Namanya Kynar

1605 Kata
Dalam perjalanan menuju ke tempat kontrakannya, jantung Richo berdebar dengan kencang. Dia telah melangkah terlalu jauh mencampuri urusan orang lain, ini bukan Richo sekali. Sepanjang jalan, Richo merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya dia tidak berpikir panjang terlebih dahulu. Akal sehatnya seakan tiba-tiba hilang dari dalam dirinya. Namun, sisi baik Richo mulai meredam rasa penyesalannya. Sisi baik itu terus meyakinkannya bahwa ini adalah bentuk rasa kemanusiaan yang murni dan wajar terjadi bila melihat orang lain dalam kesusahan, apalagi mengetahui akan di bunuh dihadapannya. Perlahan-lahan Richo mulai mengakui bahwa dia masih punya rasa kasihan terhadap orang lain. Namun, kembali hatinya plin-plan. Bagaimana kalau tetangga sekitar mengetahui dia membawa seorang wanita ke dalam kontrakannya, selama 'kan ini Richo terkenal akan sikap dingin dan acuh tak acuhnya walaupun banyak wanita ingin mendekati dirinya. Perang batin terjadi membuat Richo merasa pusing sendiri. Andai dia tidak suka berjalan lewat jalan sepi ini, andai pula dia penasaran terhadap suara itu, dan seterusnya. Rasanya Richo ingin sekali memutar waktu, bila bisa memilih mungkin dia akan memilih untuk tidak tahu dan mengabaikan suara-suara itu. Hhh, namun, nasi sudah menjadi bubur. Dia sudah tidak bisa mengelak lagi. Sekarang yang harus dia lakukan adalah mencari alasan agar orang lain tidak curiga bahwa mereka bukan saudara. "Enghh, sakit, sakit," Ucap suara dibelakang punggungnya. Richo berhenti sejenak, dia melihat ke belakang. Oh, ternyata dia mengikat tubuh wanita itu terlalu erat hingga membuatnya kesakitan. Richo mulai mengendurkan ikatan tali itu, dirasa cukup dia kembali berjalan menuju kontrakannya. Sesampainya di kontrakan, hari sudah malam. Waktu menunjukan pukul delapan lewat lima belas menit. Selepas membuka ikatan tali, dia turun dari motor. Di dapatinya wanita itu sudah tertidur pulas, dengan cepat dia membopongnya kembali lalu membuka kunci pintu dengan sebelah tangannya. Pintu terbuka, Richo membaringkan wanita itu di karpet bawah. Setelah itu memasukan motornya ke dalam kontrakan dan mengunci pintu kontrakannya kembali. Hhh, lelah sekali. Richo mengambil handuk di dekat pintu kamar mandi, kemudian dia menyegarkan tubuhnya dari bau tidak sedap yang menempel di punggungnya akibat wanita itu. Mengingat wanita itu, Richo kembali kesal, padahal tadi sejenak dia sudah dapat melupakan nya barang sebentar. "Argh, sialan! Mimpi apa aku semalam harus mengalami hal seperti ini," Gerutu Richo. Selepas mandi Richo memakai pakaian santainya, lalu mulai memasak untuk dirinya sendiri. Hal ini, sudah menjadi rutinitasnya selama dia berada di Kota ini. Oh ya, dia lupa sekarang 'kan dia sudah tinggal berdua dengan seorang wanita yang tidak jelas asal usulnya. Kali ini Richo memasak nasi goreng dengan telor ceplok untuk porsi dua orang. Biarlah nanti untuk urusan tetangganya disini, yang pasti sekarang dia harus merawat wanita ini terlebih dahulu. Lalu kemudian dia akan membantu untuk mencari tahu tentang keberadaan orang tuanya. Nasi goreng dengan telor ceplok sudah siap. Richo menaruhnya di meja dekat kompor. Kemudian menghampiri wanita itu yang sedang tertidur pulas. Dia menggoyangkan tangannya agar wanita itu terbangun, dan mau membersihkan dirinya sendiri. "Hei, hei, bangun," Richo menepuk-nepuk pipi lusuh wanita itu, wanita itu terbangun lalu matanya membelalak kemudian menyipitkan matanya, tangannya menghalangi mata bulat itu dari cahaya lampu di kontrakan Richo. "Enghh, silau," Dia terus menghalangi wajahnya dari cahaya lampu dengan kedua tangannya. Richo menghela napas berat, sepertinya ini tidak mudah. Richo menghalangi wanita itu dengan tubuhnya. Lalu wanita itu tersenyum sumringah. Richo tertegun untuk sesaat ketika melihat senyum ceria dari wanita tersebut. Namun, dia berhasil mengendalikan tubuhnya lalu bergegas pergi ke dapur untuk mengambil nasi goreng yang telah dibuatnya. "Enghh, silau," Suara wanita itu kembali memberengut. "Kau harus terbiasa, disini memang terang karena cahaya lampu," "Silau," "Hhh, ayo sekarang makan dulu," Richo memberikan piring nasi goreng itu dan diterima dengan semringah oleh wanita itu. Wanita itu melahapnya dengan cepat, baru saja Richo akan menyantap makanannya ternyata wanita itu sudah hampir habis setengahnya. Richo tersedak oleh ludahnya sendiri, lalu tanpa pikir panjang dia menghabiskan makananya dengan cepat, takutnya wanita itu akan merebut makanannya. "Hmm, enak," Richo mendengus, wanita itu menaruh piringnya di lantai. "Eeee..." Suara sendawa yang sangat besar membuat Richo mual. Dia tidak jadi untuk menghabiskan makanannya. Rasa mual dari perutnya membuat dia kenyang seketika. Richo menatap jijik pada wanita itu, lalu membereskan piring-piring bekas makan mereka berdua. "Aaa... Mau lagi," Piring yang sudah di pegang oleh Richo direbut kasar olehnya. Richo terkejut. Lalu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah aneh dia. "Hmm, enak," Piring yang sudah bersih dari makanan itu ditaruh di lantai, wanita itu kemudian menyandarkan punggungnya ke tembok dan mengusap-usap perutnya. Mulutnya terus menggumamkan sesuatu yang tidak jelas. Tak ambil pusing Richo kembali membawa piring kosong itu ke dapur lalu mencucinya. Setelah selesai membereskan semuanya Richo menghampiri wanita itu. Dia duduk berhadapan. Richo berdehem untuk mengambil fokus wanita aneh itu. "Ehmm..." Wanita itu menoleh lalu menatap Richo. "Namamu siapa? Kenapa kamu bisa berada di rumah tua itu lalu dipasung?" "Mmm, aku aku namaku, Mmm..." Wanita itu terlihat berpikir, lama sekali, membuat Richo menjadi tidak sabar. Dia mengacak rambutnya dengan gemas. Wanita itu masih terlihat berpikir. "Namamu siapa?" Tanya Richo dengan gemas sekaligus kesal. "Mmm... Akuu...." Richo menatap tajam kepada wanita itu, habis sudah kesabarannya. Wanita itu terlihat takut, dia kembali menunduk seperti di rumah tua itu. "Namamu siapa?" Tekan Richo dingin. "Kynar," Cicitnya. 'Hhh, astaga, cuma bertanya nama saja sudah membuatnya kesal setengah mati apalagi bertanya yang lain.' gerutu hati Richo. Baiklah, untuk sekarang nama saja sudah cukup. Terserah masa lalu dia seperti apa, biarlah nanti dia cari tahu sendiri. "Oke, kynar, sekarang kamu bersihkan tubuhmu yaa," Kynar menggelengkan kepalanya pelan. Richo kembali melotot, apalagi ini. "Pokoknya harus!" "Tapiiii..." "Tapi apa?!" "Tapiii, aku ... aku kynar," "Astaga, aku sudah tahu namamu. Sekarang bersihkan badanmu!" Kynar menggelengkan kepala lagi. "Hhhrgg, kynar yang baik bersihkan dulu badanmu yaa, masa aku yang harus membersihkan nya," "Memangnya kenapa?" Mata bulat itu menatap Richo polos. Richo membelalak terkejut. Cukup sudah dia melihat kynar dalam keadaan telanjang tadi meskipun darurat. Tapi tidak untuk sekarang, bisa-bisa dia tidak dapat menahan dirinya sendiri. Richo berjalan ke kamar mandi, mengambil ember lalu mengisinya dengan air. Lalu dia masuk ke kamarnya untuk mencari handuk kecil, kaos santai serta celana kolor. Setelah itu dia membawanya ke hadapan kynar. Brak. "Bersihkan sendiri badanmu, aku tunggu. Awas kalau tidak bersihkan!" Kynar menatap dengan bingung pada ember itu. Lalu dia menggeleng lagi. Richo menutup matanya lalu menghembuskan napas kesal. Mau tidak mau dia harus membersihkan tubuh Kynar, kalau tidak bau sampah yang ada di tubuh Kynar akan terus menguar di dalam kontrakan kecilnya ini. Dia mengambil mengambil handuk itu lalu mulai mengusapkan pada kaki Kynar terlebih dahulu. Pada bagian luka, Richo mengusapnya dengan sangat hati-hati sekali. Sesekali Kynar meringis pelan, namun Richo masih terus membersihkan kakinya terlebih dahulu. Setelah betis dan telapak kaki sudah bersih, lalu Richo membersihkan tangan Kynar, lanjut ke lehernya yang jenjang lalu wajahnya. Kynar terus tertawa karena geli. Dia terus bergerak untuk menghindari sentuhan Richo. "Hihihi... Hihihi..." Kikik Kynar. "Ck, diam." Seketika Kynar terdiam bagai patung. Richo kembali menggelengkan kepalanya ketika melihat tingkah Kynar. Dia sedikit tersenyum walaupun tipis. Setelah selesai membersihkan wajah Kynar. Richo meneguk ludahnya dengan susah payah. Sekarang bagian dia membersihkan tubuh terdalam Kynar. Namun, dengan cepat Richo mencoba mengendalikan dirinya, dia harus profesional. Ini demi kebaikan. Batinya menghibur. Sekali lagi Richo memejamkan matanya sesaat lalu setelah itu dia mulai membuka bajunya yang dipakai oleh Kynar. Secepat kilat dia membersihkan tubuh Kynar lalu dia memakaikannya kembali dengan kaos santai miliknya. Tak mau membuang-buang waktu, meskipun dengan berat hati dia mulai membuka celana yang dipakai oleh Kynar. Richo menahan napas, kini matanya sudah tidak suci lagi. Secepat kilat juga dia membersihkan tubuh bagian bawah Kynar. Pada saat itu Kynar kembali tertawa karena rasa geli ketika Richo mengusap untuk membersihkan paha dalamnya. "Hihihi..." Tak lama Richo memakaikannya celana bersihnya kembali. Setelah itu selesai sudah dia menahan napas sedari tadi. Keningnya penuh keringat, Richo merasa ini sangat melelahkan sekali. Richo melihat keseluruhan tubuh Kynar, kini dia sudah terlihat bersih dibanding tadi. Bayangan tubuh Kynar yang polos melintas dipikirannya. Richo menggeleng dengan cepat untuk menghilangkan bayangan itu. Seketika dia ingat, rambut Kynar juga sangat bau bahkan karena rambutnya panjang. Rambut itu sudah berubah seperti sanggul yang sudah dipakaikan hair spray. Richo mengambil gunting, lalu memotong rambut panjang itu menjadi sebahu. Dia memposisikan tubuh Kynar menjadi berbaring, kepalanya di ganjal dengan helm miliknya lalu baskom besar di taruh di bawah rambutnya. Dia membasuh rambut itu dengan air, lalu kemudian memakaikannya shampo. Hampir satu setengah botol shampo Richo habis dipakai untuk membasuh rambut itu. Setelah itu baru di bilas dengan air bersih sebanyak-banyaknya. Richo sampai harus membuang air busa itu berkali-kali karena banyaknya busa yang dihasilkan. Richo tersenyum senang, sekarang bau harum menguar dari rambut Kynar. Dia merasa tidak sia-sia menghabiskan setengah shampo miliknya. Selesai sudah dia membersihkan rambut Kynar. Richo teringat kakak perempuan sering memakai handuk dikepalanya ketika sudah keramas. Hal itu dia lakukan kepada Kynar, dia membelit rambut Kynar menggunakan handuk agar tidak membasahi bajunya. Kynar kembali duduk dalam posisi semula, dia tersenyum senang. Sekarang tubuhnya sangat segar sekali. Dia memainkan handuk yang dipakaikan oleh Richo di kepalanya. Selesai membereskan kekacauan di ruang tamunya, Richo mengambil kotak p3k lalu membersihkan luka yang ada di pergelangan kaki Kynar dengan kapas, lalu diolesinya dengan obat merah kemudian diperban. Richo menatap hasil kerja kerasnya tadi dengan bangga. Sekarang Kynar sudah terlihat lebih baik dibanding tadi. Richo mengambil bantal yang ada di kamarnya untuk di pakai oleh Kynar. "Sudah segar, sekarang kamu tidur!" Kynar hendak memprotes, namun sudah lebih dulu ditatap tajam oleh Richo, hingga dia mengangguk dengan pelan. Richo membantu Kynar berbaring lalu memakaikan selimut. "Tidur!" Kynar mengangguk takut-takut. Richo melangkah untuk mematikan lampu ruang tamu lalu kembali ke kamarnya. Hhh, saatnya dia beristirahat atas segala aktivitasnya hari ini. Tak lama Richo sudah memasuki alam mimpi, rasa lelah ditubuhnya membuat dia cepat tertidur begitupun dengan Kynar. **** Mimpi indah kalian;) Jangan lupa tinggalkan jejak kalian yaa...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN