Penyesalan

719 Kata
Aku mengerjab dari tidurku ketika cahaya matahari pagi menerobos masuk ke jendela, ku tatap Vanesha yang tidur pulas di pelukanku. Jari kami saling bertaut setelah bercinta semalam, ku tatap jari Vanesha yang terpasang cincin berlian hadiah ulang tahun dariku kemarin malam. Setelah kami selesai mandi, kami berniat pulang pagi ini. "Bang, kita belanja dulu sebelum pulang ya? " pinta Vanesha dan aku pun mengiyakan. Aku membawanya ke mall sebelum pulang, Vanesha menggandeng lenganku dan aku pun mengikutinya memilih pakaian. "Kenapa diam saja bang? " tanya istri keduaku itu karena aku terus diam. Sebenarnya aku sedang memikirkan sedang apa Lisa dirumah. "Bang capek ya nemeni aku milih belanjaan? Kalo capek nunggu di luar juga ngkpp kok bang, " "Bener ngkpp sayang? " tanyaku meyakinkan. "He em, " ucapnya lalu mencium pipiku sekilas. Aku pun meninggalkan Vanesha memilih pakaian sendiri. Ini kesempatan ku, aku juga ingin membelikan sesuatu untuk Lisa ketika pulang. Aku tidak sempat mengabarinya sama sekali, HP aku matikan agar tak ada yang mengganggu bulan maduku bersama Vanesha. Aku pun berjalan menuju toko perhiasan, aku berniat membelikan anting untuk Lisa, kemarin ku lihat telinga Lisa tidak terpasang anting. Aku membeli sepasang anting berbentuk hati untuk Lisa, meskipun harganya tak semahal cincin berlian untuk Vanesha, tapi aku yakin Lisa akan sangat cantik memakai ini. Setelah sampai rumah bukan sambutan hangat yang ku dapat tetapi malah, Plakkk Bunda menamparku dengan sangat keras, hingga terasa panas dan perih di pipiku. "Kemana saja kamu Rahul? Apa kau tak tahu istrimu melahirkan 3 hari lalu! " bentak bunda. Apa? Lisa melahirkan? "Kau enak-enak disana sedangkan istriku kau biarkan melahirkan sendiri menaruhkan nyawanya!" bunda memarahiku sambil memukul-mukul dadaku. Tanpa memperdulikan amarah bunda aku bergegas menuju mobil menyusul Lisa di rumah sakit. Ku buka pintu ruang rawat Lisa, Lisa hanya menoleh sekilas lalu tak menatapku lagi. Bahkan kepalanya menghadap berlawanan arah dengan posisiku. "Ceraikan aku A' " tanpa menoleh dia mengucapkan itu. "Sudah ku bilang aku takkan menceraikanmu Lisa, " ucapku parau. "Lis, mohon mengerti aku sedikit saja, " mohonku. "Kenapa sih A', kenapa selalu Aa' yang menuntut ingin di mengerti? Aku yang lebih terluka disini, aku! A' pikir aku mau seperti ini? " "Diperkosa hingga hamil, menjadi saksi pernikahan suami sendiri, merasakan sakit karena diperlakukan tidak adil, melihat suami b******u dengan wanita lain setiap hari, melahirkan sendiri, apa Aa' gk pernah mikir betapa sakitnya aku?! " "Aku sudah mengalah untukmu, demi kebahagiaanmu tapi mengapa A' begitu licik kepadaku ha! Aku tau A' aku wanita yang kotor berlumuran noda dan hina, tapi tidak bisakah kau menganggapku sebagai manusia disini, aku punya perasaan A'! " "Maafkan aku, Lisa. " hanya kata itu yang mampu terucap dari mulutku. "Jika A' benar-benar ingin maaf dariku, ceraikan aku, biarkan aku bahagia dengan caraku sendiri. " Aku menggenggam seprai dengan kuat mendengar ucapan Lisa. Dadaku sesak, marah, sakit, emosi tercampur menjadi satu. Aku tersentak saat Lisa meneriaki ku. "Ceraikan aku A'!!! " "Aku talak kamu Lisa Renjani! " tersulut emosi aku refleks mengucapkan kata itu. Dengan d**a yang bergemuruh aku keluar dari ruangan Lisa, aku menuju luar Rumah Sakit yang sepi, lututku rasanya lemas sekali, hingga aku terduduk tersandar di dinding. Tangisku pecah saat itu juga. Ku genggam erat sepasang anting yang kubelikan untuk Lisa di tanganku. Aku sudah membayangkan ingin memakaikannya langsung di telinga Lisa. Berharap rasa cinta ku tumbuh lagi. Namun, apakah cinta memang sesakit ini. Aku sakit setelahnya, tubuhku terbaring lemah di ranjang selama beberapa hari, suhu tubuhku panas dingin. "Olif, " panggilku kepada adik perempuanku. Dia sedang menemaniku yang terbaring lemah, karena Vanesha, bunda dan ayah pergi keluar membeli obat. "Berikanlah ini kepada mantan kakak iparmu, " ku serahkan sepasang anting berbentuk hati itu. "Kak Lisa? " dia menerima anting itu. "Pergilah sekarang, sebelum yang lain pulang dan jangan beritahu mereka. " adikku mengangguk dan pergi ke rumah mantan istriku. Satu setengah jam menunggu, adikku pulang dengan kabar yang tidak aku suka. "Kak Lisa dan keluarganya sudah pindah, bang. Di depan rumah tertulis 'rumah ini dijual'. Ketika Olif tanya tetangga, katanya mereka pindah ke luar kota, namun mereka tidak tahu tepatnya dimana. " Lisa telah pergi, meninggalkanku. Aku mencari dimana-mana, tidak ada. Ku tanya kepada tetangga, teman, bahkan sepupuh Lisa yang ada disini mereka hanya tahu keluarga Lisa pindah ke luar kota, namun tidak tahu tepatnya di kota mana dan alamat rumahnya. Aku menyesal, telah membuatmu menangis.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN