun untuk mencegah Nina berbuat hal yang lebih nekat lagi. "Lo apa apaan sih Na? jangan kayak anak kecil deh!" Jayden berusaha memegang tangan Nina tapi langsung ditepis dengan kasar. Dia mendorong Jayden agar tidak menghalangi pandangannya kepada Mikayla.
Mikayla menatap Nina dengan pandangan tak terbaca. Orang orang bingung apakah Mikayla sedang marah, atau takut karna raut wajahnya yang datar dan tenang.
"Gue tanya sekali lagi, lo nyindir gue?" Nina menekan setiap kata yang diucapkannya, pandangan matanya benar benar buas seperti hyena yang menemukan mangsanya yang sudah terkapar lelah dan siap disantap.
"Kakak ngomong sama aku?" Tanpa dinyana, tanggapan Mikayla membuat sebagian murid yang ada dikantin menahan napasnya karna terkejut, yang lainnya membulatkan mata dan mulut menganga lebar karna tidak percaya dengan tanggapan santai itu.
"Apa apaan ini, dia ngga liat wajah kakak senior itu udah marah besar."
"Woooow, seru nih!!"
"Panutan gue..."
"Gue harus belajar dari dia nih biar ngga dibully"
"Bakal gelut kayaknya. ada yang mau taruhan ngga?"
Banyak kasak kusuk terdengar dari murid murid yang menyaksikan aksi mereka. Bahkan ada yang sampai mengeluarkan ponselnya untuk merekam.
Tiba tiba Nina meraih kerah seragam Mikayla hingga gadis itu terjengkit kaget. Lagi tanggapan siswa siswi melongo kaget. Jayden dan Ghazi mendekat untuk melerai pertengkeran kedua gadis itu yang sepertinya akan-, bukan memanas lagi, tapi sepertinya akan membakar kantin dan seisinya.
Sebelum sempat melerai, kedua bodyguard Nina alias dayang dayangnya alias teman temannya langsung menghalangi Ghazi dan Jayden.
"Ngga usah ganggu, ini urusan cewek!" Salah satu dayang itu berucap ketus. Kedua laki laki itu langsung terdiam, mereka akan bertindak kalau keadaan sudah darurat pikirnya.
Tarikan dikerah seragam Mikayla makin mengencang, tapi raut wajah gadis itu tetap terlihat biasa. Hanya urat di dahi dan lehernya terlihat menonjol, dan wajahnya yang memerah, bukti kalau dia kesakitan.
"Lo emang mau cari masalah sama gue ternyata! Gue ingetin sekali lagi! Lo ngga usah deketin Jayden, jalang kecil kayak lo ngga pantas buat dia. Lo tau diri jelek, miskin tapi sok sokan ngedeketin jayden. Apa ini cara lo buat dapatin pelanggan, p*****r kecil?"
"Lo apanya Jayden? pengasuhnya?"
Setelah dari tadi hanya diam mendengar dirinya dihina, akhirnya Mikayla bersuara juga. Mikayla mengangkat alisnya sambil tersenyum sinis. Walaupun lehernya terasa sakit akibat cengkeraman yang semakin kuat di kerah seragamnya, tapi dia tetap memperlihatkan aura tenangnya.
Perkataan Mikayla mengundang tawa tertahan dari siswa siswi yang sudah mengelilingi mereka di arena gulatnya.
PLAK....!!
Sebuah tamparan keras mendarat dipipi mulus Mikayla, semua yang ada disitu menahan napas, menganga tidak percaya melihat kelakuan bar bar kakak kelasnya.
Mikayla mendesis merasakan panas di pipinya, sudut bibirnya sedikit robek dan mengeluarkan darah. Dia meraba pipinya pelan sebelum pandangan mata kedua gadis itu bertemu. Nina tersenyum sinis menatap Mikayla, sedangkan Mikayla tetap tidak merubah raut wajahnya.
"Gadis yang benar benar konsisten, liat raut wajahnya, ngga berubah sama sekali bre. Padahal tamparan tadi pasti sakit banget. Nyut nyutan dah itu kepala." Arvin berbisik pelan di telinga Aldo, yang dibalas ringisan oleh cowok itu
Sedangkan Jayden dan Ghazi yang berusaha mendekat untuk melerai pertengkaran itu mendadak diam ketika melihat tangan Mikayla yang menahan langkah mereka untuk mendekat.
"Sorry Kai, pertunjukannya belum selesai. Kamu bisa jauhan dikit ngga, ajak temenmu sekalian." Mikayla mengedikkan dagunya pada Ghazi.
"Tapi...."
"Tenang aja, aku ngga bakal mati hanya karna tamparan ini." Mikayla menunjuk pipinya yang memerah membuat Jayden meringis. Pandangannya kembali kepada Nina yang berdiri angkuh di depannya, senyum sinis tidak luntur dari bibir berwarna merah itu.
Mikayla mendekati Nina, mereka hanya berjarak setengah meter satu sama lain. Perlahan Mikayla tersenyum. Tapi itu bukan jenis senyuman manis penyambut pagi. Gadis itu tersenyum menyeringai, senyum jahat yang menghina lawannya, membuat bulu kuduk mereka yang menyaksikannya berdiri. Mereka merinding melihat perubahan raut wajah Mikayla, Nina yang melihat langsung perubahan wajah Mikayla bergetar, dia sedikit menciut melihat aura bengis dari lawan di depannya. Tapi dia berusaha bersikap tegar, dia menampakkan senyum sinis yang tidak pernah luntur itu. Dia tidak akan menunjukan pada lawannya kalau dia sedikit merasa terintimidasi oleh pandangan mata yang tajam dan dingin itu.
"Hai pengasuhnya Jayden. Kenalin, gue calon istrinya Jayden." Mikayla menyapa dengan santai tapi dengan senyum yang sama.
Terdengar tawa dan cekikikan tertahan dari murid murid yang menyaksikan.
"Gila, dia masih bisa santai cuyy!!"
"Benar benar muka badak tuh cewek!!"
"Anjirrr, gue ngeri cuy liat senyuman dia, nyeremin. Berasa gue yang mau dimakan!!"
"Badas, yang kayak gini nih yang gue cari!!"
"Tapi dia cantik banget sih, beda jauh sama kakak kelas itu"
"Ngga usah ngomong keras keras juga anjir, ntar mereka denger"
"Ya elah, cuma ngomong doang!"
bisik bisik tetangga terdengar berseliweran membuat kuping Nina semakin panas, ditambah senyum mengejek yang ditampilkan Mikayla tambah bikin hatinya dongkol. Dia mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya erat erat.
"Lo..." Nina mengangkat tangannya untuk kembali menampar Mikayla,tapi sebelum telapak tangannya mendarat lagi di pipi Mikayla, tangan kiri gadis itu langsung menggenggam kuat tangan Nina dan secepat kilat tangan kanannya mencekik leher Nina. Tangan kirinya memelintir kuat tangan Nina hingga membuat kaki gadis itu melemah, tapi cekikan dilehernya membuat dia tidak bisa jatuh.
Kedua dayang dayang Nina berniat mendekat untuk menolong Nina yang sudah megap megap seperti ikan yang kekurangan air. Air mata terlihat keluar dari sudut mata Nina. Tapi peringatan dari Mikayla membuat langkah mereka terhenti, nyali mereka langsung merosot sampai ke perut.
"Jangan ada yang mendekat, kalo ngga mau lehernya gue patahin." Sorot mata Mikayla benar benar menakutkan. Dia masih memelintir kuat tangan Nina, sedangkan tangan kanannya juga mencekik leher gadis itu.
1 menit, 2 menit, 3 menit, tidak ada yang berani mendekat. Akhirnya Jayden mendekati Mikayla. Dia kasihan melihat Nina yang napasnya sudah putus putus, air mata sudah benar benar membanjiri wajah merah padam gadis itu. Mikayla benar benar tidak memberi ampun sama sekali pada Nina.
Jayden memegang lengan Mikayla, menariknya pelan agar gadis itu tidak menambah rasa sakit Nina. "Kai udah, kamu bisa bunuh Nina. Lepas ya." Jayden berucap lembut,mungkin dengan itu Mikayla bisa luluh.
"Anjiiiiirr, Jay lembut banget sama cewek. Sama gue aja, ngga ada lembut lembutnya.!" Arvin berbisik pelan sambil mengomel di telinga Aldo yang dibalas gelengan kepala miris dari cowok itu.
"Lo cowok bego, ngapain pake di lembutin segala. Kalo mau, biar gue yang lembutin lo, tapi pake blender"
Mikayla menghempas kasar tangan Nina dan mendorong dengan keras tangannya yang masih berada di leher Nina hingga membuat gadis itu jatuh terjerebah di lantai. Nina terbatuk batuk dan meraup udara keras keras, dadanya benar benar sesak, air matanya tidak berhenti keluar. Dia merasa akan mati kalau sebentar lagi cekikannya tidak dilepas.
Mikayla berjongkok, dia meraih dagu Nina, dan mencekeramnya kuat, meneliti wajah gadis itu yang memerah bersimbah air mata. "Mata dibalas mata, gigi dibalas gigi, lo tau peribahasa itu? Gue ngga tau lo punya masalah apa sama gue. sedari pagi, lo selalu cari ribut sama gue. Gue udah berusaha hormatin lo sebagai senior gue, tapi kayaknya usaha gue sia sia. Lo benar benar ngga pantas dapat penghormatan dari gue. Makanya sekarang gue ladenin lo, takutnya lo bosan kalo gue cuekin terus."
Mendengar ucapan sarkas Mikayla, suasana yang sedari tadi tegang langsung pecah oleh suara tawa. Tidak ada lagi yang menahan tawa, Mereka semua benar benar geli dengan sindiran mikayla.
PLAK.....!
Semua kaget dengar suara tamparan lagi. 'Apa masih berlanjut'. Pikir mereka.
"Sorry,, tangan gue nakal, dia kayaknya gatal pengen nemplok di wajah jelek lo. Tapi sekarang udah ngga gatal lagi. Makasih ya.."
Mikayla menampilkan senyum smirknya sambil menatap Nina yang benar benar sudah tidak dapat berkutik. Mikayla memanggil Aden yang dari tadi bersembunyi di samping Arvin karna takut.
"Aden, kayaknya kepala gue pusing deh. Kita pulang yuk, gue pengen istirahat di rumah"
Sebelum Adena bersuara, Arvin lebih dulu menyela. "Ini belum jam pulang, lo istirahat di UKS aja, biar pusing lo hilang."
"Gue ngga bisa, bisa tambah pusing gue kalo tidur di UKS."
"Loh, kok gitu!, nanti lo bakal dikasih obat juga disana" Arvin mengernyitkan dahinya melihat kelakuan Mikayla.
"Kasurnya terlalu empuk, badan gue bakal sakit sakit kalo tidur disana."
"Haah,, maksud lo?" Arvin semakin mengerutkan alisnya tak paham.
"Ngga usah peduliin gue" Mikayla berucap santai seperti hidupnya tidak ada beban sama sekali, padahal dia baru saja memelintir dan mencekik leher seniornya. Semoga saja dia tidak dilaporkan ke polisi atas kasus penganiayaan. Bisa diamuk mamanya kalo begitu.
"Lo urus aja tuh cewek, bawa dia ke rumah sakit. Kayaknya tangannya patah tuh, lagian napasnya juga masih megap megap kayak ikan cupang, siapa tau dia masih butuh oksigen."
Semua yang mendengar ucapan mikayla menganga kaget. Santai sekali gadis ini seperti tidak ada masalah sebelumnya.
"Ayo Den, pulang ...."
Mikayla menarik tangan Adena tanpa perlawanan. Mereka berjalan membelah kumpulan murid murid yang masih betah mengerubungi TKP. 'Kayak laler yang ngerubunin makanan basi aja kalian!' Mikayla membatin.
"Gadis yang unik!" Kompak Arvin, Ghazi, dan Aldo berceletuk. Sedangkan Jayden sudah menggendong Nina menuju UKS.