2. Syarat

1613 Kata
July hampir tidak punya waktu luang untuk santap siangnya, karena terlalu sibuk dan fokus dalam bekerja. Wanita itu memang terkenal dengan karir cemerlang dan hasil kerja sempurna, workholic orang di sekitar melabelkan dirinya. Tapi sekarang bagaimana bisa tantenya sendiri membuat janji tanpa persetujuannya dulu, membuang waktu berharganya pada sesuatu hal yang paling July benci bila ia bisa jujur. “Tapi bagaimana bisa Aunty bilang padaku sekarang setelah memilih pasangan kencanku dan menentukan tanggal?” Protes July dalam sambungan videocall dengan tantenya yang berada terpisah cukup jauh di negeri seberang. “Aunty tidak ingin mendengar protes, pembelaan atau apa pun itu alasanmu lagi Ly.” Beberapa alasan dan salah satunya hal satu ini yang membuat July dengan sengaja memutuskan untuk hidup jauh seorang diri. Melarikan diri dari segala hal tuntutan keluarga besarnya. Meski itu demi kebaikan dan bentuk cinta serta keperdulian mereka tapi July muak, merasa lelah dengan semua itu. “Kamu harus datang dan bertemu dengannya, aunty tidak ingin lebih lama menunggumu untuk menikah!” Benar, permasalahan yang terbesar dan paling mendesak adalah tuntutan pernikahan. July sudah memasuki usia berkepala tiga, 31 tahun. Di mata keluarga besarnya July terlihat seolah tidak memiliki niatan untuk menikah, tidak pernah memperkenalkan sosok kekasih sejak statusnya sebagai mahasiswa 9 tahun lalu. Atau pun tidak menunjukkan ketertarikannya pada hubungan percintaan yang membuat kerabatnya kian hari semakin cemas. “Aku mengerti. Aku akan datang sesuai seperti yang Aunty inginkan.” Dengan enggan, tanpa perasaan hati July menyetujui permintaan itu. Percuma July menolak dan bersikeras karena tantenya tidak akan berhenti melakukan hal yang sama sampai menyaksikan sendiri July menikah dengan seseorang. “Sungguh! Kamu tidak akan mengecewakan Aunty ‘kan sayang? Kamu akan melakukannya dengan baik dan berusaha memberikan yang terbaik. Janji?” Tuntut wanita yang telah cukup berusia di layar ponsel July dengan frame kamera menyorot bagian wajah amat dekat. “Aku janji.” July menatap kamera pada layar ponselnya agar tante bisa melihat wajahnya secara jelas saat mengatakan itu. Dengan begitu tantenya baru merasa puas dan tenang. Terdengar suara pintu ruang kerjanya diketuk dari luar. “Aunty aku harus kembali bekerja sekarang.” “Aku tahu sayang, jangan cemas aunty akan mengatur semuanya untukmu. Mengerti?” “Ya, Aunty.” Lalu panggilan terputus. July menghela panjang di kursi kerjanya, merasa pikiran di kepala terasa penat setelah pembicaraan telepon itu. “Masuk.” Pintanya pada seorang yang menunggu ijin di depan ruang kerjanya. “July, hari ini pun kamu melewatkan makan siang?” Komplain Argus melihat bungkus sisa makanan cepat saji. “Tidak lagi.. Kamu mengisi perut hanya dengan makanan cepat saji, itu tidak baik untuk kesehatanmu Ly!” “Argus, kau datang padaku hanya untuk bicara hal itu? Ini kantor dan perusahaan di mana aku bekerja. Bisa kau bedakan dan bersikap lebih profesional?” Segera setelah melihat siapa yang mendatanginya dan mendengar ucapan itu, emosi July tersulut. Mungkin masih ada kaitan dan pengaruh dari panggilan videocall tadi hingga ia melampiaskannya pada Argus. “July?” Mendengar nada bicara July yang meninggi dan terbawa emosi menimbulkan pertanyaan bagi Argus. Ia datang karena menghkawatirkannya dan bermaksud melihat keadaan July meski hanya sekejap, maka itu Argus mampir ke kantor July sebelum pergi. Argus berkerja pada sebuah kantor pengacara ternama dan perusahaan July bekerja sebagai salah satu kliennya. Wajah Argus yang berubah penuh tanda tanya menatapnya membuat July menyesal dan tersadar telah meluapkan kekesalahan salah arah. “Argus aku...” July kehilangan kata-kata untuk membela diri. Jika dipikirkan perkataan July cukup tajam pada Argus tadi. “Aku rasa kita perlu waktu―” “Tunggu-tunggu!” Argus memotong perkataan July. “July, tenangkan dulu dirimu...” Argus berjalan mendekat, menghampiri July. “Mari kita bicarakan secara perlahan, ceritakan padaku ada apa?” Argus membawa July berdiri dari kursi kerjanya, beralih ke sofa untuk bicara berdua. “Perlukah aku pesankan tea atau coffe untukmu?” Maksud hati ingin mengajak July pergi makan siang bersama, tapi malah keadaan suasana hati July tidak terlihat baik. “Argus aku...” Pada perhatian yang Argus tunjukkan sekarang tidak membuat July merasa lebih baik, sebaliknya semakin Argus berusaha malah semakin membuat July muak pada hubungan ini. “Katakan July, akan aku dengarkan.” “Akhir pekan ini aku akan ikut kencan yang disiapkan Aunty.” Ucapnya tanpa melihat wajah Argus, July sudah tidak peduli. Ia sudah tetapkan, “Kali ini bila semua berjalan lancar aku akan menikahinya.” Keputusan yang July ambil baru saja sesaat lalu. Wajah Argus seketika kaku, terkejut dengan pengakuan July yang baru saja didengarnya. “T-tapi sayang...” Argus panik, tidak bisa berpikir jernih. Pasalnya bila July sudah memutuskan sesuatu, ia selalu serius dengan hal itu. Ini bukan sekedar ancaman atau angin lalu. Argus sangat tahu dan hafal sifat July, watak dan karakternya. Selama lebih dari sepeluh tahun mereka saling mengenal dan akhirnya kembali menjalin hubungan spesial. “Kau cukup tahu hal itu, aku tidak akan memintamu untuk mengerti.” July berdiri pergi meninggalkan ruang kerjanya dan Argus yang masih tidak tentu arah sendiri. ***         Pertemuan kencan July bertempat di sebuah hotel mewah dengan pelayanan memberi suasana privasi bagi pelanggan. Untuk makan di sana pelanggan sebelumnya harus membuat reservasi lebih dulu. Itu mengapa mungkin alasannya Argus bisa tahu dan menyusul July ke sana. Adegan berikutnya yang terjadi, Argus mengacaukan acara kencan July dengan muncul secara dramatis bah movie scene gendre super hero yang datang di saat-saat genting. Adegan berikutnya mudah ditebak, pasangan kencan July merasa tersinggung dan pergi. Kencan perjodohan July gagal total. “July! Tunggu! Dengarkan aku dulu.” Argus mengejar langkah July yang marah, tidak memberinya kesempatan membela diri dan mengabaikannya. “Ayo kita menikah! Menikahlah denganku July...” Tangan Argus menggenggam pergelangan tangan wanita yang amat dicintainya itu. Tidak ada wanita lain yang lebih Argus cintai melebihi July selama ini sepanjang hidupnya. July mana pernah terpikir Argus akan mengajaknya untuk menikah dalam situasi ini dan di tempat ini, basement. July menatap wajah Argus cukup lama dan tidak memberi tanggapan, membuat pria di hadapannya gugup bercampur cemas menunggu jawaban. “Argus! Jika kau mengatakan itu terpaksa dan dorongan sesaat karena terbawa suasana, tidak perlu lakukan itu.” “Tidak July, sama sekali bukan karena itu! Jangan pergi, bisakah kita bicarakan ini dulu berdua sekarang?” Pinta Argus dengan putus asa. “Argus, kau sudah menghancurkan kencan perjodohan yang diatur Aunty dengan segenap keseriusannya dan aku sekarang harus mengurus―” Belum selesai July bicara, ponselnya mendapat panggilan masuk roaming. Tanpa bicara untuk menjelaskan situasi, July memperlihatkan layar ponselnya pada Argus agar ia mengerti. July harus segera menerima panggilan itu, jika tidak permasalahan akan semakin membesar dan panjang. July meneruskan langkah kakinya menuju mobil yang semula menjadi tujuan, masih tetap diikuti Argus mengekor di belakang July. Mereka memasuki mobil. “Halo―” Begitu diterima panggilan itu, yang terdengar dari sambungan di seberang adalah kata-kata murka di telinga July. Memang July yang bersalah karena telah mengatakan tentang janji kencannya pada Argus sehingga pertemuan itu gagal total seperti ini. Seharusnya July tetap diam merahasiakan seperti yang sudah-sudah ia lakukan sebelumnya. “Apa yang terjadi? Apa maksudnya dengan muncul pria lain! Apa yang kamu lakukan July? Bukankah kamu sudah berjanji pada aunty!!” Tidak terlalu sulit untuk July menebak, bahwa tante sudah tahu apa yang terjadi di kencan tadi dari laporan pasangan kencannya sendiri. “Kamu sungguh akan mengecewakan aunty dengan sikap seperi ini July?” July bisa mendengar suara isak tangis. “Apa yang bisa aunty katakan nanti bila tiba waktuku bertemu dengan kedua orang tuamu July...” July mengela panjang, mulai merasakan penat. Perkataan yang sama selalu terucap bagai kaset rusak setiap kali situasi yang sama terulang. Tangan July mengepal menahan luapan emosinya yang hampir tumpah dengan semua kekacauan yang terjadi. Padahal ia sungguh berusaha menjaga janjinya dan ingin semua berjalan normal. Sementara Argus menutup rapat mulutnya, duduk diam menyimak percakapan telepon July di kursi penumpang. “Ooh July...” Ratapan terus terdengar sambil memanggil nama yang sama. “July...” “Sampai seperti itukah kamu tidak ingin menikah hingga menghancurkan kencan perjodohanmu sendiri... Huhu... July...” Rasanya seperti hati July tenggelam dalam genangan lumpur semakin dalam. “Aunty aku akan menikah. Aku akan menikah dengan pria pilihanku sendiri.” Ucapnya dengan sikap cukup tenang. Argus terperanjat dalam duduknya, matanya membelalak menunggu kelanjutan ucapan July. Suara tangisan di seberang sambungan berhenti. “Sungguh! Apa yang baru saja kamu katakan itu aunty tidak salah dengar Ly?” “Iya, aku akan menikah.” “Benarkah! Selama ini kamu punya kekasih? Jadi pria yang muncul di kencanmu itu―diakah orangnya? Siapa dia? Kenapa kamu merahasiakanya dari aunty selama ini? Kapan kamu pertemukan dia dengan aunty? Kapan kalian menikah?” “Aunty-aunt! Tenang, dengarkan aku dulu.” Sulit sekali agar perkataan July yang belum selesai untuk didengar. “Aku punya syarat.” “Syarat? Apa maksudmu dengan syarat?” “Iya syarat. Aku ingin Aunty dan seluruh keluarga besar tidak ikut campur dengan pria pilihanku. Tidak ada komplain, tidak ada masukan, tidak ada pertanyaan dan penasaran siapa calon pasanganku itu sampai hari pernikahan.” Tutur July panjang lebar menjelaskan. “Syarat macam apa itu July!” Mana ada persyaratan seperti itu, terdengar konyol memang tapi July punya alasan untuk semuanya. “Aunty tidak bisa menerima syaratku? Bila begitu kita lupakan, anggap aku tidak mengatakan apa pun.” “T-tunggu!” Tahannya. “Biarkan aunty dan yang lain bicarakan ini lebih dulu. Aunty tidak bisa mengambil keputusan sendiri, kau tahu bagaimana keluarga kita Ly...” Ulurnya dengan alasan klasik. “Kita lanjutkan lagi hal ini saat anggota keluarga yang lain sudah berkumpul sayang, tidak lama. Aunty akan menghubungimu kembali segera, oke?” Panggilan telepon berakhir. Satu rintangan masalah berhasil July pukul mundur. Dan satu rintangan lainnya siap menyergap July tepat berada di tempat duduk sampingnya. ***upcoming
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN