Malam yang mendebarkan

1711 Kata
Richo terkejut bukan main mendengar sosok wanita itu tertawa dengan nyalang dan keras. Jantungnya seakan mau copot dari tempatnya saking terkejutnya. Ternyata pikirannya benar, dia bukan hantu dia manusia biasa. Wanita itu tertawa lalu matanya mengeluarkan air mata. Dia menatap Richo yang sedang mengendalikan dirinya dari rasa terkejut. "Tolong aku!" Lirihnya. Richo mengangguk perlahan seolah terhipnotis dengan wanita itu. Dia kembali mendekat menyingkirkan beberapa botol kosong yang menghalanginya. Namun, dering ponsel menghentikan pergerakannya. Segera dia melihat ponselnya yang sedang berkedip. Alarm : Jam masuk kerja sebentar lagi!!! 07.30 Richo menepuk jidatnya pelan. Astaga! Kenapa aku sampai lupa sih! Gerutu batinnya. Setelah memasukkan ponselnya kembali kedalam tas. Dia melihat wanita itu sedang menatapnya terus-menerus. Richo jadi tak enak hati, dia 'kan sudah berjanji akan menolongnya. Serba salah sendiri jadinya. "M-maaf yaa, a-aku a-aku-" Ucapan Richo yang terbata-bata terpotong oleh wanita itu. "Aku lapar," "Hah," "Aku Lapar," Richo tercengang. Benar juga, dalam keadaan seperti ini dia pasti sangat kelaparan. Dia mengeluarkan bekal makanan kerjanya, biarlah nanti dia puasa untuk hari ini. Atau mungkin, tadi wanita itu melihat Richo mengeluarkan bekalnya hingga dia berkata lapar, ah entahlah. Richo menyodorkan bekal makanannya beserta sendok. Tanpa pikir panjang, kotak bekal itu langsung diambil dan dibuka oleh wanita itu. Tampak sekali dia sangat kelaparan, sendok yang diberikan Richo tidak berguna lagi. Wanita itu memakan bekal Richo dengan tangan dan memakannya dengan lahap hingga tangannya belepotan oleh nasi dan lauk pauk. Tak lama makanan itu habis, wanita itu melempar kotak bekal itu kepada Richo. Dengan sigap Richo menangkapnya lalu diberikannya botol air mineral kepada wanita itu. Glek glek glek "Ahhh..." Seketika botol minum itu kosong. Seperti wanita itu kekenyangan, dia lngsung bersandar ke dinding yang ada dibelakangnya. Melihat itu membuat perasaan Richo sedikit lega. Richo tersenyum tipis, kali ini sudah tidak ada rasa takut lagi di hatinya. "Nanti sore aku akan kesini lagi untuk membantumu, sekarang aku harus pergi dulu untuk bekerja." Ucap Richo. Wanita itu tampak sudah tidak peduli lagi. Dia mengacuhkan Richo hingga membuat Richo jengkel. Kini dia sedang mengetuk-ngetuk kayu yang dipegangnya ke lantai kotor. Tuk tuk tuk tuk "Hahh, sudahlah. Aku pergi!" Perasaan kesal menyelimuti hati Richo. Rasa iba kini berganti menjadi kesal, dengan langkah lebar Richo sudah berada di luar rumah tua itu lagi. Tak lupa Richo menutup kembali pintu belakang yang sudah tua itu. Takut ada orang yang tidak bertanggung jawab datang. Lalu setelah itu Richo mengambil motornya dan melaju dengan kencang meninggalkan rumah kosong itu. **** Richo bekerja di sebuah mini market di kota kecil ini. Pekerjaan yang digelutinya  selama ia berada disini. Richo cukup nyaman bekerja disini, selain karena tempatnya juga karena mencari pekerjaan itu sulit. Jadi, dia tidak mau membuang kesempatan ini untuk bekerja disini. "Hai, Richo. Tumben jam segini baru datang?" Sapa seorang teman kerjanya. Richo hanya tersenyum tipis untuk membalasnya. Hal itu sudah biasa bagi teman-teman Richo. Richo memang terkenal pendiam namun kerjanya sangat cekatan dibanding yang lain. Richo berganti pakaian menjadi seragam di mini market ini lalu kemudian mulai membantu teman-temannya yang lain untuk membersihkan mini market ini. Tak lama satu persatu pengunjung mulai berdatangan hingga siang hari. Teman-teman nya bergantian untuk beristirahat karena tidak boleh meninggalkan meja kasir dalam keadaan kosong tanpa penjaga. "Richo aku istirahat duluan ya, lapar banget nih." Kata Doni lalu pergi mencari makan siang di luar. Richo mengangguk. "Richo emang kamu belum lapar?" Bella teman perempuannya bertanya kepada Richo. "Belum," Jawabnya singkat. "Yaudah aku keluar duluan kalo gitu, Hati-hati yaa!" Kembali Richo mengangguk. Hari itu Richo tidak memakan apapun sama sekali. Bekalnya sudah habis diberikan kepada wanita yang ditemuinya di rumah kosong. Richo jadi teringat wanita lusuh itu. Seketika rasa kesal kembali menyelinap dihatinya. Hatinya sungguh dongkol karena sikap acuh tak acuh wanita itu. Namun, dia sangat penasaran kenapa wanita itu berada di rumah kosong seorang diri apalagi dalam kondisi seperti itu. Apa dia dibuang oleh keluarganya? Ah, sudahlah. Kenapa dia jadi memikirkan wanita itu. Toh, bentar lagi dia akan menemui jawabannya ketika pulang kerja nanti. Waktu berjalan terasa lambat, Richo sangat ingin segera pulang dari tempat bekerjanya. Pikirannya tidak fokus memikirkan nasib wanita itu. Lima menit lagi dia berganti sif dengan pekerja yang lain. Richo segera mengemasi barang-barangnya kedalam tas lalu bersiap sambil menunggu temannya yang berbeda sif datang. "Hai, Richo, Bella, Doni." Sapa rekan kerjanya shinta. "Haii shinta, lama banget sih datangnya. Gue mau buru-buru pulang nih." Jawab Doni sewot karena shinta datang terlambat. "Hehe sorry teman, aku terlambat. Yaudah sono kalo pada mau pulang." "Iyalah, siapa juga yang mau disini terus." Ujar Bella, Richo hanya tersenyum menanggapi obrolan teman-temannya. Kemudian teman-temannya yang lain yang berbeda sif dengannya datang. Akhirnya dia bisa keluar juga dari tempat kerjanya ini. "Aku pulang yaa," Pamit Richo kepada teman-temannya. "Sip! Hati-hati yaa Richo." Balas shinta genit. Richo berlalu tak menghiraukan shinta lalu mengambil motornya kemudian pergi meninggalkan tempat kerjanya. Entah kenapa perasaanya merasa lega setelah pulang dari tempat kerja. Namun, memang seharusnya senang 'kan karena dia bisa beristirahat di rumah kontrakannya yang kecil. Tapi sepertinya bukan itu alasan yang di dalam hatinya. Richo kembali melewati jalan yang sepi itu, sebelum sampai di rumah kosong dia melihat ada mobil hitam parkir di rumah kosong itu. Beberapa orang yang berpakaian warna hitam tampak keluar masuk dari rumah kosong kemudian ada satu orang yang mengelilingi rumah tua dan menyiramkan sesuatu. Seketika perasaan Richo menjadi tak nyaman. Apa mereka orang-orang jahat yang telah memperlakukan wanita yang berada di rumah kosong itu dengan keji? Richo bersembunyi di balik semak-semak. Dia mematikan mesin motor lalu turun dan mendorongnya menerobos melewati tumbuhan ilalang yang lebat. Dia takut orang-orang itu melihat dia melewati jalan ini. Richo terus mendorong motor bututnya hingga sampai di bagian belakang rumah tua itu. Dalam kesunyian dia mendengarkan pembicaraan orang-orang berbaju hitam. "Sudah belum?" "Bentar lagi bos." "Ayo cepat siram, takut ada yang melihat!" "Siap bos!" "Sudah disiram semua bos." "Bagus. Nanti malam kita kembali lagi untuk membakar rumah ini. Ayo cepat pergi!" "Oke bos!" Lalu orang-orang berbaju hitam itu pergi meninggalkan rumah tua itu. Napas Richo tercekat. Seumur hidup baru kali ini dia mengetahui ada orang yang berbuat jahat dihadapannya. Ini tidak bisa dibiarkan! Apalagi ada nyawa seseorang yang harus lenyap malam ini. Pikir Richo. Dengan cepat Richo masuk ke dalam rumah tua itu melewati pintu belakang. Lalu melihat wanita itu lagi. Wanita itu menatap Richo dengan sendu. Tidak seperti pagi tadi yang terlihat menyeramkan. "Apa kau masih ingin ku tolong?" Ujar Richo dengan suara beratnya. Wanita itu diam menunduk. "Hei, jawab aku. Waktuku tidak banyak!" Richo menahan perkataannya agar dia tidak membentaknya. Namun, orang yang ditanya kembali diam tidak menjawab. Richo mengacak rambutnya dengan gemas, waktu sudah mendekati malam tapi wanita itu malah asyik terdiam. Sebenarnya Richo orangnya tidak sabaran, dia tidak suka bertele-tele apalagi dalam situasi genting kayak begini. "Ck. Yasudah aku tidak butuh pendapatmu!" Richo pergi keluar dari rumah tua itu menuju motornya. Lalu membuka box motornya dan mencari benda tajam yang dapat membantunya. Kemudian masuk kembali ke dalam rumah tua itu. Hari sudah semakin gelap, keringat dingin membasahi tubuh Richo. Sekarang dia sedang berpacu dengan waktu. Richo mendekati wanita itu, semilir angin menghembuskan bau tak sedap dari wanita itu namun Richo tetap bertahan. Dia mendekati kaki wanita itu dan berjongkok. "Ya Tuhan semoga alat ini bisa diandalkan." Ucapnya dalam hati. Krek krek krek Berkali-kali alat yang dibawa Richo meleset dari gembok yang menahan kaki wanita tersebut. Ya, wanita ini di pasung entah sudah sejak kapan. Pantas dia tak dapat keluar dari sini. Richo mencari benda tajam yang lebih kecil di dalam tasnya, untuk memasukkannya ke dalam lubang gembok itu. Richo menahan napas, matanya melirik ke luar jendela yang sudah menampilkan gelapnya malam. Keringat dingin tak henti-hentinya keluar dari tubuhnya. Dia berkeliling ke setiap ruangan rumah tua itu untuk mencari sesuatu yang bisa dipakainya mengakali gembok besar itu. Matanya berbinar ketika mendapati kawat yang tak jauh dari pojok ruangan sana. Richo kembali mendekati wanita itu dan akhirnya berhasil. Gembok itu sudah terbuka, lalu di lepasnya gembok itu dari rantai hitam yang membelenggu kaki wanita itu. Srek srek srek Akhirnya dia sudah melepaskan rantai itu dari kaki ini. Richo menatap nanar pada kaki yang luka itu, eratnya rantai membuat luka yang dalam di kaki wanita ini. Richo menatap wanita yang terus menunduk itu lalu menuntunnya untuk berdiri. Wanita itu menggeleng lalu isakan tangisnya kembali terdengar. Sungguh ini bukan waktu yang tepat untuk menangis lirih, apalagi di rumah tua yang kosong seperti ini. "Hh, baiklah kalau kau tidak bisa berdiri akan aku gendong saja." Namun baru saja hendak menyentuh bagian dalam lututnya, Richo sudah tidak kuat. Bukan, bukan masalah berat badan. Wanita ini kurus pasti dengan mudah dia bawa, tapi karena bau yang begitu menyengat itu yang membuat nya tidak tahan. Sekali lagi richo mencari sesuatu di tas kerjanya. Yes, beruntungnya ada baju ganti yang belum dicuci olehnya dan masih tersimpan di dalam tas ini. Dengan cepat dia mengeluarkan baju dan celana itu dari dalam tasnya. "Aku minta maaf kalau aku sudah berbuat kurang ajar padamu, tapi ini sangat darurat, oke." Srek srek srek Suara robekan baju dan celana wanita itu di robek kasar oleh Richo. Sudah tidak ada waktu untuk berpikir lagi. Tak lama wanita itu sudah dalam keadaan telanjang bulat, tidak ada bantahan sama sekali dari dia ketika Richo melakukan semua itu. Dia masih tetap menunduk dan terdiam tanpa suara. Richo melempar baju dan celana yang sudah tidak ada rupa itu jauh-jauh. Sungguh baju itu sangat bau sekali, lalu dia memakaikan baju dan celananya meskipun sangat susah. Kaki wanita itu kaku, mungkin karena terlalu lama di rantai hingga menyebabkan seperti itu. Richo menggendong tas kerjanya lalu mulai memangku wanita itu kembali. Ini agak sedikit lebih baik, tidak terlalu bau seperti tadi. Dia sudah menutup pintu belakang rumah tua itu lalu menuju semak-semak dimana motornya berada. Dengan sangat susah payah dia membawa wanita itu dengan motor bututnya. Satu tangannya memegang erat tangan wanita itu agar tidak jatuh. Silau cahaya lampu mobil menyoroti jalanan yang gelap gulita ini. Richo melajukan motornya dengan perlahan agar suara mesin motornya tidak terlalu terdengar. Suara pintu mobil yang dibanting menandakan orang-orang telah turun dari mobil. "Ayo cepat lempar korek api ini!" "Bos, apa perlu kita cek dulu?" "Tidak usah! Mana mungkin si gila itu bisa keluar dari rumah ini. Hahaha." "Oke bos!" Tak lama. Blum. Api menyala dan merembet ke sekeliling rumah yang telah disiram oleh air bensin. Suara mesin mobil yang melaju sudah tak terdengar, mungkin mereka langsung pergi meninggalkan tempat ini. **** Kalau syuka cerita ini jangan lupa kasih love nyaa;)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN