· Empat
Cinta bisa tumbuh kapanpun dan pada siapapun. Dan ketika aku memutuskan untuk mencintainya. Maka sudah kuputuskan kalau aku juga siap bersahabat dengan air mata.
***
Untuk yang kedua kalinya Bianca merasa begitu bodoh bisa terjebak dengan gairahnya sendiri. Mengapa bisa dia melakukan hubungan badan dengan Arwanda untuk yang kedua kalinya?
"Mengapa kau menangis, heum?" tanya Arwanda, ketika ia membukamata ia mendapati Bianca yang sedang menangis usai percintaan panas mereka.
Mengapa dia menangis disaat dia menikmati sentuhanku? Tanya Arwanda kepada dirinya membatin.
Arwanda masih mengingat jelas mimik wajah Bianca yang menikmati setiap sentuhannya. Dia mengaku salah karena telah memerawani Bianca tapi bukan berati dia juga menyesal telah melakukan itu.
"Diam saja kau b*****t!!!" pekik Bianca marah. Dia tidak tahu terbuat apa hati pria itu. Bagaimana bisa dia mempertanyakan apa alasan Bianca menangis."Kau merusak hidupku!!!"
"Merusak? Bagaimana bisa kau mengatakan aku merusak hidupmu, disaat kau sendiri menikmati itu semua." ucap Arwanda statistik.
Bianca diam. Dia membenarkan semua ucapan Arwanda. Bagaimana bisa dia mengatakan Arwanda merusak hidupnya sementara dia sendiri menikmati setiap sentuhan yang diberikan Arwanda kepada dirinya.
"Ahkkkkk..kau..hiksss...." triak Bianca frustrasi, ketika dia tidak tau mau mengatakan apa lagi. Hatinya serasa diremas ketika ia mengingat kalau dirinya sekarang adalah gadis murahan.
"Diamlah. Dengan kau menangis, apa masalahmu akan selesai?" ucap Arwanda lembut. Kali ini dia menarik tubuh mungil Bianca untuk masuk ke dalam dekapannya. Tubuh polos mereka saling bersentuhan yang menimbulkan rasa hangat.
"Hikkss..hiks.." bukannya diam, Bianca malah semakin kencang menangis di dalam dekapan Arwanda. Dia menganggap kalau kali ini dia benar- benar butuh seseorang untuk menumpahkan air matanya dan itu semua dia dapat dari dekapan Arwanda untuk saat ini.
"Shhhht, diamlah princess." Arwanda mengelus lembut punggung telanjang Bianca. Dia merasa seperti laki-laki paling berdosa karna tega menyakiti wanita yang dia cintai.
"Hikss..hiksss .. Aku akan diam, tapi kau harus mengatakan terlebih dahulu kalau aku ini bukan jalangmu." Arwanda mengulum senyum ketika mendengar ucapan polos Bianca.
"Kau bukan jalangku princess Bianca Zamora." bisik Arwanda tepat di telinga Bianca. "Tapi kau adalah wanitaku, milikku dan akan menjadi calon ibu bagi anak-anak kita kelak."
Bianca mengerjapkan matanya lucu ketika mendengar ucapan Arwanda. Tangannya ia ulurkan untuk menyentuh kening Arwanda. "Kau tidak sedang sakit. Tapi kenapa omonganmu ngelantur begitu?" tanya Bianca.
Arwanda meraih tangan mungil Bianca dan meletakkannya di bibir miliknya. "Aku sedang tidak mengelantur seperti yang kau katakan Bie. Aku serius ingin menikahimu karena aku mencintaimu." Arwanda menatap tepat dimanik mata milik Bianca. Jantungnya memompa begitu cepatnya. "Aku mencintaimu..." lirik Arwanda sekali lagi. Bianca bingung. Apa dia harus percaya dengan omongan Awanda atau tidak.
Bagaimana bisa dia mencintaiku disaat dia sendiri menyakitiku dan menghinaku sebegitu kejamnya. Batin Bianca gelisah
"Aku tidak percaya. Bagaimana bisa kau mengatakan Cinta disaat kau sendiri tega menyakitiku." ucap Bianca.
"Maaf kalau kau merasa aku telah menyakitimu dan membuat kau menangis. Tapi jujur itu semua kulakukan karena aku marah ketika kau memperlihatkan tubuhmu kepada pria lain." jelas Arwanda.
Bianca menggeleng tidak percaya mendengar penuturan yang dilontarkan Arwanda kepadanya. Alasan apa itu?
"Kau terlalu bodoh untuk mencari alasan Tuan. Bukankah kau tau kalau itu adalah pekerjaanku dan hei!! Aku masih mengingat jelas apa hinaan mu tentang tubuhku." Bianca menghembuskan nafas gusar, ketika ingatan akan hinaan Arwanda akan tubuhnya. "Maafkan aku. Dan lagian sudahlah lupakan itu semua karena sekarang kau sudah mengetahui aku mencintaimu." bisik Arwanda menarik tubuh Bianca untuk dia peluk.
"Tap_
"Tidurlah Bie. Apa kau tidak lelah berdebat sedari tadi? Aku mengantuk dan cukup lelah." lirih Arwanda memejamkan matanya.
Bianca mendengus kesal tapi dia juga merasa cukup lelah untuk berdebat dengan Arwanda.Perlahan Bianca dan Arwanda tenggelam dalam dunia mimpi mereka.
***
Sulit ku mengartikan rasa ini..
Padahal terlihat jelas dimataku.
Pikiranku berkata "ya "
dan hatiku berkata "tidak"
Saat semua terlukis jelas di hadapanku
kau tebarkan beribu kata kata indah
untuk dia..dia..dan mereka..
Mungkin aku adalah salah satu korban cintamu..
yang tak mudah untuk menghapus semua memori tentangmu..
Kamu benar benar sang penakluk hati..aku mengaku kalah..
atas semua yang kau beri..
bunga...kado..puisi..puisi..semuanya terangkai indah untukku..
Kau sang peluluh hatiku..
aku terbuai dan terluka..
***
Bianca Menghapus bulir-bulir air mata yang mengalir dipipihnya. Untuk yang kesekian kalinya dia melihat Arwanda bercinta dengan wanita lain. Ya dia dan Arwanda telah memutuskan untuk menjadi sepasang kekasih setelah perdebatan mereka usai percintaan kedua mereka beberapa minggu lalu.
"Hon..kau menangis lagi?" tanya Maya. Beberapa minggu terakhir ini dia sudah terlalu sering melihat Bianca-kesayangannya menangis. "Kau masih belum mau bercerita denganku, Hon?" tanya Maya dengan kecewa.
"Maaf May, aku belum siap." ucap Bianca menyesal. Karna jujur memang dia belum siap untuk menceritakan apa yang terjadi akhir-akhir ini dengan hidupnya. Dia hanya memberitahu bahwa dia sedang dekat dengan seorang pria. Dan soal apa pekerjaan yang digeluti oleh Bianca saat ini adalah dia dan Maya memutuskan untuk membuka butik kecil-kecilan dan Bianca memutuskan untuk berhenti dari dunia model atas permintaan Arwanda.
"Tidak apa-apa Hon. Oh iya hon, apa kau tau kalau beberapa waktu lalu si Jack mengatakan cintanya kepadaku." Bianca bergidik ngeri mendengarkan cerita Maya.
"Apa kau sudah gila, May? Dia itu seorang pria. Dan ohh Tuhan, jangan bilang kau menerimanya?" Tebak Bianca ketika melihat wajah berseri bahagia Maya ketika menyebutkan nama Jack.
"Apa Kau lupa hon, kalau aku sudah lama tertarik dengan Jack. Dan yaaah aku menerimanya." jelas Maya.
Bianca tak habis pikir kalau ternyata Maya benar-benar pria jadi-jadian. "Dan kau tau hon, Jack itu pria yang paling hot yang pernah kutemui. Ciumannya benar-banar menggairahkan." ucap Maya dengan wajah Mupeng.
"Diamlah May. Aku geli mendengar ceritamu." ucap Bianca menutup kedua telinga.
"Dan Jack itu memiliki kemaluan yang sangat be___
"Diamlah Maya.. Kau menjijikkan!!!" ucap Bianca kesal sambil berlalu meninggalkan maya yang terkekeh melihat tingkah Bianca yang seperti anak kecil.
"Hon, ayolah dengarkan aku dulu. Aku benar-benar ingin cerita." Bianca menggeleng cepat, menandakan kalau dia tak ingin mendengarkan cerita Maya.
"No May. Aku tidak ingin mendengarkan cerita menjijikkan mu itu." Maya mencibir ucapan ketus Bianca. "Jangan mencibirku seperti itu Maya!!!"
"Aku tidak akan mencibirmu hon, kalau kau mau mendengarkan ceritaku." acap Maya bengis. "Kau mengatakan aku sahabatmu tapi kau sendiri tidak ingin mendengarkan curahanku. Sahabat macam apa itu?"
Bianca terdiam. Ia mencerna semua ucapan Maya. Dia bahkan bukan cuma menganggap Maya sahabat tapi sudah seperti saudara sendiri. memang menganggapnya sahabat bahkan lebih dari sahabat. Tapi bukan berarti aku mau mendengarkan kisah percintaannya dengan si Jack..Jack itu.. Uhhh!! Benar-benar menjijikkan. Ucap Bianca membatin. "Kau boleh cerita apa pun denganku May, tapi tidak dengan kau bercerita tentang percintaanmu dengan si Jack." ucap Bianca final .
"Tapi kau harus mendengarkanku hon. Kau tau Jack itu sangat Hot diranjang. Dia mampu membuatku triak ahu..ahhuhh.. Hon dan itu benar-benar harus dijempolin." ucap Maya dengan mata berbinar.
Namun tidak dengan Bianca yang kini bergidik ngeri membayangkan Maya dan Jack melakukan hubungan badan. Oh no!!!!! Itu benar-benar menjijikkan.
"Diamlah Maya!!!! Bukankah uda__
"Dan nanti malam kami berencana ingin melakukannya lagi hon. Huaa ini pasti menyenangkan." potong Maya melanjutkan ceritanya.
Maya benar-benar tidak bisa menahan keinginannya untuk bercerita tentang kisah percintaannya dengan Jack kepada Bianca.
Jack adalah pria pertama bagi Maya. Walau bukan Jack pacar pertama Maya.
"Kau menjijikkan!!!" ketus Bianca kesal.
"Kadang kala Hal menjijikkan itu bisa menjelma menjadi hal yang menyenangkan hon." ucap Maya membela diri.
"Diamlah May. Kepalaku pusing mendengarkan cerita menjijikkan mu itu." Bianca memijit pelipisnya yang berdenyut akibat merasa mual dengan cerita Maya.
Maya menghela nafas gusar. "Hhhh susah memang curhat tentang percintaan kepada anak perawan"
Hati Bianca terasa nyeri ketika mendengarkan ucapan Maya yang seolah mengatakan dirinya masih perawan. "Apa maksudmu May?"
"Maksudku sudah jelas hon, andai kau bukan perawan kau pasti tau gimana rasanya bercinta dan kau akan dengan senang hati mendengarkan ceritaku." jelas Maya.
"Dan kau tau May, aku juga akan dengan senang hati mendengar cerita percintaanmu kalau kau itu melakukan nya dengan perempuan." ucap Bianca sengit dan berlalu meninggalkan Maya yang cemberut akibat ucapan ketus Bianca.
Apa salahnya sih, bercinta dengan sesama jenis? Toh lubang sama pisang enaknya samaan. Gerutu Maya kesal.
***
Bianca melangkahkan kakinya memasuki kamar apartementnya.Satu hari ini dia benar-benar lelah batin. Mulai dari ia memergoki kekasihnya Arwanda bercinta dengan wanita lain dan dia juga harus merasa muak mendengar cerita Maya.
Bianca berdiri menatap keluar jendela. Terpampang indah cahaya gedung-gedung pencakar langit-Sanfransisco. Udah hampir 3 tahun dia menetap di kota SanFransciskoCalifornia As. Namun selama itu juga dia tidak pernah menikmati keindahan kota itu. Karena hari-harinya hanya sibuk memikirkan job dan job pemotretan yang mulai padat menghampirinya. Namun sekerang dia memiliki banyak waktu untuk menikmati keindahan kota ini.
Bianca bergidik geli merasakan ada dengusan napas hangat menerpa pipinya. Pipinya dicium sedangkan dua tangan kekar mendekapnya dan kedua telapak tangannya saling menyilang di pinggang kanan-kirinya yang ramping.
Bianca memberontak, namun apalah dayanya, tenaganya tak cukup kuat untuk melawan."Wan.. ngapain! Lepasin dong !!" Bianca berteriak agar dilepaskan. Karna bagaimanapun Bianca masih marah dengan Arwanda yang sudah seenaknya tidur dengan wanita selain dirinya.
"Diam sayang... Aku mencintaimu" bisik Arwanda di telinga Bianca.Hati Bianca mencelus sakit mendengar perkataan Arwanda yang menurutnya bushitt. "Lepaskan Wan.." mohon Bianca parau. Bagaimanapun dia adalah seorang wanita biasa. Siapa wanita yang tidak akan marah jika melihat kekasihnya bercinta dengan wanita lain?
Apa hanya dengan Arwanda menikmati tubuhnya, itu belum cukup? Kalau ia maka Bianca akan rela melepaskan Arwanda dan membiarkan lelaki itu mencari wanita lain yang bisa memuaskan nafsunya.
Arwanda diam. Ia menenggelamkan kepalanya dipundak Bianca yang mulai bergetar. Dia mengaku salah karena masih melakukan hubungan affair dengan wanita lain. Namun jujur, dihatinya hanya ada satu nama yaitu Bianca Zamora.
"Maaf." lirih Arwanda dengan penuh penyesalan.
"Kata maaf tidak cukup Wan. Kau melakukan ini bukan cuma sekali dan aku juga sudah berulang kali memaafkanmu."ucap Bianca serak."Namun apa hasil yang kudapatkan dari memaafkanmu? Kau tetap melakukan kesalahan yang sama tanpa memperdulikan perasaanku."
Arwanda diam mencerna setiap kata yang dilontarkan wanitanya. "Aku menyerah Wan." ucap Bianca melepaskan dekapan Arwanda dan menatap tepat dimanik mata milik Prianya. "Aku menyerah.." ucap Bianca sekali lagi.
Arwanda menggeleng. Dia tidak mau kalau Bianca pergi dan meninggalkannya. Dia sangat mencintai Bianca bahkan dia lebih mencintai Bianca dari hidupnya. " Dengan aku pergi, kau bisa melakukan hal apa pun tanpa ada yang melarangmu."
"Heii!!? Apa yang kau katakan. Kau tidak boleh pergi meninggalkanku." ucap Arwanda seperti tidak mau dibantah. Bianca menggeleng. "Aku tidak akan pergi. Aku akan ada disini tapi bukan menjadi kekasihmu melainkan sahabatmu." ucap Bianca tak yakin. Bagaimana bisa dia menjalin persahabatan dengan Arwanda? dan bagaimana bisa dia menyaksikan kelak Arwanda akan bersanding dengan wanita lain.
Bianca menggeleng. Dia tidak siap melihat pria yang ia cintai bersanding dengan wanita selain dirinya. Air matanya mengalir membanjiri pipi mulusnya.
"Please maafkan aku. Aku janji ini yang terakhir." lirih Arwanda memohon dan menarik Bianca untuk ia peluk.
"Aku mohon...."
Bianca mengangguk. Ia sudah bertekat ingin memberikan kesempatan terakhir. Persetan dengan perkataan orang yang mengatakan dia terlalu bodoh karena mau memberi maaf dengan mudah. "Terima kasih " lirih Arwanda semakin mendekap erat wanitanya.
Arwanda menurunkan kepalanya hingga tepat berada disisi leher Bianca. "Aku mencintaimu." bisiknya di telinga Bianca membuat Bianca kegelian saat ada dengusan nafas hangat menyembur bagian sensitif di belakang telinganya. Dekapannya semakin erat di tubuh Bianca sampai ia merasakan ada semacam benda keras menempel ketat di perutnya. Bianca semakin menggelinjang kegelian saat bagian belakang telinganya terasa digelitik oleh benda lunak hangat dan basah! Ooh..
Arwanda sedang menjilati bagian belakang telinga Bianca. "Aku menginginkanmu." bisik Arwanda semakin gencar mencium dan meninggalkan beberapa jejak kepemilikan di leher putih Bianca.
Sebelah tangan Arwanda memeluk pinggang Bianca dan sebelah lagi ia gunakan untuk meremas bagian b****g Bianca yang merasa kenyal ditangannya "aku menginginkanmu Bie.." bisik Arwanda lagi seolah ingin meminta izin. Dan dengan sekali anggukan dari Bianca Arwanda langsung menolong tubuh mungil Bianca.
"I love you."
"Me too"
***
Bianca mengatur deru nafasnya yang masih terasa berat. Hampir 3 jam ia dan Arwanda bergulat saling memuaskan nafsu mereka.
"Wan.."
"Hmm?"
"Berjanjilah.." lirih Bianca, dengan menggerakkan tangannya berbentuk gaya abstrak didada bidang Arwanda.
"Berjanjilah Wan, kalau kau tidak akan mengulangi kesalahan yang sama." ucap Bianca lagi.
Arwanda membuka matanya. Dia bingung harus menjawab apa. Dia tidak yakin akan bisa menepati janjinya untuk tidak tidur dengan wanita lain, mengingat libido nya yang sangat tinggi.
"Berjanjilah Wan.." ucap Bianca memohon sambil mendongakkan wajahnya menatap Arwanda yang memilih melihat langit-langit kamarnya.
Arwanda menarik nafasnya dalam-dalam. "Iya." ucapnya.
Bianca tersenyum dan semakin erat memeluk Arwanda. Dia merasa sedikit lega mendengar Arwanda sudah berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya.
Aku sangat mencintaimu Wan.Dan aku berharap kau pun mencintaiku sama seperti aku mencintaimu.
***
My love
When i looking to your eyes
That is the first time i know
I will love you
When you holding my hand
Thats the first time i understand
You will be mine
When you saying love
Thats the time i will be your love forever
Now, here
Only you who i want and no more
You are an angel
Who is sent by God to me
For making happiness in my life
***
Puk.. Puk...
Bianca bertepuk tangan girang ketika Arwanda selesai membacakan puisi untuk dirinya. "Aaahh itu benar-benar hal teromantis yang pernah aku alami." ucap Bianca jujur dengan mata berseri-seri. Seumur hidupnya dia tidak pernah dibuatkan puisi atau bahkan digombal sama pria.
Arwanda adalah pria pertama dalam hidupnya, pria pertama yang mampu membuatnya melupakan cinta pertamanya dan bahkan melupakan masa lalunya. "Kau berlebihan Bie." Bianca menggeleng. Dia merasa bahwa dirinya tidak berlebihan karena memang kenyataannya puisi Arwanda tadi itu benar-benar so..sos..sssweet banget.
Sangking kegirangannya Bianca tak sadar sudah memeluk Arwanda. "No Wan. Yang tadi itu benar-benar Romannticeeee bangeeet... Huaaa love you so mucch Wan." triak Bianca girang sambil memberikan kecupan-kecupan kecil di seluruh wajah Arwanda.
Arwanda terkekeh kecil melihat reaksi berlebihan Bianca. "I love you too." bisik Arwanda dan menggiring tubuh mungil Bianca untuk kembali naik ke atas king size yang telah menanti mereka untuk melanjutkan pergumulan mereka yang tertunda.
***
"Ma... Kakak belum ingin pulang. Kakak masih ada kerjaan." lirih Bianca memohon ketika Mamanya-Ayu memaksa agar dirinya segera pulang ke indonesia.
'Kamu jangan membantah kak, papamu udah mendesak agar kamu segera pulang nak.
"Ma..mama kan bisa jelasin ke Papa kalau kakak belum bisa pulang. Kakak mohon Ma..." lirih Bianca yang mulai mengeluarkan jurus memelas andalannya.
Ayu disebrang sana terdengar sedang membuang nafas gusar.
'Mama nggak bisa kak. Pokoknya minggu depan kamu harus sudah pulang.' ucap Ayu final.
"Tap__
Tut..tut..
"Aarrrkkkhhhhkk" triak Bianca frustasi menjambak rambutnya gusar. Gimana bisa kedua orang tuanya memaksa dirinya untuk pulang ke Indonesia disaat hubungannya dan Arwanda masih hangat-hangatnya.
Bianca melirik kearah dimana Arwanda masih tertidur pulas tanpa merasa terganggu sedikit pun dengan suara Bianca.Perlahan tangan Bianca bergerak mengelus wajah polos Arwanda yang tampak menyerupai baby.
Alis ini milikku.
Mata ini milikku.
Hidung ini milikku.
Dan
Bibir ini juga hanya milikku.
Ucap Bianca dalam hati sambil menggerakkan tangannya menyusuri setiap lekuk wajah Arwanda. "I love you Wan.."
***
"Kenapa wajahmu seperti p****t anjing May." tanya Bianca penasaran ketika ia menemukan Maya pagi ini dengan wajah cemberut tanpa gairah. Istilahnya 'Hidup Segan, Mati tak Mau.'
"Diamlah hon, aku lagi tidak mood untuk bercanda." ketus Maya membuang mukanya dan kembali fokus menggerutu pada ponselnya.
"Ponselmu tidak bersalah May."
"Ponsel ini memang tidak bersalah tapi nomor yang tertera didalamnya yang bersalah." jelas Maya berapi-api. Kelihatan sekali kalau hari ini moodnya benar-benar buruk. Dan mungkin itu semua karena si Jack. Pikir Bianca.
"Kau tau hon, Jack sama sekali tidak ada menghubungiku dari kemarin malam hingga sekarang. Padahal aku sangat merindukan penisnya yang panjang itu." Bianca memutar mata jengah mendengar curahan Maya. Ok kalau kemarin-kemarin mungkin dia akan mual mendengar cerita frontal Maya, namun sekarang dia sudah biasa bahkan no comment.
"Aku benar-benar rindu dengan penisnya hon." ucap Maya dengan mata berkaca-kaca. Bulu mata lentiknya mengerjap-ngerjap tanda Maya benar-benar sedang sedih. Pipinya yang tirus dia gembungkan.
Bianca bergidik ngeri melihat mimik wajah Maya. Hellow ingatkan Bianca agar membawa Maya ke rumah sakit jiwa.
Jack itu pria dan Maya itu pria. Dan kenapa bisa Maya segalau itu hanya karena si Jack yang menurut Bianca sangat-sangat jauh dari kategori tampan.
"Udahlah May, jangan memasang wajah seperti begitu." Maya menatap Bianca kesal. Bianca itu sahabatnya apa bukan si? Seharusnya Bianca sebagai sahabat menghibur bukan mencemooh.
"Kau menyebalkan hon." ketus Maya.
"Ya ya ya. Memangnya seberapa besar p***s si Jack mu itu?" tanya Bianca berusaha mengalihkan pembicaraan dan menggoda Maya.
"Sepertinya kurang lebih 18 cm." jawab Maya dengan mata berbinar.
"Ahh itu masih kecil May, dan kau tau p***s seukuran 20 cm sudah pernah masuk ke inti tubuhku dan rasanya uhhhh .. Sangat-sangat nikmat..." ucap Bianca sambil membayangkan Arwanda sedang berada didalamnya.
"Kau!!!!!!" triak Maya spontan ketika mendengar penuturan Bianca tentang p***s 20 cm.
"Hehehe May, aku bisa jelaskan semuanya." Bianca menggaruk tengkuknya. Dasar bodoh kau Bie.
"Kau memang harus menjelaskan semuanya kepadaku Bie. Sebelum aku yang akan membuktikan omonganmu dengan cara mengangkangimu sekarang juga." Bianca begidik ngeri membayangkan Maya mengangkanginya dan oh no!!! Itu semua tidak bisa dibiarkan."Ayo jelaskan sebelum kesabaranku benar-benar habis."
Bianca menghela nafas. "Sebenarnya aku sudah nggak virgin lagi May, semenjak kejadian malam itu." Maya menatap sendu Bianca, ia menantikan kelanjutan penjelasan dari bibir gadisnya-Bianca.
"Lanjutkan Bie."
Bianca mengangguk. "Kau ingat May kejadian dimana aku meminta kau membatalkan kontrak kerja sama dengan Anggara Company ?" Maya mengangguk.
"Dimalam itu juga Arwanda datang dan dia menggodaku. Bukan..bukan lebih tepatnya aku terlalu murahan sehingga aku dengan mudah memberikan hartaku dengannya." Bianca menarik nafasnya dalam-dalam dan menyerka air matanya. "A..aku.. Hikss.. Murahan May. Aku nggak sepol..os yang kau kira.."
Maya menarik Bianca ke dalam pelukannya. Dia merasa bersalah karena telah meninggalkan Bianca malam itu dan membiarkan Bianca berdua di dalam satu ruangan dengan Arwanda Anggara, sang pria Cassanova ya ya lebih tepatnya penjahat kelamin.
Maya mengelus punggung Bianca dengan sayang. Rasa marah yang tapi sempat ia rasakan kini berubah menjadi rasa prihatin dan bersalah sekaligus.Andai dan andai malam itu dia tidak meninggalkan Bianca mungkin Bianca masih virgin.
"Udahlah hon, kau tidak murahan. Si b*****t k*****t Arwanda itu yang murahan. Awas saja dia kalau berani menunjukkan wajahnya di hadapanku maka dia akan merasakan kemarahan seorang Maya Angela." Ucap Maya dengan tangan yang mengepal dan wajah merah padam.
Bianca menggeleng cepat dan menatap tepat dimanik mata Maya. "No May. Kau tidak boleh memukul Arwanda. Karna dia itu kekasihku."
"Apa yang kau katakan hon?"
"Kau tidak tulikan May." dengus Bianca kesal.
"Ya ya aku tidak tuli dan oh My God. Kau sudah gila hon!!!" Maya menatap Bianca tidak percaya. "Kau berpacaran dengan seorang penjahat kelamin Aawwhh.."
Maya mengaduh kesakitan, ia mengelus kepalanya yang baru saja mendapat jitakkan dari Bianca. "Sekali lagi kau mengatakan kekasihku penjahat kelamin maka aku akan memotong juniormu." ancam Bianca.
Maya cemberut dan melindungi selangkangannya dari amukan Bianca. "Kau jangan memotong juniorku hon, tapi kau harusnya memotong junior kekasihmu itu." dengus Maya kesal.
Bianca menggeleng. Jika dia memotong junior milik Maya maka tidak akan ada yang dirugikan, tapi jika dia memotong junior Arwanda kekasihnya maka sudah bisa dipastikan masa depannya akan rusak dan dia akan kehilangan junior 20 cm miliknya.
"Nononono May!!! Mana mungkin aku memotong junior 20 cm itu." kata Bianca.
"Yayayaya terserahmu saja." dengus Maya dan berlalu pergi meninggalkan Bianca yang saat ini sedang membayangkan Arwanda berada diatasnya dan ohhh mygod itu benar-benar nikmat..
***
Bianca melirik ponselnya yang masih sama seperti sejam yang lalu, hitam melompong tanpa ada notif pesan yang masuk dari kekasihnya.
Bianca melirik Maya dipojok ruangan butiknya yang telah melayani pelanggan mereka. Hari ini butiknya masih sama seperti hari-hari sebelumnya sepi peminat mungkin itu karena butiknya baru buka dan masih banyak yang belum tau.
Ting
Bianca mengalihkan perhatiannya kearah pintu butiknya. Disana terlihat sosok pria berpakaian non-formal dengan celana jeans biru, kaos hitam dan kemeja biru mudanya. Membuat pria itu memilik aura yang menarik untuk mendapat tatapan kagum dari orang-orangdi sekitarnya.
"Ada yang bisa saya bantu Tuan?" tanya Bianca yang saat ini berada tepat didepan pria itu.
Pria itu menatap Bianca dari atas ke bawah, tatapannya seolah-olah sedang menilai penampilan Bianca. "Hmm. Kau melupakanku gamuk."
Deg
Jantung Bianca berdetak tak karuan mendengar pria itu menyebutkan gamuk-gadis gemuk. Nama yang paling sering disebutkan oleh sahabat masa kecilnya Arka.
"Kau...Arka?" tanya Bianca untuk meyakinkan. Pasalnya ia dan Arka sudah hampir 10 tahun tidak pernah bertemu.
Pria itu mengangguk dan merentangkan kedua tangannya. "Yes iam my little gamuk."
"Arka kampret, bodoh,gila!!" triak Bianca memeluk Arka sahabat masa kecilnya sekaligus orang yang memiliki peran penting dalam perubahannya saat ini.
Arka yang dulu dan sekarang benar-benar berubah. Arka-nya yang sekarang benar-benar tampan dan memesona.
"Kau ke mana saja ha!!! Kau membuatku seperti orang bodoh yang menunggumu setiap saat didepan taman." Bianca mengeluarkan unek-uneknya yang terpendam selama 10 tahun ini. Sejak Arka pergi Bianca selalu menyempatkan dirinya mengunjungi taman tempatnya dan Arka selalu menghabiskan waktu bermain. Namun hasilnya tetap nihil Arka tak pernah datang sampai ia memutuskan untuk menjadi model di negeri orang.
"Hikss..hiksss.. Aku pikir kau sudah melupakanku." lirih Bianca, memukul-mukul d**a Arka.
Arka menggenggam kedua pergelangan tangan Bianca. "Alka minta maaf sama gamuk, karena sudah bikin gamuk nunggu Alka."
Bianca mengangguk. Bagaimana bisa dia marah kepada Alka-nya. "Gamuk maafin tapi dengan satu syarat Alka harus meluk gamuk lagi, karena gamuk kangen Alka." Arka mengangguk dengan antusias dan memeluk Bianca dengan erat. Dia benar-benar sangat merindukan sahabat kecilnya itu.
"Missyou gamuk"
***
Bianca-Maya-Arka. Saat ini sedang menghabiskan waktu makan siang mereka dicafe pinggir jalan butik Bianca.
Bianca tersenyum kecil melihat Arka yang sudah tampak kompak dengan Maya, walau sesekali Bianca harus mengeram jengkel melihat Maya yang terang-terangan menunjukkan ketertarikannya dengan Arka.
"Hon, kalau kau menyuruhku memutuskan Jack saat ini demi Si tampan Arka maka aku akan langsung mengatakan iya." ucap Maya dengan menatap Arka dengan tatapan memuja.
"Enak saja kau. Arka itu milikku May. Dan kurasa kali ini kau akan kehilangan 18 cm mu itu." ucap Bianca menaik turunkan alisnya dan memajukan dagunya kearah belakang Maya.
Maya terkekeh. "Aku tidak peduli hon. Dan kurasa milik Arka lebih dari 18 cm dan mybe dia juga bisa membuatku tidak ahu ahu aahhh." Arka tersenyum mendengar penuturan frontal Bianca dan Maya.
Awalnya Arka mengira kalau Maya itu adalah kekasih Bianca namun setelah mendengar suara Maya, Arka langsung bisa menebak kalau Maya adalah pria jadi-jadian.
"Ehemm..ehemm." Maya membelalakkan matanya mendengar suara deheman yang sangat flamiliar bagi indra pendengarannya.
Bianca tertawa dalam hati melihat wajah pucat Maya. 'Apa itu Jack?' tanya Maya kepada Bianca tanpa mengeluarkan suara.
Bianca mengangguk. Dan perlahan Maya memutar tubuhnya 90° dan tatapannya langsung ketemu dengan mata merah Jack. "Hehe beib.." cengir Maya.
"Kita putus!!!" bentak Jack dan berlalu meninggalkan Maya.
Dengan gerakkan cepat Maya langsung melangkahkan kakinya mengejar Jack yang tampaknya sangat-sangat marah.
"Hahaha..hahaha yaa Tuhanku hahahaha." Bianca memegang perutnya ketika melihat mimik wajah Maya.
"Kau sahabat yang sangat-sangat keterlaluan gamuk."
Bianca menetralkan nafasnya. "Haha..haha.hhh tapi tadi itu mimik wajah Maya sangat-sangat lucu Ka."
"Tapi ngomong-ngomong, kau menemukan sahabatmu itu dari planet mana?"
"Pluto." jawab Bianca cepat yang membuat kali ini yang terdengar hanya tawa Arka.
Hari ini benar-benar menyenangkan bagi Bianca, karna dia dan Arka melewati hari ini dengan penuh canda dan tawa.