Hari sudah siang Richo sudah ber siap-siap untuk pergi ke rumah sakit terdekat di tempat tinggalnya. Dia ingin pergi untuk memeriksa luka yang ada di kaki Kynar. Dia takut luka yang ada kaki Kynar yang menyebabkannya tidak bisa berjalan atau bahkan bila lebih parah luka di kaki Kynar bisa menyebabkan kakinya diamputasi karena terlalu serius. Richo bergidik ngeri membayangkan itu semua.
Segera dia membopong Kynar lalu mendudukinya di atas motor butut miliknya. Kynar tertawa ceria ketika Richo sudah menghidupkan motornya, getaran yang diakibatkan dari pemanasan motor itu membuat Kynar tertawa riang. Kynar membayangkan dia sedang menaiki odong-odong sehingga dia terus tertawa bahagia.
Setelah mengunci pintu kontrakannya, dia menggeleng melihat Kynar masih tertawa-taa diatas motor. Kemudian Richo mulai melajukan motor butuhnya membelah jalanan yang tidak terlalu macet karena masih pagi.
Tak lama dia dan Kynar sampai di rumah sakit terdekat dari kontrakannya. Richo memanggil suster yang berjaga di ruang IGD untuk memberikan kursi roda.
Suster pun mengangguk lalu membawa kursi roda ke hadapan Richo dan Kynar.
Richo memindahkan Kynar ke atas kursi roda lalu pergi memarkirkan motornya.
"Sus, titip dia dulu,"
"Baik, Mas,"
Kemudian Richo telah kembali lalu mendorong kursi roda Kynar ke ruang pendaftaran pasien. Setelah selesai mendaftar dia menunggu bersama pasien lainnya.
Selagi menunggu Kynar sibuk memainkan kursi roda yang dipakainya. Maju mundur maju mundur begitu seterusnya hingga membuat Richo kesal lalu mengunci rodanya agar tidak bisa bergerak lagi.
Kynar cemberut karena kursi rodanya sudah tidak bisa dia gerakan lagi.
Richo tersenyum puas melihat Kynar yang tampak putus asa.
"Pasien Kynar!" Panggil suster.
Mendengar nama Kynar di panggil, Richo bangkit dari duduknya lalu membuka kunci yang ada di roda kursi itu lalu mendorong Kynar masuk ke ruang periksa dokter.
"Silahkan masuk, Mas!" Perintah Suster.
Richo mengangguk.
Dokter jaga tersenyum ketika Richo dan Kynar sudah ada dihadapannya.
"Selamat pagi, Mas,"
"Pagi, Dok,"
"Silahkan duduk, oh ya perkenalkan saya Dokter Renata. Maaf dengan Mas sama adek siapa?"
"Saya Richo dan dia Kynar,"
"Oke, Mas Richo kira-kira ada keluhan apa adeknya ini?"
"Kakinya luka, trus tiap malam dia sering mengeluh kesakitan," Ucap Richo singkat.
Dokter Renata tersenyum.
"Baik, saya periksa dulu yaa, Mas, tolong adeknya di baringkan di ranjang itu," Pinta sang dokter.
Richo menurut lalu membaringkan Kynar yang masih terlihat main-main.
Setelah di baringkan di ranjang periksa, Kynar menatap Richo bingung. Seakan tahu kebingungan yang dialami Kynar, Richo membisiki telinga Kynar lalu kemudian mata Kynar berbinar dia mengangguk dengan cepat.
Richo tersenyum tipis lalu mengacak rambut Kynar yang sudah berubah jadi pendek.
Setelah siap dengan alat stetoskop nya Dokter Renata mendatangi Kynar yang sudah anteng. Dokter Renata tersenyum menyapa Kynar, tapi yang disapa malah acuh tak acuh.
Selesai memeriksa bagian atas tubuh Kynar kini dokter itu memeriksa luka yang ada di kaki Kynar.
Dokter Renata mengernyit, lalu dia di bantu suster tadi mulai membersihkan luka itu. Setelah itu kaki Kynar dibalut dengan perban putih di kedua pergelangan kakinya.
Tak ada raut wajah kesakitan atau apapun ketika dokter dan suster itu membersihkan luka Kynar. Kynar tampak santai dengan jari-jari tangannya.
Dokter Renata kembali ke hadapan Richo untuk menjelaskan sesuatu.
"Maaf, Mas, itu pergelangan kakinya luka karena apa ya kalau boleh tahu?"
"Hmm," Richo tergagap, mana mungkin dia menceritakan yang sesungguhnya kepada orang lain. Dokter Renata mengulum senyum lalu melanjutkan perkataannya.
"Yaudah gak papa, luka yang ada di kaki Kynar cukup parah sekali. Lukanya harus sering dibersihkan agar tidak membusuk dan cepat kering. Makanya Kynar harus sering kontrol setelah ini,"
Richo mendengarkan dengan serius, entah mengapa dia sangat peduli sekali kepada Kynar. Dia merasa Kynar seperti adiknya yang harus di beri pertolongan dan dilindungi.
"Lalu dia gak bisa jalan karena apa dok?"
"Otot-otot kakinya kaku, jadi dia susah menggerakkan kakinya. Tenang saja ini bukan lumpuh, masih bisa disembuhkan dengan terapi yang rutin,"
Richo menghembuskan nafas lega, setidaknya Kynar masih bisa berjalan.
"Oh ya, sepertinya adik Mas mempunyai gangguan kejiwaan. Nanti, setelah kaki nya sembuh tetap periksa lebih lanjut ya untuk pengobatan psikisnya, tapi ada dokter khusus untuk mengobati itu saya hanya dokter umum,"
"Baik dok,"
"Ini resep obatnya silahkan di tebus di apotik rumah sakit,"
Dokter Renata mengulurkan selembar kertas dengan tulisan yang sulit diartikan bagi orang awam. Richo mengangguk, lalu memindahkan Kynar ker kursi roda lagi.
"Kalau begitu saya permisi dokter,"
Dokter Renata tersenyum dan mengangguk pelan.
****
Selesai menebus obat di apotik, Richo membawa Kynar pulang. Di perjalanan Richo sibuk memikirkan bagaimana untuk pengobatan Kynar selanjutnya. Sedangkan Kynar masih harus di obati.
Untuk sekarang dia masih bisa mengandalkan tabungannya, tapi nanti dia tidak tahu harus mengandalkan apa.
'Baiklah, aku akan bekerja lebih giat lagi,' tegas batinnya.
Richo dan Kynar pulang ke rumah dengan selamat. Kynar sudah duduk anteng di karpet tipis itu, kakinya tidak bisa di tekuk sehingga harus selonjoran terus.
Richo sangat iba melihat Kynar, dia membayangkan bila itu terjadi kepada adiknya. Untuk itu Richo bertekad akan membuat Kynar sembuh dari segala penyakitnya.
"Nih," Richo memberikan satu buah permen kopi kepada Kynar. Mata Kynar berkaca-kaca ketika melihat permen kopi itu. Dia membawa permen itu ke dadanya lalu melihat kembali terus seperti itu hingga membuat Richo terkekeh karena ulah Kynar.
"Mau di buka gak?"
Kynar mengangguk cepat. Setelah Richo membuka bungkus permen itu lalu diberikannya kepada Kynar yang sudah menunggu dari tadi.
Kynar langsung melahap permen kopi itu dengan mimik wajah kenikmatan. Matanya sampai terpejam menikmati permen kopi itu.
Richo bangkit dari duduknya lalu pergi ke kamar untuk beristirahat. Jam makan siang sebentar lagi namun dia masih lelah dan akan mengistirahatkan tubuhnya sebentar saja.
Dalam pikirannya Richo terus menerus memikirkan nasib Kynar bila dia sudah tidak ada uang lagi untuk membawanya berobat ke rumah sakit.
Bila hanya mengandalkan gaji seorang kasir, itu sangat tidak cukup sekali. Apalagi dia harus mengirimkan uangnya ke kampung untuk ibu dan adikkya.
Otaknya berpikir keras agar dia mencari pekerjaan sampingan. Siapa tahu itu bisa cukup untuk membantu Kynar berobat.
Kemudian tak lama Richo sudah tertidur karena terlalu banyak berpikir keras.
Brug
Richo terperanjat ketika mendengar suara orang terjatuh. Dengan cepat dia bangkit dan berlari ke sumber suara itu.
Jantungnya berdegup kencang karena begitu terkejut.
"Hh, astaga. Aku lupa,"
Richo membenarkan posisi Kynar yang tertidur miring karena terjatuh.
Dia kan tidak bisa menggerakkan kakinya, pikir Richo.
Setelah Kynar berbaring dengan nyaman dia meninggalkannya kembali karena dia pun sangat mengantuk.
Mereka tertidur bersisian di atas karpet tipis, raut wajah Richo terlihat lelah sekali namun Kynar tampak tenang dengan genggaman bekas bungkus permen ditangannya.
Deburan suara kipas di dinding kontrakan yang sempit menemani tidur mereka di siang hari ini. Melepas lelah di siang hari barang sejenak lalu beraktivitas kembali seperti biasanya.
****
Alarm di ponsel Richo membangunkannya pada jam sebelas lewat tiga puluh menit. Sengaja dia memasang alarm itu agar diatidak kebablasan tidur di siang hari.
Richo beranjak ke dapur untuk menanak nasi lalu membuat mie kuah. Hari ini menu makanannya nasi dan mie kuah yang sudah jauh-jauh hari di stoknya.
Tak lama nasi sudah matang begitupun dengan mie kuahnya. Semilir angin menghembuskan aroma dari mie kuah itu membuat Kynar terbangun dari tidurnya. Hidungnya kembang kempis merasakan bau makanan yang nikmat. Dia tersenyum lalu bangun dan bersandar pada tembok di belakangnya.
Richo mengantarkan makanan itu ke depan, terlihat Kynar sudah menunggu dengan mata berbinar dan mulut menganga.
Richo menahan tawa melihat ekspresi Kynar. Padahal ini hanya sebatas mie dan nasi saja, bagaimana nanti kalau dia masak ayam goreng, batin Richo tersenyum.
"Hmm... Makan!"
"Iya, makan sampai habis!"
Kynar mengangguk lalu melahap semua makanan itu dengan cepat. Sesekali dia kesusahan memakan mie yang panjang dan masih panas.
Sedangkan Richo makan dengan tenang, tanpa menghiraukan Kynar yang sedari tadi berisik dengan sendok, garfu dan piringnya yang saling berdenting.
Selesai makan Richo melihat mulut Kynar yang belepotan, nasi dan sisa-sisa mie kecil menempel di pipinya begitupun dengan lantai yang sangat berantakan.
Richo menarik napas pelan, kemudian tanpa banyak bicara dia membereskan kekacauan yang di buat Kynar.
****
Hollaa,,, kenyang habis makan mie pake cabe banyak dan nasi wkwk
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian yaa gaess,,,,
Makasihh:)