***Reya POV***
.
.
.
Aku terbangun di pagi hari, lalu bergegas salat subuh dan menyiapkan keperluan memasak nasi goreng. Aku sudah berjanji pada Yunki akan memasak nasi goreng untuknya.
Setelah selesai salat aku menyiapkan bahan-bahan yang sudah kubeli semalam. Aku tak pernah terlalu bersemangat seperti ini. Membayangkan bagaimana Yunki makan sarapan buatan ku saja sudah membuat aku begitu bahagia.
Saat berkutat dengan kegiatan dapur, mama menghampiri, duduk di tangga yang memang berada di dapur untuk menuju lantai dua tempat kami menjemur pakaian. Mama baru saja menyelesaikan salat subuh, aku berjalan mendekat dan mengecup pipi dan tangannya.
"Tumben pagi-pagi masak?"
Ah, iya aku belum sempat memberitahu mama tentang Yunki. Sejujurnya, aku tak tau bagaimana harus memulai pembicaraan ini. Biasanya, saat aku menjalin suatu hubungan aku akan membawa kekasihku lalu mereka yang akan memperkenalkan diri secara langsung. Kali ini berbeda, aku harus memberitahu sebelum Yunki datang kemari.
Aku duduk di kursi yang berhadapan dengan mama, menatap mama yang kini ikut membantuku memotong sosis.
"Ma, kalau aku punya pacar orang luar negeri boleh nggak?" tanyaku takut-takut.
"Bolehlah, bagus malah memperbaiki keturunan," jawaban mama sejujurnya, terdengar sedikit menyebalkan.
"Ma... Emmm." Aku ragu, bagaimana reaksi mama jika aku mengatakan kekasihku telah ada di Indonesia.
"Pacarmu ke sini?" Terka mama, menatapku dengan penasaran juga senyuman yang lagi-lagi menyebalkan bagiku.
Aku mengangguk yakin. "Dia nyempetin ke Indonesia buat ketemu. Jadi, semingguan ini dia di Indonesia Ma."
Mama antusias, bahkan kegiatannya terhenti menatapku dengan binar mata seolah tak yakin. "Beneran? Orang mana? Korea?"
Lagi-lagi aku mengangguk yakin."Orang Korea Mah, aku mau ajak dia ke sini besok mungkin. Boleh?"
"Boleh, harus malah. Mama 'kan mau lihat oppa juga," sahut mama sambil terkekeh.
Astaghfirullah! Emaknya siapa ini?!
"Aish, Mama!" Aku merengek mendapati mama yang kini lebih antusias dari perkiraan.
"Ganteng mana sama Lee Minho?"
"Lee Minho laah," jawabku cepat. Ya, aku tak ingin membohongi diri dan mengatakan bahwa Yunki lebih tampan. Jujur dan manusiawi jika aku mengatakan Lee Min Ho lebih tampan. Namun aku hanya jatuh cinta pada Min Yunki.
Mianhae, chagiya ....
"Mana, Mama lihat fotonya," pinta mama antusias.
Aku mengambil ponsel yang berada di meja membuka salah satu foto selca Yunki lalu menunjukkan pada mama.
"Ini Mah."
Mama menerima dan melihat foto pria yang kucintai itu. "aah, sipit banget."
"Iya tapi ganteng 'kan mah?"
"Bukan yang boyband-boyband gitu 'kan?"
"Bu-bukan, dia—arranger musik."
Aish, Reya! Kenapa bohong?
"Iya kamu juga nggak bakal disukai cowok boyband. Wong, mukamu judes gitu. Hahaha."
Aku mengusap d**a menyabarkan diri. Jangan sampai menghujat mama sendiri, aku masih takut dengan karma. Sabar Reya, ingat itu mama sendiri ...
"Nah, yang kaya gini ditangisin wajar. Waktu dulu itu kamu ngapain nggak makan dua Minggu gara-gara cowok yang namanya Sakti?" cemooh mama seraya menyerahkan kembali ponsel padaku.
"Itukan masa lalu Ma."
Dulu, aku pernah jatuh cinta pada orang yang salah. Bukan laki-laki yang bisa dibilang ganteng, mapan, juga pengertian. Namanya Sakti, aku jatuh cinta bukan tanpa alasan. Sakti super perhatian, tak pernah berubah sejak awal kami menjalin hubungan. Dan nyatanya itu bukan jaminan bahwa ia akan tetap setia.Enam kali berusaha mendua, dan itu sukses membuatku terluka dan hancur. Masa lalu ... Itu hanya masa lalu, dan kini aku sadar bahwa wanita sepatutnya tak menyerahkan seluruh hatinya.
"Aku cuti ngajar seminggu ini Ma. Udah ijin sama Bu Tatik buat nemenin Yunki," ucapku dijawab anggukan oleh Mama.
"Tapi besok ke sini 'kan?"
"Iya."
"Ya udah, nanti Mama bilang Papa biar siap-siap besok."
"Siap-siap apa Ma?" Tanyaku penasaran.
"Siap-siap ketemu calon mantunya lah."
***
Selesai memasak untuk Yunki dan manager Shin aku segera berangkat menuju hotel. Membawa sarapan sederhana yang telah kupersiapkan.
Jakarta pagi seperti biasa selalu ramai. Setelah, turun dari ojek online yang mengantarku dari rumah. Aku tak segera memutuskan masuk ke dalam hotel. Aku berpikir mungkin saja saat ini Yunki sedang tak berada di sana, karena kemarin ia berkata ingin berjalan-jalan pagi. Aku menunggu sementara di halte yang berada di depan hotel dan menghubungi pangeran putih saljuku. Tak lama sampai ia mengangkat panggilan.
"Yeoboseyo?" Sapaku.
"Chagiya, kau di mana?"
"Aku sudah berada depan hotel, kau?"
"Aku berada di supermarket yang berada tak jauh dari hotel. aih, aku lupa for-for ...."
" For?" tanyaku bingung.
Aku menatap sekitar, aah ..., "Carrefour?"
"Ah, nde ... Carrefour. Aku kemari ingin membeli beberapa kudapan yang mungkin bisa kita santap bersama. Tapi, aku tak tau mana yang terenak. Semua terlihat enak."
"Jangan kemana-mana aku akan ke sana."
"Nde. Aku akan pastikan berada di tempat yang mudah untuk kau lihat."
"Tak perlu chagiya ... Kau yang akan nampak paling bersinar di sana. Lebih baik dekat pelanggan jangan terlalu dekat dengan dinding. Di sana akan sulit untukku menemukanmu." Ledekku.
"Hmm, menyebalkan."
Sungguh pria ini benar-benar menggemaskan. Aku berjalan cepat menuju tempat yang telah kutebak sendiri tadi. Tak lama untuk aku tiba, karena letak supermarket yang memang tak terlalu jauh dari sana. Aku masuk, dengan sebelumnya menitipkan barang bawaan ku. Aku berjalan perlahan mencari di setiap sudut di mana kekasihku itu.
Seseorang menepuk bahuku, aku duga ia pasti putih saljuku. Aku menoleh menatapnya yang tersenyum, ia membawa keranjang belanja yang masih kosong di tangannya.
"Kau membuat nasi goreng untukku bukan?" tanyanya dengan sedikit menggembungkan pipi.
Aku tersenyum, sungguh aku bisa berteriak jika ia bertingkah seperti itu terus.
"Jangan seperti itu."
"Kenapa, apa aku menggemaskan?" Tanyanya.
"Nde, neomu, manhi," jawabku sedikit mengacuhkannya dan berjalan mendahului Yunki.
Ia berjalan cepat menghampiriku, kami memilah beberapa snack yang bisa ia makan saat malam nanti. Tak lama kami berbelanja, setelahnya segera kembali ke kamarnya. Di sana ada Manager Shin yang menunggu Yunki. Aku menyapa dengan memberikan hormat. Manager Shin berdiri dan baru saja hendak berjalan keluar. Sampai Yunki melarangnya.
"Sarapan bersama kami sebelum kembali ke kamar." .
Aku mengangguk mengiyakan, kemudian menata sarapan yang telah aku masak tadi. Nasi goreng dengan sayuran beku, dengan potongan sosis, bakso daging, dan telur.
"Aku tak tau bagaimana selera kalian," jelasku seraya menyerahkan kotak makan kepada Manager Shin, lalu pada Yunki.
Selain nasi goreng aku juga membawa beberapa teman untuk mendampingi nasi goreng, ada kerupuk bawang tentu saja, saus, sosis, juga sate telur puyuh yang sebenarnya tak cocok dengan nasi goreng.
"Terima kasih." Ucap Manajer Shin mulai menyantap sarapannya.
"Kau tak makan?" tanyaku pada Yolunki yang masih menatap kotak makannya.
"Terima kasih," ucapnya seraya mengacak pucuk hijabku.
"Nde," sahutku menatapnya Sejujurnya aku penasaran apa ia suka masakan ku? "Tidak enak?" tanyaku setelah melihat ia menyantap sesendok sarapannya.
Yunki menatap dengan serius, "hmmm ...."
"Tak enak?"
"Ini enak sekali." Manager Shin menjawab aku bisa mendengar jika ia tulus.
"Terima kasih," ucapku.
"Ini enak," ucap Yunk. "Tapi, menjadi hambar karena kau tak ikut makan bersama kami."
Ah, aku lupa menyantap sarapanku, karena terlalu asik memikirkan tentang pendapat Yunki.
***