3. Blind Wedding

1306 Kata
July tertunduk menyandarkan kepalanya di setir kemudi. Bukan maksud diri berkata seperti itu pada tante Audie saat Argus berada di hadapan. “A-apa yang baru saja kudengar tadi...” Argus masih sulit untuk percaya. “July...” Binar mata Argus menuntut penjelasan. Baru saja sesaat lalu dirinya meminta July untuk menikah denganya tapi mendapat reaksi dingin July. Jelas harapan Argus kembali melambung tinggi. Sementara July merasa bodoh karena terlihat seperti menjilat ludah sendiri. Sejujurnya July memang sudah cukup lama memimpikan pernikahan tapi di depan Argus wanita itu tidak pernah menunjukkannya. July tidak menunjukkan ketertarikan untuk memulai rumah tangga, bukan karena tanpa alasan. Semua karena pasangan pilihannya saat ini yang tak lain Argus, dengan hubungan keluarga besarnya punya catatan sejarah buruk. Dengan kata lain tidak akan mungkin mendapat restu untuk hubungan mereka, bagaimana mungkin July membawa topik pernikahan di hadapan keluarga besarnya dengan memperkenalkan Argus sebagai calon suami July. “July-ku sayang, katakan! Apa aku salah sangka? Salah memahami?” Desak Argus tidak sabar. July menghela berat, merasa terpojok. “Argus, aku minta tenangkan dulu dirimu oke...” “Apa? Kenapa? Apa aku salah?” Argus malah bersikap semakin gelisah dan agresif. “Yang kamu maksud saat bicara di telepon tadi bukan diriku? A-Atau kau punya pasangan perjodohan lain?” “Tidak, yang aku maksud memang dirimu.” “Sudah kuduga! Ooh July... Kau menerima lamaranku!” Argus ingin sekali memeluk July erat tapi langsung dicegah oleh kekasihnya itu. “Tidak, tunggu dulu Argus!” July memberontak, menolak. “Dengar! Aku belum selesai. Tapi―” July harus bersikap tegas, pembicaraan belum berakhir. “Tapi apa?” Tanya Argus jengkel karena July memotong momen bahagia ini yang sepatutnya dirayakan ini. July menatap serius Argus dengan ekspresi marah. “Kamu lupa apa yang terjadi pada kita di masa lalu? Bagaimana bisa aku katakan pada keluargaku akan menikahimu!” Wajah Argus menegang sekeras batu. Salah satu alasan hubungan mereka tidak terbuka secara publik karena bila keluarga July sampai tahu pasti akan menentang keras jalinan asmara ini. Lantas sekarang mereka harus meminta restu untuk menikah. July sangat mengenal bagaimana keluarga besarnya. Rasanya kinerja otak Argus berhenti. “L-lalu aku harus bagaimana?” Argus terlihat kalut. “Aku-aku akan lakukan apa pun July, apa pun untukmu... Untuk kita! Asalkan tetap bersama dan menikah denganmu aku bersedia memohon dan berlutut di hadapan keluargamu!” Tidak, July tahu cara itu pun tidak akan berhasil membuat keluarganya memberi restu pada mereka. “Argus, beri aku waktu untuk memikirkan persoalan ini. Kita perlu mencari jalan keluar lain.” July berpikir keras amat serius. “Suatu solusi bukan konfrontasi...” “Maksudmu? Kamu bukan sedang mencari alasan untuk mencampakkan aku ‘kan July?” Argus tidak bisa mengerti mengapa July harus mencari cara lain sementara ia sudah bersedia datang pada keluarganya meminta restu, meski harus mati babak belur untuk menebus kesalahannya di masa lalu. “Oh Argus! Biarkan aku berpikir dengan tenang.” July muak dengan sikap picik dan curiga Argus pada hubungan mereka. Apa July masih belum cukup membuktikan diri atas perasaan cintanya pada Argus. Wanita mana yang mau kembali pada pria yang pernah menyakiti dan mengkhianatinya di masa lalu kalau bukan July sendiri. “Oke, maafkan aku sayang... Aku percaya padamu.” Argus meraih jemari tangan July lalu mengecupnya. “Perlukah aku yang mengemudi agar kamu bisa berpikir dengan tenang?” Argus tersenyum memamerkan pesonanya. “Aku ingin kembali ke rumah.” Ucap July singkat menyebutkan tempat tujuannya. “Baiklah my love, biar kuantar.” Argus segera keluar dari dalam mobil untuk berganti duduk di kursi pengemudi. Memang ini bukan momen lamaran seperti apa yang Argus bayangkan sejak lama. Tapi cukup berkesan dengan semua kejutan dan bumbu twist plot di dalamnya, yang mana mungkin itulah mengapa Argus setengah mati ingin bersama July. Argus tidak pernah merasa bosan bila bersama July, ia merasa lebih hidup selayaknya manusia jika bersama July Foster. *** Beberapa waktu berlalu sejak lamaran di basemen tempo hari. July sudah berpikir sangat keras dan lama, sampai akhirnya ia tercetus ide cemerlang atau mungkin gila bagi siapa pun yang mendengarnya. Tidak heran karir July cemerlang dalam pekerjaan, karena kemampuan intelektualnya dan bakat menyelesaikan segala permasalahan membuktikan itu. Atau mungkin itu semua tidak ada hubungannya dengan hasil pemikiran ide gila ini. Setidaknya begitu yang terjadi pada Argus ketika July menyampaikan hasil pemikirannya setelah menghabiskan waktu berhari-hari. “Pernikahan buta?” “Benar!” July nampak antusias sendiri dengan idenya. “Hah?” Sungguh Argus benar-benar terlihat bodoh dengan ekpresinya saat ini. “Apa maksudnya dengan pernikahan buta? Apa tamu undangan akan memakai tutup mata seperti pesta topeng begitu? Atau seluruh ruangan pernikahan akan gelap gulita?” Apa July memikirkan ide baru konsep pernikahaan atau kesehatan mentalnya tertekan karena desakan situasi, Argus sempat curiga untuk sesaat. Ucapan Argus bisa jadi lelucon menarik bila situasi mereka bukan dalam keadaan genting, pikir July. “Maksudku begini, aku berencana merahasiakan hubungan kita sampai detik terakhir di hari pesta pernikahaan kita dilaksanakan. Saat itu keluargaku tidak punya pilihan selain menerimamu dari pada membatalkan acara.” “July... Kamu serius tentang ini? Apa hal itu mungkin?” Untuk menikah tentu saja keluarga harus saling bertemu. Tapi tidak, mungkin Argus juga tidak akan banyak bicara pada keluarga besarnya bila menikah dengan July. Karena ini pernikahaan keduanya, Argus berencana hanya sekedar memberi kabar. Tapi situasi keadaan Argus berbeda dengan July, ini pernikahannya yang pertama. Sudah selayaknya keluarga besar July menginginkan segala sesuatu yang terbaik untuknya. “Bagaimana dengan undangan? Bagaimana kamu akan mengatasi pertanyaan keluargamu tentang calon pasanganmu?” Ya, Argus tetap pada pendirian awalnya bahwa ia harus menemui keluarga besar July menyerahkan diri dan meminta restu, atau apa pun itu sampai ia diterima.. “Sudah kukatakan, semua sudah kurencanakan dengan sempurna. Aku sudah tegaskan pada Aunty bahwa aku akan memilih pasangan hidupku sendiri. Dan aku memang ingin acara pernikahan sederhana dengan hanya dihadiri beberapa tamu undangan dari kerabat, teman dekat dan beberapa rekan kerja saja.” “Apa? Kenapa secara sederhana? Aku bahkan inginkan pesta besar-besaran selama 3 hari 2 malam bila perlu!” Ujar Argus berapi-api. “Pesta besar-besaran katamu! Apa yang ingin kau pamerkan dari pernikahan keduamu, huh?” Reaksi July langsung berubah marah karena ucapan Argus yang terdengar konyol baginya. Argus langsung terdiam merasa ciut diri. July menghela panjang, mencoba menenangkan diri. Pembicaraan mereka belum selesai dan harus kembali pada pokok masalah. “Keluargaku tidak akan bisa menentang keputusan yang sudah aku ambil.” July sangat percaya diri. “Karena bagaimana pun aku akan bersikeras untuk mereka tidak ikut campur dalam persiapan pernikahan ini.” Bila perlu July akan mengancaman selamanya tidak menikah bila mereka bersikeras ikut ambil bagian dalam proses persiapan pernikahan. July sangat tahu apa yang paling ditakuti keluarga besarnya, ketakutan itu adalah titik kelemahan mereka. “Karena itu kita buat acara sederhana saja.” Argus mengangguk tanpa bicara, tidak berani menentang July saat keadaan seperti ini. “Oh dan tentang undangan yang kau bicarakan tadi. Aku akan buat rencana tidak ada nama pengantin atau pun foto kita baik itu pada kartu undangan atau pun di ruang pesta pernikahan. Biarkan orang menerima hal itu sebagai konsep baru pernikahan kekinian. Itu yang aku maksudkan dengan blind wedding, karena tamu undangan tidak mengetahui siapa identitas yang menjadi mempelai pengantin priaku.” Semakin didengarkan semakin merasa bingung Argus dengan konsep pernikahan yang diusulkan July, namun ia tidak berani untuk menyela penjelasan wanita yang amat dicintainya itu. Melihat July yang begitu bersemangat merencanakan pernikahan mereka saat ini, otomatis membuat senyuman di wajah Argus bersinar cerah. Tidak pernah ia merasa sebahagia ini, menatap lekat pada setiap bagian wajah wanita yang dicintainya dengan seksama... “Argus! Hallo.. Kau masih di sana? Kau dengar aku!” Panggil July mengusir lamunan Argus. “Huh! Um, tentu saja July! Aku sepakat dan ikuti semua rencanamu, apa pun yang kau inginkan sayang...” Membayangkan akan hidup bersama July kelak sudah cukup membuat Argus mabuk kebahagiaan. ***upcoming
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN