1. Prolog
Kegembiraan, kebahagiaan dan wajah ceria memenuhi suasana ruang pesta. Setiap tamu undangan yang hadir dalam perbincangan hangat betapa momen ini mereka tunggu sejak lama. Pernikahan dari kerabat mereka July Foster, yang selama ini mereka kira tidak tertarik pada hubungan percintaan. Perayaan ini terbatas hanya dihadiri oleh kerabat, kenalan dekat serta rekan kerja mempelai pengantin. Tapi ada satu hal yang berbeda, pada kartu undangan serta dekorasi ruang pesta tidak ada satu foto pun terpajang potret pasangan mempelai pria dan wanita, bahkan nama mempelai pria dan wanita juga tidak tertera. Hadirin hanya bisa bertanya-tanya, apakah hal itu adalah bagian dari konsep pesta.
Di ruang tunggu pengantin, July dengan gelisah menanti kedatangan Argus yang mana sejak tadi tidak dapat dihubungi. Pintu ruang tunggu terbuka tapi yang muncul dari balik pintu bukan wajah seorang yang sedang July nantikan. Sepupu dan tante dari pihak sang ayah July yang telah lama berpulang menghampirinya dengan wajah resah namun berusaha tidak panik karena ingin menjaga kedamaian hati July pada hari penting dalam hidupnya ini.
Sang sepupu―Pansy, bergerak lebih dekat pada July untuk bicara berbisik di telinganya. “Di mana pengantin prianya? Sungguh kau punya calon pengantin pria? Atau semua ini adalah lelucon kamera tersembunyi?” Pansy masih duduk di bangku sekolah, usia belia terpaut jauh dengan July.
“Hush! Jaga ucapanmu!” Bentak sang ibu yang masih bisa mendengar ucapannya. Pansy hanya menambah kegelisan hati Audie. “Akibat terlalu banyak melihat tontonan prank! Kamu pikir pernikahan itu main-main?”
Pansy menciut mendapat teguran dari sang ibu, padahal ia hanya bermaksud mencairkan suasana dengan lelucon. Baik di ruang acara mau pun di ruang tunggu, semakin berlalunya waktu atmosfir sekitar semakin terasa kelam. Semua itu penyebabnya adalah karena satu alasan, keberadan pengantin pria yang belum bisa ditemukan kehadirannya di sana meski dalam kurun waktu kurang dari sesetengah jam ke depan pengantin pria dan wanita harus segera memasuki ballroom dan berjalan menuju altar untuk di ambil sumpah setia pernikahan.
“Aunty sebaiknya menunggu saja di dalam...” Ucap July merasa bersalah.
“Tidak-tidak, aku mencemaskan keadaanmu.” Audie tidak hentinya meremas sapu tangan, gestur dari perasaan gelisah. “Oh Tuhan... Semoga tidak terjadi suatu apa pun yang buruk.” Pikiran Audie tidak kuasa menepis bayang bencana yang mungkin saja bisa terjadi pada calon pengantin pria saat dalam perjalanan menuju gedung pernikahan.
Namun July mencemaskan hal lain, kata hati kecilnya seolah telah menemukan jawaban. Ya, keadaan ini terasa tidak asing. Semua pemikiran dan kenangan itu July telan sendiri, tidak ingin semakin memperburuk keadaan. July hanya akan berpikir sederhana, bila Argus tidak juga muncul sampai detik terakhir maka pernikahan ini batal terjadi.
Suara ketukan di pintu terdengar, lalu tak lama setelahnya pintu terbuka. Seorang wanita yang terlihat jelas dari blazer hitam dikenakannya adalah pegawai hotel yang menangani acara pernikahan July memberi kabar, “Mempelai pria sudah tiba...” Di muka pintu terlihat sosok siluet karismatik, gagah dan kekar dengan busana elegan rancangan khusus designer hadir di hadapan July, Audie dan Pansy yang memang sudah menunggu-nunggu.
July terkesiap langsung berdiri terpaku, memperlihatkan jelas keseluruhuhan bentangan indah nan anggun sekaligus glamornya rancangan gaun pengantin yang ia kenakan. Wajah Audie dan Pansy pun secara otomatis merekah, tampak lega. Sekaligus terkesima dengan wajah rupawan pria pendamping pilihan July itu yang dengan mati-matian dirahasiakannya dari kerabat dan orang sekitar.
“Syukurlah... Kamu berhasil tiba tanpa kekurangan suatu apa pun!” Audie hampir menangis karena perasaan haru dan lega.
“Maafkan saya tante Audie, keterlambatan saya pasti sudah membuat Tante dan kerabat semua resah.” Ucapnya yang disebut sebagai pengantin pria itu.
“T-tunggu!” Nyaris tanpa bisa berkata, hanya satu kata itu yang berhasil keluar dari mulut July. Lidah kaku, kerja otaknya berhenti seakan membeku karena situasi membingungkan ini.
“Kita bisa berbincang panjang nanti setelah acara.” Audie merasa keadaan mendesak, ia juga harus kembali ke dalam ruang acara mengabarkan situasi terkini pada mereka lainnya yang pasti sedang menunggu juga. “July, Aunty akan kembali ke dalam.” Sentuhan lembut tangan Audie pada rambut July yang tertata rapih dengan model cepol ke atas, bentuk lilit kepang. “Pansy, kita kembali.” Ajaknya.
Audie atau pun Pansy tidak cukup jeli membawa ekspresi wajah July saat ini, dalam benak mereka hanya ada kedamaian karena mempelai pria sudah menampakkan diri. Setelah kepergian Audie dan Pansy, dalam ruang tunggu pengantin hanya tinggal July, seorang pegawai hotel dan pria yang datang secara tiba-tiba dengan mengaku sebagai calon mempelainya tersisa.
***
“Apa-apaan ini!” Protes tegas July pada pria di hadapannya.
Dengan sikap tenang pria itu hanya menjawab July dengan gestur jemari di mulut, memintanya untuk tetap tenang. “Bisa tinggalkan kami berdua.” Pintanya pada pegawai hotel. Lalu sesuai permintaan pegawai keluar dari dalam ruangan, tersisa hanya mereka berdua di sana.
“Sebelumnya, ijinkan saya memperkenalkan diri.” Wajah July masih belum berubah, bingung dan kesal. “Nama saya N, seorang agentt yang dipekerjakan untuk menggantikan posisi tuan Argus yang tidak dapat hadir hari ini. Saya bertugas menjadi mempelai pria anda di pernikahan ini.” Terang N dengan sikap lugas, seakan sudah terbiasa dan ahli.
“Agentt? Tugas menggantikan Argus? Omong kosong apa semua ini?!” July geram, mana ada waktu dirinya saat ini untuk meladeni orang tidak waras dihadapannya. “Tunggu!” Awalnya July pikir pria dengan setelan formal busana pengantin ini salah atau keliru mendatangi tempat pernikahannya sendiri. Tapi nama Argus baru saja disebutkannya sesaat lalu, apa arti semua ini. “Kau maksudkan tadi Argus siapa? Argus Osborne?”
“Benar nona July, Argus Osborne kekasih anda yang seharusnya hari ini menikah dengan anda.”
Butuh waktu untuk July mencerna semua informasi itu saat ini. “Are you f*****g kidding me! Kau bilang Argus yang membayarmu untuk menjadi penggantinya di pernikahan?” Luapan kemarahan tidak lagi bisa July kontrol. “Di mana dia saat ini katakan!?”
Masih dengan sikap tenangnya dan profesional N menghadapi July. “Mencari atau memintanya datang sekarang tidak akan membantu menyelesaikan permasalahan nona, sebaiknya anda fokus pada acara pernikahan anda yang,” N melihat waktu pada arlogi mewah di pergelangan tangannya. “Tidak banyak lagi waktu tersisa untuk mengambil keputusan.”
“Keputusan?”
“Iya, keputusan apakah anda akan melanjutkan pernikahan ini dengan bersandiwara hingga akhir? Atau nona menolak tawaran kesepakatan saya dan memilih membatalkan pernikahan?” Penjelasan N langsung membuat July kembali pada akal sehatnya. Bukan waktunya mempertanyakan di mana kebaradaan Argus saat ini, yang mana sudah jelas ia meninggalkan July. Permasalahan besar itu adalah bagaimana dengan kelanjutan nasib pernikahan July sekarang.
“Tentu saja aku menolak!” Apa mereka pikir July sudah cukup gila menerima tawaran konyol itu.
“Hm, dalam situasi ini dengan semua resiko? Nona yakin?” July tidak perlu ambil pertimbangan lagi walau pun saat ini N mencoba meyakinkannya. “Saya rasa rencana ini memungkinkan untuk terjadi.” July menyimak perkataan N dengan ekspresi tertarik. “Setahu saya, nona tidak mengungkap identitas pengantin pria pada kerabat atau keluarga besar. Maka dari itu saya pikir pengantin pria bisa menjadi siapa saja, tidak akan ada yang tahu kebenarannya. Mana yang asli atau pengganti.”
July melakukan itu untuk melindungi Argus dari serangan dan penolakan kerabat dan keluarga besarnya. Tapi apa sekarang, ia gunakan hal itu untuk kabur dan melimpahkan tanggung jawab pada seorang pengganti?!
“Nona seorang yang merugi jika pernikahan ini dibatalkan, benar? Lingkungan sekitar, keluarga besar, citra, terlalu banyak yang akan nona korbankan.” Bagian dari pekerjaan N sebagai agentt adalah meyakinkan klien untuk memakai jasanya tentu saja. Bagaimana pun ia harus berhasil meyakinkan July untuk mempekerjakannya.
Ucapan N benar jika July pikirkan. Semua sanak saudara, kerabat dan keluarga besar serta rekan kerjanya berada di gedung pernikahan saat ini. Ditambah lagi jika July ingat, tante Audie pasti sudah mengabarkan pada semua orang bahwa pengantin pria telah sampai saat ini. Jika July membatalkan acara sekarang, maka ia harus menghadapi masalah lebih besar lagi dari pada sekedar perjodohan yang diatur Audie.
Sekali lagi pintu diketuk pegawai hotel, ia masuk untuk mengabarkan sudah saatnya pasangan pengantin hadir memasuki ruang acara. July masih bimbang dengan banyak pemikiran untuk mengambil keputusan.
“Bagaimana?” N menatap July dengan lekat dan tekad terpancar dalam setiap bagian dirinya. Uluran tangannya menunggu tangan July untuk menyambutnya.
Bayang wajah tante Audie sebagai pengganti kedua orang tuanya yang telah tiada melekat jelas dalam benak July. Betapa menyakitkan dan melukainya jika Audie harus menerima pernikahan July gagal setelah penantian panjang. Apa July punya cukup keberanian untuk mengecewakan Audie setelah semua ini.
July terdesak tidak punya waktu dan pilihan, sekejap pemikiran nekad menguasainya. Saat ini yang harus July hadapi dan selesaikan adalah permasalahan di depan mata. Dia mengambil resiko itu, permasalahan lain biarlah dipikirkannya nanti. Saat ini July cukup hanya fokus pada menyelamatkan hati dan perasaan keluarga besarnya.
July mengambil langkah pertama, seolah seperti dirasuki hal lain. Ia berjalan perlahan menghampiri N dan menyambut uluran tangannya. N tersenyum menawan menyambut July. Keduanya melangkah bersama menuju ruang acara. Dalam hidupnya di usia 31 tahun, July menikahi pria asing yang baru ditemuinya untuk pertama kali.
***upcoming