Entah kenapa
Cinta bisa datang tanpa sebab
Aku pun tidak tahu?
Melia_ma
***
"Jangan pergi," cegah Albi sambil menarik tangan Lia. Mencegah Lia untuk meninggalkannya.
Lia menoleh menatap Albi. "Emangnya kenapa? Bara udah keterlaluan, Al. Gue gak bakal biarin dia nyakitin lo," ucapnya agak lirih.
"Tetap di sini, Lia. Lo gak perlu marah sama Bara. Gue gak mau, hanya gara-gara gue, kalian jadi ribut. Dan nanti hubungan kalian berantakan, dan gue lah yang jadi penyebabnya. Gue takut lo jadi marah sama gue, gara-gara gue hubungan kalian nanti retak. Gue tau, lo cinta banget sama Bara kan, jadi ya udah. Gue gapapa kok, jadi jangan pergi ya, please..." mohon Albi.
"Tapi Al, Bara udah keterlaluan. Dia harus dikasih peringatan. Gue gak mau dia mukulin lo lagi. Dia itu seenaknya aja, padahal kalian kan, saudaraan. Tapi dia malah memperlakukan lo seenaknya, gue gak suka dia kayak gitu. Gue mau, hubungan kalian itu baik-baik aja. Gak ada istilah berantem-ranteman. Apalagi masalahnya ada di gue. Udah Al, lo tenang aja. Gue dan Bara bakal baik-baik aja. Gue cuma mau nasehatin dia, agar gak main kasar lagi sama lo. Dan gak ngelarang kita untuk sahabatan," ujar Lia tak terima Albi dipukuli oleh Bara, pacarnya.
"Gue gapapa kok, Lia. Udah, gak usah dipikirin."
"Gak bisa, Al."
Albi tersenyum lalu menarik Lia untuk mengajak gadis itu duduk kembali. Lia pun kembali duduk.
"Lia, gue gapapa," ucap Albi.
"Maaf ya Al, ini penyebabnya ada di gue," katanya merasa bersalah atas sikap Bara.
Albi mengusap kepala Lia. "Gak perlu minta maaf, lo gak salah apapun sama gue. Antara gua dan Bara emang bermasalah. Jadi bukan salah lo."
Lia menunduk. Albi mengangkat dagunya. Dia pun menatap Albi lagi.
"Bentar lagi bel, gak usah cemberut," ucap Albi.
Lia tersenyum. "Kalau gitu, gue pamit. Lo kalau ada apa-apa bilang aja ke gue." Lia beranjak.
Albi menganggukkan kepalanya.
Sepeninggalan Lia, teman-teman kelas Albi pun berdatangan dan tak selang waktu lama bel pun berbunyi dan pembelajaran pun segera dimulai saat guru yang bersangkutan masuk ke dalam kelas.
****
Waktunya jam istirahat. Sebagian siswa dan siswi berlarian menuju kantin sekolah untuk mengisi perut mereka yang sudah kelaparan. Sebagian lagi ada yang tetap setia di kelas, dan sebagiannya lagi menuju ke tempat kemana saja yang ingin mereka datangi. Sedangkan dengan Albi sendiri, dia memilih untuk pergi ke perpustakaan. Dia ada urusan di tempat yang dipenuhi oleh buku itu. Dia tidak ke kantin, saat ini dia tidak merasa lapar. Maka dari itu tujuannya tidak pergi ke kantin, melainkan ke ruang perpustakaan.
Saat sudah sampai di perpustakaan, Albi masih berjalan-jalan dengan santai menelusuri lorong yang kiri-kanannya berjejeran puluhan buku yang tertata dengan sangat rapi. Namun saat dia tak sengaja melihat gadis cantik yang populer dengan tampangnya dan kecerdasan otaknya yang di atas rata-rata, langkahnya pun jadi terhenti. Dia melihat gadis itu, gadis itu adalah Lia. Saat melihat Lia, Albi cepat-cepat mencari tempat persembunyian. Dia harus sembunyi, karena dia melihat Lia tak sendirian akan tetapi berdua, bersama Bara. Bersama cowok yang membuat bibirnya berdarah hari ini. Cowok itu memang membuatnya sangat jengkel. Albi pun mengepal tangannya karena emosi melihat kedekatan Bara dan Lia yang terlihat serasi dan tampak mesra. Sungguh membuat hatinya jadi teriris.
Lia dan Bara sedang duduk saling berhadapan. Bukan sedang baca buku tapi sedang mengobrol. Pengawas perpus sedang tidak ada di tempat. Makanya yang berada di perpustakaan curi kesempatan untuk berbincang-bincang di tempat yang penuh dengan beribu buku ini. Berbincang-bincang tanpa takut ditegur oleh sang penjaga perpus. Mereka serasa merdeka saat sang penjaga perpus tak ada di tempat. Semua pun yang ada di perpus jadi pada ribut.
Albi yang tadinya mau membaca buku buat nambah pengetahuan minimnya, jadi mengurungi niat awalnya gara-gara melihat Lia dan Bara. Dia jadi penasaran ingin mendengar obrolan antara Lia dan Bara. Malah penasaran kebangetan.
Albi tahu niatnya itu tidak lah baik, tapi dia terlalu penasaran dengan obrolan kedua insan itu. Albi pun diam-diam mengintip Lia dari celah rak buku yang tersusun dengan rapi. Dia bisa melihat Lia dan Bara dengan jelas di balik celah buku itu. Dan dia samar-samar mendengar percakapan antara Lia dengan Bara. Dia pun jadi asyik menguping obrolan Lia dengan Bara.
"Bar, kamu ngapain sih mukulin Albi? Aku gak suka ya, kalau kamu sakitin dia. Dan aku gak suka kamu main kasar kayak gitu. Biasain dong Bar, kalau ada masalah obrolin baik-baik. Selesaikan dengan kelapa dingin, jangan main otot aja. Aku gak suka kamu kayak gitu," ucap Lia dengan emosi yang dia tahan agar tidak meluap di tempat sunyi yang dilarang berbicara ini.
"Aku cemburu, Lia. Aku gak suka kamu deket sama dia. Aku mukulin dia karena dianya aja yang bikin emosi. Tadinya aku ngobrol baik-baik kok. Tapi karena dia nyolot, dan gak dengerin omongan aku, ya udah, kesabaran aku habis. Aku gak sengaja jadinya mukulin dia," kata Bara sembari meraih tangan Lia.
"Aku kecewa sama kamu."
"Maaf Lia, kamu jangan marah dong."
"Gimana aku gak marah, kamu itu udah kelewatan, Bar."
"Iya-iya, aku minta maaf. Aku udah mukulin sahabat kamu itu. Kamu gak sayang sama aku, kamu lebih sayangnya ke dia."
"Enggak gitu juga, Bar. Aku sayang sama kamu, makanya aku marah kalau kamu melakukan kesalahan. Aku gak mau kamu dianggap buruk oleh orang lain."
"Kalau kamu sayang sama aku, aku minta kamu menjauh dari Albi. Aku gak suka melihat kedekatan kalian. Aku cemburu, Lia. Malah sangat cemburu. Aku gak suka dia dekat sama kamu. Aku gak suka pacar aku deket cowok lain," ujar Bara terus terang.
"Gak bisa, Bar. Dia itu sahabat aku dari kecil. Mana mungkin aku jauh dari dia. Kamu ngertiin dong, aku sama dia itu sahabat. Jadi please, kamu gak usah curiga sama aku. Kamu gak perlu cemburu, karena aku dan Albi hanya sebatas sahabat aja. Gak ada perasaan lain. Hati aku, cuma untuk kamu. Kamu harus percaya itu, Bar. Aku sayang kamu." Lia menggenggam tangan Bara. Dia berharap Bara mengerti dan percaya padanya. Dia tidak mungkin mendua, cintanya hanya untuk Bara seorang. Dia tidak tahu kenapa dia sangat mencintai Bara? Memang, cinta itu sungguh rasa yang aneh. Datang tanpa sebab.
Bara menghela napasnya frustrasi. "Kamu tega. Kamu gak paham apa, aku ini cemburu Lia. Aku ini pacar kamu, wajar aku gak suka kamu deket sama cowok lain. Walaupun cowok itu sahabat kamu sekalipun. Kamu yang harus ngertiin aku, bukan aku yang harus ngertiin kamu. Kamu benar-benar gak peduli lagi sama aku. Bukannya aku gak percaya sama kamu, tapi aku takut aja kamu berpaling sama sahabat kamu itu," jelas Bara lalu melepaskan tangannya dari genggaman Lia. Dia kesal, Lia tak mau menuruti keinginannya.
"Bar, harus berapa kali aku bilang, Albi itu sahabat aku. Gak seharusnya kamu cemburu sama dia. Hufff, kamu tau, aku kesel banget sama kamu hari ini. Kamu nyebelin, kamu gak percaya sama aku. Dan satu hal lagi yang bikin aku kesel sama kamu. Kamu tega mukulin Albi. Kamu keterlaluan banget. Betul kata kamu, cemburu itu hal wajar. Tapi kalau udah main tangan, itu udah termasuk ketidakwajaran. Kamu itu udah melakukan tindakan bodoh, yang tanpa kamu sadari nantinya akan berefek buruk buat kamu sendiri. Apalagi yang kamu pukul itu saudara kamu, tega banget kamu." Lia gak habis pikir deh. Teganya Bara menghajar Albi hanya karena rasa cemburu. Padahal Albi itu saudaranya sendiri. Kemana akal sehat Bara? Pikirnya.
"Gimana aku gak cemburu, Lia. Kalian itu deket banget. Kita ini bentar lagi tunangan. Ngertiin dong perasaan aku gimana. Tolong dong kamu jaga perasaan aku. Sakit Lia rasanya liat calon tunangan aku dekat sama pria lain. Kamu pahami dong gimana rasanya," ucap Bara menegaskan.
"Albi itu sahabat aku, Bar. Aku gak ada hubungan apa-apa sama dia. Selain hubungan persahabatan. Kamu cukup percaya aja sama aku. Dalam hubungan itu harus ada rasa kepercayaan. Kalau kamu gak percaya sama aku, sama aja kamu nuduh aku selingkuh dari kamu. Padahal hal itu jelas-jelas tidak mungkin," jelas Lia tidak mau mengalah. Pertengkaran antara mereka semakin memanas dan jadi tontonan murid lain yang berada di perpus.
"Masa bodoh dengan persahabatan kalian. Aku gak peduli pokoknya! Kamu harus jauhin dia, cuma itu yang aku minta dari kamu. Aku hanya gak mau, gara-gara dia hubungan kita jadi hancur nantinya. Seharusnya dia itu punya malu. Kamu itu punya aku, jadi dia gak usah caper lagi sama kamu."
Lia berdiri. "Albi itu gak caper, kamunya aja yang terlalu baper!" Lia beranjak pergi meninggalkan Bara. Dia jenuh berantem sama pacar egoisnya itu. Kadang Lia bingung kenapa dia bisa suka sama cowok seperti Bara? Jelas-jelas cowok itu emosian dan egois tingkat tinggi. Susah kalau udah masalah hati. Jadi serba salah. Mungkin saat ini dia sedang mencintai cowok yang tidak tepat. Entahlah. Dia sendiri pun bingung. Kenapa bisa suka sama Bara. Apa karena kepintarannya? Rasanya tidak juga. Kecerdasan cowok itu cuma membuatnya kagum. Cinta memang kadang membutakan. Saking butanya susah membedakan mana yang pantas dimiliki mana yang tidak.
"Lia! Tunggu!" pekik Bara sambil mengerjar kekasih hatinya. Lia benar-benar marah dan memilih untuk pergi meninggalkannya.
Di sisi lain. Kedua sudut bibir Albi terangkat, mencetak senyum yang lebar. Albi tersenyum di tempat persembunyiannya. Dia sangat senang mendengar perkataan Lia yang membelanya mati-matian di depan Bara. Lia memang luar biasa menurutnya, meski gadis itu sangat mencintai Bara, akan tetapi tetap saja gadis itu membelanya. Dia juga senang melihat Lia marah ke Bara. Ya, walaupun senang di atas penderitaan orang itu tidak lah baik. Tapi dia gak peduli. Toh, Bara memang pantas mendapatkan hal itu. Selama ini Bara itu jahat, jadi gak perlu dibaikin.
"Makasih Lia, udah belain gue," ucap Albi dalam hatinya.
***
Bel berbunyi sebanyak empat kali berturut-turut. Tanda jam pelajaran sekolah telah berakhir. Saatnya pulang telah tiba. Albi sudah bergegas keluar kelas dan segera menunggu Lia di tempat biasa, di depan gerbang sekolah. Di tempat itu jadi kunjungan favoridnya. Di sana lah dia akan bertemu Lia. Dan akan mengajak Lia pulang bersamanya. Semoga saja kali ini dia beruntung mengajak Lia pulang bareng. Pulang bersama Lia membuat Albi sangat bahagia. Dia sangat berharap Lia tidak menolak.
"Al, nungguin gue ya?" tanya Lia sambil menepuk pundak Albi dari belakang.
Albi terlonjak kaget. Dia memutar badannya sambil mengelus d**a. "Lia, kebiasaan deh. Hobi banget ngagetin gue," ucapnya. Lia paling hobi mengagetkannya. Kalau dia jantungan gimana, koit dia nanti.
"Baru gitu aja udah kaget."
"Yah kaget lah."
"Duh, ngambek nih." Lia mencoel hidung Albi.
"Apaan sih, enggak kok. Ngapain ngambek, ngambek itu cuma penyakit yang diderita kaum hawa," balas Albi.
"Dih, emang cuma cewek doang yang bisa ngambek. Cowok bisa juga tauk."
"Enggak lah, cowok itu pantang buat ngambek. Klo ada cowok yang tukang ngambekan, pakek aja rok mulai detik itu juga."
"Hahaha," tawa Lia.
Albi tersenyum. "Lo cantik Lia, kalo lagi ketawa," puji Albi. "Gue suka liatnya, bikin nagih lagi."
"Ohh gitu, jadi gue cantiknya pas ketawa doang?"
"Enggak lah, lo itu cantik setiap detik. Lagi cemberut aja lo cantik, apalagi lagi marah. Cantiknya berlipat-lipat ganda."
"Alah, gombal."
"Serius gue."
"Jadi..." ucap Lia setelah diam sesaat.
"Jadi apanya?" tanya Albi bingung. Lia tiba-tiba saja berucap dengan wajah serius, jadi membuatnya garu-garu kepala karena kebingungan.
"Lo udah gak marah sama gue?" Lia bertanya.
"Emangnya gue marah kenapa?" Jawab Albi.
"Yah karena udah gue kagetin tadi?"
"Enggak marah sih, cuma kesel aja. Tapi cuma dikit doang."
"Ya udah, maaf-maaf, lagian siapa suruh melamun?"
"Gak ada yang nyuruh sih. Kemauan gue sendiri aja. Yah itung-itung kegiatan gue saat nungguin lo."
"Hati-hati, entar lo kesambet setan baru tau."
"Gue gak akan takut."
"Yakin gak takut kesambet setan? Nanti lo kesambet beneran baru tau rasa!"
"Yakin gue, kan, kesembet cinta lo bukan kesambet kuntilanak."
Jleb
Hening.
Mereka saling diam. Lia menundukkan pandangannya saat Albi mulai menatapnya dengan penuh arti yang bisa Lia artikan. Albi menatapnya dengan tatapan penuh rasa ketertarikan padanya. Rasa suka dan cinta. Lia tahu bukan karena menebak, tapi kelihatan jelas aja gambaran di mata Albi. Sama kayak Bara saat sedang menatapnya.
Seorang wanita memang terkadang bisa mengartikan tatapan dari seorang laki-laki. Gak tahu itu kelebihan dari wanita atau hanya kebetulan saja. Akan tetapi, bagi seorang Lia, dia yakin itu anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kelebihan yang akan membuat wanita bisa lebih berhati-hati dari laki-laki yang ingin berniat buruk, contohnya kamu pria berhidung belang, dan buaya jantan. Jadi lewat tatapan saja, sang wanita bisa tahu niat seseorang yang ingin mencelakakannya. Hebat bukan? Tentu saja.
"Lia!" teriak Bara tiba-tiba yang kehadirannya baru disadari oleh Lia dan Albi. Bara pun berjalan terburu-buru menghampiri kekasih hatinya yang sedang di dekat cowok yang dia benci kehadirannya di dunia ini.
Albi berhenti menatap Lia dan menoleh ke arah Bara. Begitu juga dengan Lia.
"Bara." Albi membatin sambil melihat ke arah Bara. Dia sangat tak suka kedatangan cowok itu. Cowok itu merusak suasana.
Saat Bara sudah berada dekat dengan Lia, langsung dia tarik tangan Lia dengan paksa. "Lia, aku kan, udah minta kamu buat jauh-jauh dari dia. Tapi kenapa kamu masih aja kedapatan bareng sama dia? Kamu benar-benar gak menghargai aku ya," katanya dengan nada marah.
"Aku udah bilang, aku gak mau," balas Lia.
"Terserah kamu mau atau gak. Yang pasti aku akan tetap melarang kamu buat dekat sama dia. Sekarang, kita pulang!"
"Aku gak mau pulang sama kamu, Bar!" tolak Lia sambil melarikan diri dari Bara. Dia berlindung di belakang Albi. Dia gak mau sama Bara. Dia sebal dengan pacarnya itu.
"Lia! Ngapain kamu di situ?! Aku udah bilang kan, kamu gak boleh dekat sama dia!" Bara menarik tangan Lia lagi dan dia mendapat perlawanan dari Albi. Adik tirinya itu mendorong tubuhnya hingga dia jadi terjatuh.
"Sial!" maki Bara sambil berdiri dan merapikan pakaiannya.
"Albi! Lo gak tau diri ya! Beraninya lo dorong gue! Dan beraninya lo deket-deket sama pacar gue!" ucap Bara penuh emosi sembari menarik kerah seragam Albi. Sampai-sampai Albi tertarik ke depan dan tercekik lehernya.
"Bar, hentikan!" Lia menarik tangan Bara dan tangan Bara pun lepas dari mencekam kerah baju Albi.
"Kalau kamu gak mau pulang sama aku, akan aku habisi dia!" ancam Bara sembari menunjuk wajah Albi dengan telunjuknya dan menatap mata Albi dengan sinis. Dia benci banget sama Albi. Ditambah lagi pacarnya dekat dengan orang yang tak disukainya itu. Jadi berlipat ganda rasa bencinya.
****