Tiba-Tiba ada Mommy
“Mommy ... Daddy ....”
Seorang bocah perempuan menghambur masuk ke kamar yang luas dan mewah. Di depan sana, di atas ranjang empuk terdapat dua orang dewasa yang masih terlelap seakan tak terganggu oleh sinar matahari yang sudah meninggi di langit sana.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat tiga puluh menit waktu Indonesia bagian barat. Namun kedua insan itu masih asyik menyelami mimpinya.
“Mommy ... Daddy bangun, ini sudah siang!” Lengan mungil itu mengguncang-guncang bahu ayahnya dengan sekuat tenaga. Lalu berpindah pada perempuan di samping sang ayah dan mengulangi hal yang sama.
“Mommy, Mommy bangun!” Suara cemprengnya membuat wanita berambut panjang itu menggeliat. Ia membuka matanya perlahan, namun sinar mentari membuat kelopak mata yang sempat terbuka itu tertutup lagi.
“Mommy kenapa tidur lagi? Ayo bangun.”
“Mommy? Siapa yang kamu panggil Mommy ....” Wanita itu bergumam kecil.
Wanita itu bernama Felisha Azhari, atau biasa dipanggil dengan Shasha. Seorang perempuan dewasa berwajah cantik khas wanita Indonesia, hidung bangir yang mungil dengan bibir tipis juga kulitnya yang tak telalu putih namun terlihat eksotis dan mulus selalu memikat perhatian kaum Adam.
Shasha biasa orang memanggilnya, ia menarik selimut putih itu hingga menutupi seluruh kepalanya. Dia sama sekali tidak terganggu dengan guncangan kecil itu. Ia mengantuk luar biasa. Semalaman suntuk dia bergelut dengan pria asing yang telah membookingnya.
Gila memang, tapi inilah kenyataannya. Shasha hanya wanita panggilan, namun karena kecantikan juga kelihaiannya di atas ranjang membuatnya bisa memilih dengan siapa saja yang dia mau layani. Kelasnya sudah berbeda dengan wanita panggilan lain.
“Astaga! Razka, cepat bangun! Bangun! Memalukan!” teriak wanita paruh baya keras-keras. Wajahnya tampak shock dengan pemandangan di depannya. Kamar yang berantakan, juga keadaan anak laki-lakinya yang nyaris tak berbusana masih terlelap nyenyak di atas ranjang dengan seorang wanita.
Pria yang dipanggil Razka itu menggeliat, kelopak matanya terbuka sedikit lalu tertutup lagi.
“Bangun!” jerit wanita paruh baya itu lagi.
Lantas dengan terkejut Razka langsung terduduk dan menatap siapa yang telah menjerit ketika dengan tengah tertidur.
“Henti-“
“Apa?! Henti- apa, dasar anak nakal cepat bangun!” Wanita itu dengan gemas menarik telinga Razka hingga laki-laki itu tersadar sepenuhnya. Telinganya terasa panas luar biasa.
Dia adalah Roseline, ibu kandung Razka.
“Ampun, Mam. Ampun!” seru Razka layaknya anak kecil.
“Nenek, kenapa menjewer telinga Daddy? Kasihan Daddy, Nek.” Bocah perempuan itu berpindah tempat dan mencoba menghentikan gerakan neneknya yang brutal terhadap ayahnya.
“Biarin sayang! Biar Daddymu ini tahu rasa, siapa suruh bawa-“ ucapan wanita paruh baya itu terhenti saat melihat cucunya menatap penuh rasa penasaran dengan wajah polosnya.
“Bawa apa, Nek?” Ulang anak kecil itu.
“Oh, tidak-tidak sayang. Nenek salah ucap, ayo ikut Nenek keluar dulu ya ....”
Wanita paruh baya yang masih tampak modis itu membawa cucunya keluar kamar. Dia tidak mau cucu cantiknya terkontaminasi oleh hal-hal kotor yang ayahnya lakukan bersama jalang itu.
Sepanjang perjalanan dia terus menggerutu merutuki kelakuan anaknya yang sangat buruk itu. Kemudian dia kembali untuk membereskan semuanya. Membawa wanita panggila ke rumah? Sungguh ide yang sangat buruk sekali.
“Ada apa sih, berisik banget,” keluh Shasha dengan rambut acak-acakan.
Dia pun duduk yang otomatis membuat selimut yang dia pakai melorot jatuh tak menutupi dadanya lagi. Beberapa tanda merah yang menghiasi d**a dan lehernya terpampang nyata.
Mendengar suara Shasha, seketika Razka pun tersadar. Matanya membulat lebar, terkejut dengan kehadiran Shasha yang masih ada satu ranjang dengannya.
“Hei, tutupi dadamu!” perintah Razka geram.
“Ck, kenapa sih-“
“Astaga, dasar perempuan jalang. Cepat pakai baju! Kamu juga Razka, kamu lupa dengan perjanjian kamu. Lihat ini jam berapa!” jeritan wanita paruh baya itu mengejutkan Shasha juga Razka. Mereka berdua langsung menatap empunya yang punya suara.
Refleks Razka melihat jam dinding yang terpampang di hadapannya. Lagi-lagi bola matanya hampir keluar, ia pun menatap keluar jendela. Cahaya matahari sudah sangat terang dan sepertinya di luar sana panas sudah dapat membakar kulit.
“Umm, permisi aku numpang ke kamar mandi sebentar.” Shasha melengos masuk ke dalam kamar mandi. Suara pintu di tutup pun terdengar, membuat Razka tersadar kembali dengan keterkejutannya.
“Mam, aku ... aku minta maaf. Aku janji ini yang terakhir,” mohon Razka pada ibunya.
“Pakai baju! Mami tunggu kamu di ruang kerja!”
Baru saja wanita paruh baya itu akan keluar. Tiba-tiba cucunya berlari masuk ke dalam kamar dengan wajah cerianya yang menggemaskan.
“Dad, mana Mommy? Kok tidak ada-“ Belum selesai bocah itu berbicara pintu kamar mandi sudah terbuka lagi menampilkan wajah dan penampilan Shasha yang lebih baik. Ya, walaupun dengan busana tanpa bahannya, setidaknya itu lebih baik dari beberapa menit yang lalu.
“Mommy ....” Bocah itu menghambur kepelukan Shasha, memeluknya erat dan hampir membuat Shasha kehilangan keseimbangan. Beruntung dia berpegangan pada pintu kamar mandi hingga mampu mempertahankan keseimbangannya.
“Mommy ... habis mandi, ya?” Anak kecil itu mendongak memandang wajah Shasha yang kebingungan dengan bola mata bulat yang dihiasi bulu mata lentik, sangat cantik sekali. Bahkan deretan gigi susunya terlihat rapi dan putih membuatnya semakin menggemaskan.
Shasha kicep sebentar, lalu ia menatap Razka yang hanya memaku di ranjang. Ia mencoba meminta pertolongan pada laki-laki yang membookingnya semalam. Pasalnya dia tidak bisa bergerak karena bocah menggemaskan ini masih memeluknya dengan erat.
Lagi pula aneh sekali dengan bocah ini. Kenapa dia terus memanggilnya dengan sebutan Mommy.
“Astaga ... Eca, dia bukan Ibumu. Ayo sini sama Nenek, sayang,” ucap Nenek Eca dengan wajah kesal karena wanita panggilan itu masih ada di sini.
“Tidak! Dia Mommy Eca yang hilang. Mommy sudah kembali, Nek,” jerit bocah yang dipanggil Eca itu keras-keras. Setelah sekian lama tak dapat memeluk ibunya, untuk kali ini dia tidak akan melepaskannya lagi. Setidaknya itulah yang ada di isi kepala Eca yang kecil.
“Eca sayang, dia bukan Mommy kamu. Dia itu orang asing, Razka bagaimana ini?!” Bola mata Roseline melotot menatap Shasha juga anaknya.
Lagi-lagi entah kenapa otak Razka melamban merespon semuanya. Setelah mendapat pelototan ibunya dia langsung loncat turun dan mencari celana pendeknya. Kemudian dia mendekati anaknya.
“Benar sayang, dia bukan Mommy kamu. Sini sama Daddy, Nak,” bujuk Razka pelan. Sebetulnya kepalanya masih terasa pening karena dibangunkan dengan tiba-tiba. Ia belum fokus atas apa yang terjadi.
“Enggak, Eca mau sama Mommy. Mommy gendong ... “ Eca menggelengkan kepala, lalu mengacungkan kedua tangannya menghadap Shasha, dia ingin digendong. Namun karena Shasha belum berpengalaman membuatnya tak mengerti maksud Eca.
“Maaf adek kecil aku bukan-“
“Mommy gendong!” Eca mengatakannya lagi, kali ini dengan wajah hendak menangis. Mata dan hidungnya memerah membuat Shasha tak tega. Segera dia memangku Eca, entah bocah ini berusia berapa tapi rasanya tubuhnya terasa ringan sekali.
“Makasih Mommy. Eca senang deh, akhirnya bisa digendong sama Mommy.” Eca melingkarkan tangannya pada leher Shasha dengan erat.
Sedangkan Razka dan Ibunya melotot melihat Shasha menggendong anaknya.
“Lepaskan dia!” ucap merka berbarengan.