Pagi yang mengejutkan
Pagi hari yang cerah masih diselimuti oleh kabut pegunungan adalah ciri khas di kota kecil ini. Pepohonan masih banyak meskipun sudah menjadi kota, karena ini masih kota kecil.
Suara burung berkicau di pohon-pohon menambah asri suasana. Udara dingin serta embun pagi menusuk tulang. Bunga-bunga pagi bermekaran di taman kecil yang sengaja di buat oleh pemerintah setempat.
Hari belum sepenuhnya terang. Belum juga ada yang memulai aktivitas. Setiap orang di Kota kecil ini masih sibuk bergelung dibalutan selimut hangat mereka. Kecuali seorang pria yang sudah bersiap-siap akan pergi ke tempat kerjanya yang sedikit jauh dari kediamannya. Hal itulah yang mengharuskan dia agar berangkat lebih pagi dari yang lain, dan memulai aktivitas lebih pagi dari orang lain.
Jericho atau biasa di sebut Richo. Dia adalah seorang pendatang di Kota kecil ini, hidup pas-pasan di Kota orang sangat dimengerti olehnya. Meskipun begitu, dia tidak pernah mengeluh, dia melakukan segala sesuatunya dengan hati ikhlas. Namun, karena begitu kerasnya hidup membuat seorang Jericho menjadi pribadi yang pendiam dan dingin. Tak banyak bicara namun hasil pekerjaannya selalu memuaskan walau hanya dibayar dengan upah standar yang harus cukup untuk kehidupannya di Kota kecil ini.
Richo sudah siap untuk memulai hari ini. Dia bergegas menyalakan motor butut yang selalu menemani harinya disini, seorang diri tanpa sanak saudara dan keluarga. Setelah menyela motornya berkali-kali, barulah motor itu melaju membelah jalanan kecil untuk sampai di jalan raya.
Suasana pagi hari begitu disukai Richo. Karena pada pagi hari dia bisa menjadi seorang Jericho yang sesungguhnya. Pagi hari di kota ini sama seperti di kota kelahirannya, sangat menyejukan.hal ini pula lah yang selalu membuatnya rindu akan kampung halaman. Sembari bersenandung kecil dia melajukan motornya.
Jalan tikus yang ditemukannya ketika dulu dia akan berangkat bekerja kini sudah menjadi jalanan yang harus dilewatinya sehari-hari. Sepertinya jalan ini telah ditinggalkan dan orang-orang disini setelah adanya jalan baru yang membuat orang-orang memilih jalan yang lebih bagus. Namun, menurut Richo jalan inilah yang paling tercepat menuju ke tempat kerjanya.
Tepi jalan yang sedikit curam membuatnya harus berhati-hati. Jalanan agak licin dipagi hari karena embun pagi, jika tidak berhati-hati maka akan tergelincir dan jatuh ke jurang.
Richo masih fokus mengendari motor bututnya, namun pendengarannya yang tajam menangkap suara-suara aneh dari balik rumah kosong yang selalu dia lewati. Richo memperlambat laju kendaraannya, dia ingin memastikan suara berisik siapa yang selalu ada ketika dia melewati rumah tua itu.
Karena rasa penasaran yang kuat dia memberanikan diri untuk melihat ke dalam. Menghentikan motornya di pinggir jalan sebelum ke rumah itu. Jantungnya berdegup kencang, sungguh ini adalah pengalaman pertama nya menjadi seperti ini. Sebelumnya dia tidak pernah mau ikut campur ataupun kepo terhadap urusan orang lain. Namun kali ini berbeda, entah kenapa sekarang dia menjadi sangat penasaran. Dalam hati dia hanya ingin tahu saja suara apa yang selalu dia dengar di rumah kosong itu, untuk meredam rasa penasaran yang selalu menggelayuti hari-hari nya ketika melewati jalan ini.
Richo mengendap-endap seperti pencuri. Suara gaduh kembali terdengar.
Brug brug brug brug
Seperti suara benda di pukul-pukul oleh benda tumpul. Richo mengernyit, kalau pun disini ada hantu pasti suara yang ditimbulkan tidak seperti itu. Richo mengintip di sela-sela jendela rumah tua itu. Tapi nihil tidak ada apapun. Dia kembali berjalan ke tempat yang lain, kali ini suara orang memukul benda terasa kencang terdengar. Richo mengusap lehernya yang tiba-tiba merinding. Namun, rasa penasarannya begitu kuat hingga mengalahkan ketakutannya. Dengan berani dia kembali mengintip ke jendela yang usang itu. Membersihkannya dahulu agar lebih mudah dia melihat ke dalam.
Dia melihat kayu mengayun lalu menimpa kursi rusak setelahnya. Lagi dan lagi kayu itu mengayun lalu menimpa kursi yng sudah tidak berbentuk itu.
Brug brug brug
Richo mengernyit bingung. Jika ini perbuatan hantu pasti tidak akan seperti ini. Sepertinya ada yang tidak beres, Richo mulai mencari pintu yang tidak terkunci untuk memenuhi rasa penasaran nya yang sudah memuncak tinggi.
Cklek. Berhasil.
Pintu dapur yang ditemuinya tidak terkunci atau memang sudah lapuk dimakan usia jadi lebih mudah dibuka, ah entahlah dia tidak peduli. Richo berjalan pelan ke sumber suara. Sejujurnya ada rasa takut menyelinap di hatinya. Degup jantungnya juga berirama semakin cepat, keringat dingin sebesar biji jagung muncul di dahinya.
Apa dia sanggup? Kembali hatinya bertanya-tanya. Bagaimana kalau suara itu adalah suara... Richo segera menepis pikiran buruk itu. Kakinya kembali melangkah ke sumber suara yang berada di tengah ruangan. Suara itu semakin jelas terdengar namun sedikit melemah tidak sebising tadi dan kemarin-kemarin.
Richo sudah sampai di pintu tengah rumah kosong. Dia mengelus dadanya untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Nafasnya menjadi berat ketika hampir saja dia sampai ke sumber suara yang selalu menghantuinya.
Brug brug brug
Suaranya melemah namun intonasinya tetap sama. Richo memejamkan mata sejenak lalu mengambil napas sedalam-dalamnya kemudian dia menghembuskannya secara perlahan.
Huuhh haaahh
Dia telah siap untuk membuka tabir penasarannya.
Satu langkah dua langkah kemudian ... dia tercekat dan mematung di tempat. Ingin berlari namun kakinya tidak bisa di gerakan, suaranya pun ikut menghilang entah kemana. Sungguh dia benar-benar tidak bisa menggerakan tubuh bahkan pita suaranya.
Ya Tuhan ya Tuhan ya Tuhan.
Richo terus membisikan nama Tuhan dalam hatinya. Dia berharap ini bukan seperti yang ada dipikirannya. Kemudian dia memejamkan matanya, dia berpikir dia sedang berhalusinasi.
Suara orang memukul benda tumpul itu berhenti tepat ketika Richo berada di dekatnya.
Kletak
Kayu pemukul kursi itu terjatuh.
Dengan sigap Richo membuka matanya secara perlahan, lalu pemandangan pertama yang dilihatnya adalah tatapan tajam dan kosong yang terhalang oleh rambut panjangnya yang hitam. Seketika
Napasnya memburu, pikiran positif nya sudah kabur entah kemana sehingga dia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.
Dia mencoba menggerakan kakinya dengan susah payah. Yes, kali ini dia berhasil. Tanpa pikir panjang dia segera melangkahkan kakinya yang panjang ke arah pintu keluar yang ada di belakang.
Satu ... dua ... tiga ... empat ... lima.
"Tooloong ... "
langkah Richo terhenti kala mendengar sosok itu. Suara lemah serta lirih itu membuat Richo berbalik. Sedikit ragu dengan suara itu, namun Richo mencoba memberanikan diri menatap sosok yang meminta tolong itu.
"Siapa kau?" Tanya Richo dengan sedikit bergemetar.
Sosok itu tidak menjawab. Dia menangis lirih sambil menundukan kepalanya. Tubuhnya sedang duduk dan terhalangi meja di depannya.
"Hiks hiks ... Tolong aku!" Lirihnya lagi dengan suara menyayat hati.
Richo melemah, pikiran buruk yang mencoba menyerang pikiran nya tersingkir begitu saja. Dia sangat yakin, ini bukan seperti yang ada dipikirannya.
"Aku harus apa untuk membantumu?" Ucap Richo pada akhirnya setelah peperangan batin dan pikiran yang terjadi di dalam tubuhnya.
"Lepaskan aku!"
Richo mengernyit bingung. Lepaskan bagaimana, selama ini kan pintu dapur yang berada di belakang rumah ini kan sudha tua dan bisa di bobol, kenapa dia seolah tidak mampu keluar dari sini.
Seketika bahunya kembali merinding. Apa jangan-jangan benar apa yang berada dipikirannya ini?
"K-kau k-kan bi-bisa pergi sendiri dari sini, pintu belakang tidak susah untuk di jebol." Keringan kembali mengucur, kakinya telah bersiap akan berlari. Namun sosok itu kembali menjawab dengan sangat pelan sekali di selingi isakan tangis.
"Aku tidak bisa." Semakin lama suara itu semakin menghilang.
Richo menatap bingung kepada sosok itu, kini dia sangat penasaran. Siapa sebenarnya sosok yang menghuni rumah tua dan selalu memukul kursi ini.
Perlahan Richo melangkah semakin mendekati sosok itu. Tadinya dia berpikir akan berlari saja menjauh dari rumah ini. Namun, entah kenapa hatinya terasa berat sekali.
Semakin dekat Richo merasa ada keanehan di sosok wanita tersebut. Di balik meja yang menghalanginya ada sepuluh botol akua kosong yang tergelak begitu saja. Serpihan kursi dan rangka kursi yang telah rusak juga berada di dekatnya.
Richo semakin merasa aneh ketika melihat kain yang menutupi sebagian tubuhnya. Dengan perasaan takut yang teramat sangat, Richo mencoba lebih mendekat ke sosok wanita itu.
Sosok itu tidak bergeming, kepalanya masih menunduk namun isakannya kembali terdengar.
Kengerian menghampiri Richo. Namun begitu, Richo tetap bersikukuh akan menyingkap kain yang menghalangi kaki pada sosok itu.
Baju lusuh yang sangat kotor juga bau busuk sangat menyengat. Membuat Richo harus menahan napas sejenak.
Jika benar dia hantu pasti Richo tidak akan melihat kakinya ketika kain yang menutupi separuh tubuhnya itu terbuka. Begitu pemikiran Richo.
Satu
Dua
Tiga
Breet
Kain penutup itu dilempar begitu saja oleh Richo. Bola mata Richo membulat lebar, mulutnya terbuka. Tubuhnya sedikit terjengkang kebelakang saking kagetnya.
"Ha-ha-ha."
****
Hai teman ini cerita baruku semoga syukaaa...