Memilih poligami

1022 Kata
Aku bingung dengan rumah tanggaku. Apa jalan keluar untuk semua ini, apa yang harus ku lakukan, apa aku harus menerima kehadiran bayi itu? Menyentuh Lisa saja rasanya sudah tidak b*******h. Bagaimanapun aku ini adalah lelaki yang normal. Seumur hidup menghabiskan waktu bersamanya rasanya tidak akan sanggup, aku jugak ingin merasakan surga sebuah pernikahan. "Rahul, " panggilan seorang wanita membuyarkan lamunanku. Vanesha, teman sekolah dan kuliahku dulu. "Eh, Van, ngapain di sini? " "Lagi jogging saja, kau ngapain di sini duduk melamun? " tanyanya penasaran. "Enggak cari angin aja, " "Ikutan aja yuk, disana banyak yang lain juga, sekalian reuni. " Tertarik, aku pun mengikutinya, disana kami berkumpul dengan teman-teman angkatan kuliah dulu, sifat Vanesha membuatku nyaman ketika melihatnya, dia orang yang ceria dan baik. Seketika mengurang sudah sesak dadaku, aku pun tidak terlalu memikirkan Lisa lagi. "Van, kamu inget gk dulu waktu masih SMP kamu pernah menyatakan cinta duluan sama aku, " aku kembali mengingat kejadian dulu, dan membahasnya kembali. "Ih, jangan ngomongin itu. Malu tau, itu kan masih labil, masih tau cinta monyet." Waktuku kali ini di habiskan dengan senda gurau antara aku dan Vanesha, entah mengapa aku sangat nyaman di dekatnya. Tapi tetap saja, kami menjaga batas. Dulu memang aku dan Vanesha pernah bercinta monyet waktu sekolah. Sebelum perpisahan kami, aku meminta nomer telefon Vanesha, siapa tau ada hal penting kedepannya. Sehari-dua hari kami saling sapa lewat pesan, hingga berminggu, berbulan, kami semakin dekat. "Aku ingin menikahi Vanesha." begitulah ku tuturkan niatku kepada ayah bunda. "Apa kamu sudah memikirkannya dengan matang, nak," yakin ibuku, " bagaimana dengan Lisa? " "Jika dia bersedia, Rahul akan berpoligami, bersikap seadil-adilnya. Namun jika dia tidak bersedia, Rahul akan ceraikan Lisa. " tegasku. "Jangan gegabah nak, Lisa sedang hamil. " "Bun, Rahul sangat tertekan dengan keadaan ini, Rahul masih muda aku ingin merasakan bahagia juga dengan pendamping yang masih suci dan seutuhnya milikku. " "Lisa itu korban, Rahul. Dia korban kejahatan. " "Maka dari itu aku akan berpoligami, karena aku mencintai keduanya, akan ku ceraikan kalau Lisa sendiri yang meminta. " Tanpa sadar, ada seorang wanita yang menangis di balik pintu mendengar perkataan Rahul. Lisa mendengarkan semua percakapan suami dan orangtuanya. Setelah mendengar penjelasan Rahul tentang rumah tangganya, Vanesha bersedia menjadi madu dari Lisa. Vanesha hanya tinggal bersama ibunya, ayahnya sudah meninggal sejak dia kecil. Demi terjaminnya hidup Vanesha, ibunya mengizinkannya menikah dengan Rahul, dengan syarat tidak melukai hati istri pertamanya. Rahul memasuki kamar menemui Lisa setelah beberapa hari tidak tidur bersama. "Lisa, " ucap Rahul lembut berharap Lisa belum tidur. Dia pandangi wajah Lisa yang terlelap, matanya terlihat sembab, sudah di pastikan Lisa baru menangis. Maafkan Aa' Lisa, batinnya. Lisa mengerjap dari tidurnya ketika sadar Rahul terus mengusap wajahnya. "A', ada apa? " tanya Lisa dengan suara sayunya. "Aa' mau bilang sesuatu ke Lisa, maafin Aa' ya Lisa. " ucap Rahul dengan wajah bersalah. "Jangan di ucapkan kalau berat bagi Aa', aku sudah tau, A' mau menikah lagi. " "Darimana Lisa tau? " "Aku mendengar semua A', percakapan dengan ayah bunda. " "Maafin Aa', Lisa. Aku akan adil kepada kalian. Tolong mengerti Aa' kali ini saja. " aku mencium kening Lisa, memeluknya dalam tidur, sudah lama sekali aku tidak memeluknya, andai semua itu tidak terjadi, kita akan bahagia sepanjang hari, berdua. *** POV Lisa Menjadi saksi pernikahan suami sendiri adalah hal paling menyakitkan bagi setiap istri. Bunda terus memegangi tanganku dan mengusap pundakku, bermaksud menyabarkanku. Ia telah meminta maaf atas nama putranya, Rahul. Sebagai sesama wanita, aku sangat kagum dengan bundanya rahul, dia tetap menerima dan memperlakukanku dengan baik, meski tahu keadaanku seperti ini. Pernikahan kedua Rahul tidak semeriah denganku dulu, namun wajahnya terlihat sama bahagianya. Sesekali dia menatapku dengan wajah yang sulit diartikan. Kau telah menyakitiku A'. Ku pandangi sejenak rumah yang cukup lama aku tinggali bersama Rahul, kini akan ditinggali oleh tiga orang, empat bersama kandunganku. Rumah ini adalah hadiah pernikahanku, hatiku tak rela jika akan menjadi milik maduku juga. Kamar di rumah ini hanya dua, itu artinya Rahul harus bergantian tidur dengan kami. Aku membayangkan bagaimana nanti jika Rahul tidur dengan Vanesha, istri barunya. Perasaanku sangat tidak rela jika Rahul menyentuh dia. Cemburu yang teramat sakit. Apalagi bila nanti Vanesha hamil, hamil anak Rahul. Apa jadinya hatiku nanti, membayangkannya saja sudah lebih membuatku retak. Ku raup udara sebanyak-banyaknya sebelum memasuki rumah, untuk mengurangi sesak di d**a. Aku belum siap berhadapan dengan mereka. Aku takut Rahul tidak adil, apalagi disini aku sebagai istri yang berlumuran noda. Ya istri Rasulullah, beritahu aku bagaimana cara menghilangkan sakit poligami. Dirimu begitu hebat bisa menghadapi semua itu, karena cintamu karena Tuhan. Ku buka pintu rumah perlahan, menatap sekeliling. Ah, foto pernikahan Rahul dengan Vanesha telah terpampang di dinding. Foto penikahanku sudah tidak ada, karena di banting oleh Rahul waktu itu. Mengapa dia tidak memasangnya di kamar mereka saja, mengapa harus di ruang tamu? Membuat sakit saja. Tapi kemana dua pengantin baru itu? Aku tidak melihatnya. Aku mendengar suara senda gurau dari dapur, aku mendekat perlahan. Mataku seperti tertusuk duri, lihatlah betapa mesranya mereka makan dengan saling menyuapi. Sesekali Rahul mengelap bibir Vanesha yang gelepotan. Itu adalah posisiku dulu, kini telah di gantikan wanita lain. Aku lebih memilih memasuki kamar, mencoba berhenti mencari tahu apa yang membuatku sakit. Sakit sekali ya Tuhan, sangat sakit. Seketika aku memikirkan siapa yang menghamiliku dulu? Dia menutupi wajahnya, tapi matanya terlihat jelas begitu memancar, di lihat dari kerutan kulit tangannya, dia terlihat masih muda. Kini usia kandunganku akhir 6 bulan, artinya sebentar lagi memasuki usia ke-7 bulan. Perutku sudah lumayan besar, ku usap perutku yang membuncit, apakah bayinya baik-baik saja di sana? Selama kehamilan selalu ku bawa stres dan kelelahan. Malam ini aku sangat sulit tidur, karena terganggu dengan suara kamar sebelah yang membuatku berguduk ngeri. Aku yakin Rahul telah menyentuhnya. Aku harus sabar, harus kuat. A' aku cemburu A'! Aku rindu perhatian Aa', aku rindu sosok Aa' yang selalu menjaga perasaanku, kini kemana semua itu A'? Kemana! Aku yang selalu di perlakukan sangat istimewa dulu, kenapa sekarang seperti di buang? Karena kejadian itu kamu berubah, memilih dia yang lebih suci dan terpandang, apalah lagi, nasi sudah menjadi bubur, aku sudah terlanjur kotor. Kini, yang tersisa hanya rasa sabar, atas poligami.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN