4. Pertemuan Keluarga

1138 Kata
Semua anggota keluarga besar July telah berkumpul, mereka saling terhubung dalam panggilan video yang dibuat secara grup. Pertemuan lewat sambungan jarak jauh ini adalah untuk merundingkan keputusan July yang akhirnya akan menikah tapi dengan mengajukan syarat sebelumnya. Permasalahan timbul kemudian, mengapa July harus menyebutkan syarat terlebih lagi teramat tidak masuk akal untuk diterima bagi seluruh keluarga besarnya. “Audie mengatakan kamu memberi syarat pada kami tentang rencana pernikahaanmu July, syarat apa itu?” Tanya paman dari pihak ayah July. Dibanding anggota lain yang dituakan di keluarga besar July, ia yang paling muda usianya dan berpikir rasional dalam menyikapi permasalahan. “Apa maksudnya?” Reaksi dari tetua yang berbeda. “Syarat? Apa Audie sudah mulai pikun hingga bicara melantur seperti itu?” Sementara yang satu ini tante dari pihak ayah July memang cenderung berkomentar pedas meski bukan maksud hatinya, hanya saja cara bicara dan pembawaan sikap sehari-hari asli seperti itu. “Semuanya tenang-tenang, tolong bicara satu persatu.” Pinta paman paling muda usia tadi. Memang bila ada diskusi keluarga ia entah mengapa jadi berperan seperti moderator. “Bisa kamu permudah jelaskan pada kami sekarang July? Apa maksudmu dengan syarat?” Kali ini paman dari pihak ibu July yang bicara dan merupakan yang paling tertua usia di antara lainnya. Sebenarnya masih banyak anggota lain yang turut berada di lokasi masing-masing saat panggilan video terjadi. Hanya saja mereka seperti audien yang tidak meliki hak suara dan berpendapat dalam pertemuan itu. Termasuk nenek-kakek atau buyut July dari pihak keluarga ayah-ibunya yang hanya memilih peran sebagai pengamat, beserta sepupuh dan sanak famili July. Sambungan video ini memang sudah layaknya seperti pertemuan keluarga besar mereka dari berbagai penjuru negara seberang benua. “Apa yang aunty Audie sampaikan tentang syarat memang benar aku yang meminta itu. Aku ingin kalian mendengarkanku dulu sampai selesai bicara. Apa bisa kalian tepati?” Pinta July pada komitmen orang-orang yang dituakan di keluarganya itu. Mereka semua sepakat dengan memberi tanda anggukan kepala. July dapat melihat anggota keluarga lainnya yang berada di latar belakang layar bergerak merapat ingin mendengar dengan jelas. Rincian persyaratan itu sebagaimana disebutkan July, “Poin pertama! Aku hanya akan menikah dengan pria pilihanku sendiri. Tanpa menerima komplain, penolakan, campur tangan siapa pun dalam keputusanku ini. Kedua! Aku juga tidak ingin pada proses persiapan pernikahanku nanti kalian ikut serta mengaturnya. Itu tidak perlu, karena aku berencana menyerahkan semua itu pada WO. Dan yang ketiga! Aku tidak akan perkenalkan atau pun pertemukan kalian dengan calon suami pilihanku sampai acara pernikahaan digelar nanti. Maka aku hanya akan menikah jika kalian setuju untuk menerima persyatanku ini.” “A-Apa?” Reaksi dari mereka yang ikut menyaksikan jalannya diskusi ini. Bahkan sebagian orang langsung menjauh jaga jarang, saling bertukar tatap bingung. Sementara yang lain menutup mulut mereka menahan hasrat untuk mengintrupsi jalannya rundingan itu, salah satunya Pansy. Setelah hening sesaat akhirnya salah seorang bicara. “Kamu serius dengan semua persyaratanmu itu July?” Suami tante Audie bertanya pertanyaan yang sudah jelas jawabannya saking masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya bersama yang lain. Sementara Audie tetap diam tidak ikut bersuara, merasa pusing dan kepala berat tertunduk amat dalam. Terlihat anggota keluarga yang paling dekat hubungannya dengan July itu tengah berkumpul duduk di sofa ruang keluarga. “Aku bisa paham untuk yang kedua karena yaa, banyak anak muda melakukan hal itu saat ini. Tapi ada apa dengan syarat terakhirmu itu? Aku sama sekali tidak bisa mengerti!” Tutur paman paling muda yang awalnya bersikap tenang mulai terbawa emosi. “Kamu akan menikahinya tapi kami tidak boleh menemui calonmu hingga hari pernikahan? Kamu pikir itu masuk akal July? Bagaimana kami bisa mengenal dan menilai pria pilihanmu itu!” Kritik datang dari tante July yang bermulut sedikit pedas. “Aku mengajukan syarat itu memang untuk tidak kalian nilai, atau menerima apa pun protes yang kalian katakan seperti sekarang. Pilihannya adalah kalian menerima persyaratanku ini atau tidak?” Jika tidak mereka terima kapan lagi July akan menikah. Ini pertama kalinya July sampaikan sendiri akan menikah setelah sekian lama hitungan tahun berlalu. Berbagai reaksi kembali muncul terlihat, namun sebagian besar menunjukkan ekspresi sama hening tanpa kata dan terperanga. Kehilangan kata-kata setelah mendengar syarat yang July ucapkan.Sebagian lainnya lagi masih meraba arah pembicaraan, mencoba untuk menangkap keadaan yang terjadi. “Bagaimana?” Desak July, ingin segera mengakhiri pertemuan. Sudah cukup dari batasan July untuk mempertahankan sikap tegar dan gigihnya di hadapan seluruh anggota keluarga. Tampil dengan mental bermuka tembok dan berdarah dingin, karena July sangat tahu tidak akan ada seorang pun yang berpihak di sisinya. Lebih dari ini July bisa kehilangan kepercayaan dirinya. “Atau kalian lebih senang memilih dan melihatku menghabiskan waktu melajang hingga usia tua seorang diri tanpa menikah?” “July! Jaga cara bicaramu itu.” Kali ini Audie merasa marah karena pertemuan ini berkumpul semua orang yang dituakan dan seharusnya dihormati sebagai pengganti kedua orang tua July yang sudah tiada. Lebih lagi Audie tidak senang dengan pemilihan kata July yang memang untuk mengancam mereka. “July-ku sayang... Apa alasan yang membuatmu sampai mengajukan persyaratan ini pada kami?” Ucap paman Robert merasa amat sedih, cobaan apa lagi yang datang padanya di usia senja menanti ajal itu. Sebagai yang paling dituakan pada forum pertemuan ini, satu harapan terbesar Robert di penghujung hayatnya adalah hanya ingin melihat July hidup bahagia bersama pasangan hidupnya dalam bingkai pernikahan. July terdiam cukup lama, tidak ingin lagi salah bicara dan terlihat frontal dengan kesan agresif atau sifat bar-bar seperti tidak pernah mendapat pendidikan layak dan baik dari keluarga. Bukan July tidak bisa merasakan tekanan berat dan kesedihan yang dengan kesadaran penuh ia terbarkan pada anggota keluarganya. July harus melakukan itu meski terpaksa menyakiti. Karena July ingin rencana untuk meyakinkan seluruh keluarga bisa menerima persyaratannya itu berhasil. “Aku tidak ingin banyak beralasan atau membela diri. Maafkan aku... Aku hanya tidak ingin gagal lagi.” Lalu keheningan itu seusai perkataan July menjalar keseluruh peserta yang terhubung lewat sambungan video call. Sekali lagi July dengan sengaja mengunakan kata-katanya menyakiti hati keluarga besarnya, khususnya tetua dengan mengungkit luka dari kejadian lama yang membawa kesedihan dan suasana seketika hening nan suram. “Beri kami waktu sebelum memberimu jawaban nak...” Lalu panggilan video itu berakhir dengan terputusnya satu persatu sambungan dari para partisipan. Kecuali dari satu orang, Audie.  “July, aunty harap kamu bisa mencabut keputusanmu tentang syarat itu. Dan, maafkan aku membentakmu tadi di depan yang lain...” “Tidak Aunty, July yang berssalah...” Bagaimana July akan menjelaskan dirinya nanti pada keluarga besar setelah tahu bahwa pria yang dinikahinya tak bukan adalah Argus, seorang yang pernah menorehkan luka di hati seluruh anggota keluarga besar July. Saat sambungan video sepenuhnya berakhir. July menangisi semua ucapan, sikap dan keputusan yang diambilnya itu. Entah July merasa tidak yakin apakah pengorbanan besar ini sepenuhnya layak demi memperjuangkan Argus untuk berada di sisinya... Apakah ada cinta tanpa jalan pengorbanan untuk July dalam takdir hidupnya. ***upcoming  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN