2 tahun yang lalu
"Ray hentikan Ray." Julian langsung menarik tubuh Ray untuk segera menghentikan perkelahiannya dengan Leon.
Leon terkapar dengan darah segar keluar dari sudut bibirnya.
"Emang gue salah, kalau kenyataannya lo emang anak haram." Leon meringis saat menyeka darah yang keluar dari sudut bibirnya
Tangan Ray terkepal sempurna, ingin sekali ia kembali membungkam mulut Leon dengan tangannya.
"Udah Ray, tenangin diri lo! " Julian berhasil menahan Ray untuk tak melewati batas, apalagi saat ini keduanya berada di pesta besar keluarga Vernandes.
Seluruh pasang mata menatap keduanya di tengah acara pesta yang dihadiri oleh para tamu undangan penting. Beberapa bahkan memilih menghindar dan melihatnya saja.
"RAY! " teriak Sosok perempuan paruh baya dengan pakaian casualnya menghampiri mereka. Sorot mata tajamnya mampu menghipnotis siapa saja untuk tunduk di hadapannya.
"Apa-apaan ini Ray! "
"Ray nggak salah Oma, Leon memang cari gara-gara dengan menyinggung Ray soal—"
"Diam kamu Julian, jangan membela anak ini, " ucapan Oma sontak membuat Ray dan Julian terkejut.
Oma kemudian berjalan mendekati Ray yang saat ini tertunduk.
PLAK
satu tamparan berhasil mendarat cukup keras di pipi kanan Ray di depan umum. Baik Julian dan Ray terkejut dengan apa yang dilakukan Oma di hadapan para undangan yang hadir. Leon yang sekarang telah berdiri tersenyum sinis seakan puas dengan apa yang dilakukan oma pada Ray.
"Oma, kenapa nampar Ray—Ray nggak salah Oma! " Julian maju ke depan berusaha membela Ray.
"Diam kamu Julian! "
"Ray!" Julian menatap sendu pada Ray yang seakan menahan kemarahannya.
"Oma mengizinkan kamu ke acara pesta bukan untuk cari masalah, Ray!"
Ray seakan acuh tak acuh.
"Setelah pesta selesai, temui Oma di ruangan!" setelah mengucapkan kalimat itu, Oma pun pergi meninggalkan keramaian dan memilih masuk kembali ke dalam.
Leon tersenyum licik, ia sangat puas dengan kejadian itu Ray dimarahi habis-habisan oleh keluarganya sendiri.
"Ray, nggak usah dipikirin! " Julian menepuk bahunya, namun Ray langsung menepisnya.
"Nggak usah sok peduli sama gue! " Ray memilih pergi dari pesta.
"Ray! " Julian memanggilnya, tapi Ray memilih menghindar.
Ray kembali ke kamarnya. Begitu ia masuk ke dalam, satu kaca pecah saat tangannya menonjok kaca itu hingga keluar darah segar dari ruas jarinya. Mata Ray menghitam penuh amarah.
Ia kembali ingat perkataan oma dan Juga Leon yang cukup membuatnya geram.
"Lo selalu mengulang kesalahan yang sama, Ray!"
***
Taman belakang sekolah
“Lo tadi bareng sama Leon? Kok bisa?” tanya Ray dengan raut wajah tak suka.
Angel canggung hanya untuk sekedar menjawab pertanyaan Ray padanya. "I-itu... Soalnya tadi— "
“Gue tadi nawarin lo buat bonceng bareng gue, lo nolak. Dan sekarang lo malah bareng sama Leon? ” Ray sedikit emosi.
“Bukan gitu Ray, tadi tuh mobil pak Ari mogok di jalan, terus kebetulan ketemu Leon datang buat nawarin bareng, karena gue takut telat nanti masuk sekolah jadi—“ dengan sedikit tergagap Angel berusaha menjelaskan pada Ray agar tak ada kesalahpahaman.
“Bareng dia, gitu?!”
Angel mengangguk dengan masih tertunduk seakan tak berani menatap mata Leon.
“Gue nggak suka!” sontak kepala Angel langsung mendongak ke atas saat mendengar ucapan Ray yang tiba-tiba.
"Maksud... Lo? "
“Gue nggak suka lo bareng sama Leon!”
“E-emang kenapa kalau gue—“
“Gue bilang nggak suka, ya nggak suka. Inget peraturan kedua gue, jangan pernah deketin cowok yang nggak lo kenal, apalagi ini Leon. Lo nggak kenal siapa Leon itu.”
Tatapan Ray semakin tajam saat memandang Angel, ada perasaan kesal pada gadis di depannya. Diletakkan kedua tangan tepat di belakang kepala Angel dengan wajah serius.
“Julian!” teriak salah satu anak menghampirinya. “Ini proposal yang kemarin, tinggal minta tanda tangan kepala sekolah soal acara promnight!”
“Oke thanks ya!”
“Gue duluan!” setelah menyerahkan proposal pada Julian, anak itu pergi. Sebelum beranjak, tak sengaja tatapan Julian menangkap sosok Ray dan Angel dari kejauhan.
“Angel..Ray!” Julian mengamati keduanya dari jauh
Sempat berpikir apa yang dilakukan keduanya di sana.
“Jangan-jangan Ray gangguin Angel lagi!” pikir Julian bergegas menghampiri keduanya.
"Lo suka sama Leon? "
"Lo salah paham Ray. Gue itu nggak ada hubungan apa-apa sama Leon. Ada-ada aja deh! "
"Gue lagi males buat debat sama lo, gue mau balik ke kelas sekarang!" Ray membiarkan Angel lolos dari pandangannya. Namun tidak dengan hatinya.
"Gimana kalau gue yang suka sama lo?" langkah Julian terhenti sesaat setelah Ray mengucapkan kalimat itu di depan Angel, sontak saja wajah Angel melotot penuh keterkejutan.
“Lo bilang apa tadi Ray?”
Satu langkah, dua langkah... Ray langsung menarik tengkuk Angel dan mengecup bibir ranum gadis itu tiba-tiba. Hanya berlangsung beberapa detik lantas Ray buru-buru melepaskan.
Ray dan Angel tak menyadari kalau Julian berada tak jauh dari mereka. Terpaksa Julian memilih mundur.
Pernah merasa dipukul ribuan paku yang dihunjam ke tubuh satu persatu, pasti rasanya sakit, bukan?
Ternyata benar, Matahari tak akan pernah bisa bersama Bulan, kalau itu terjadi dunia akan gelap. Tidak mungkin juga Matahari harus bersaing dengan sang Bintang.
Bintang hanya untuk bulan, tidak untuknya yang sebagai Matahari. Kali ini ia kalah.
*
Bandara soekarno hatta 14.08 WIB.
Seorang perempuan berjalan dengan gaya nyentrik dengan paduan dress selututnya, tak lupa jaket kulit yang melindungi bagian atasnya ditambah kacamata hitam melekat sempurna di kedua matanya.
"Hallo mas Stefan, ya aku sudah sampai! " ucapnya dari balik ponsel genggam berlogo apel itu.
Perempuan itu tersenyum pada sosok laki-laki berjas hitan yang berdiri daru kejauhan.
"Selamat datang, nyonya Malika! "
"Halo Albert, lama tak berjumpa."
"Mobil sudah siap, Nyonya! "
Albert mengambil alih membawa koper milik majikannya itu keluar dari bandara menuju ke mobil pribadi yang telah terparkir di depan.
Di dalam mobil
"Bagaimana keadaan anak-anak. Apa mereka baik-baik saja? "
"Tuan Julian dan Ray baik-baik saja, Nyonya!"
"Aku tidak sabar ingin segera bertemu dengan mereka! "
"Sebentar lagi Nyonya pasti akan bertemu mereka."
***
Plak, satu tamparan berhasil diterima di pipi kanan Ray cukup keras. Angel tak habis pikir bagaimana bisa Ray melakukan ini padanya. Sementara Ray yang mendapat tamparan dari Angel hanya bisa meringis.
"Lo gila ya! "
Angel menggelengkan kepala tak percaya kemudian segera pergi meninggalkan Ray yang masih terpaku di tempat. Angel tak langsung pergi ke kelas, ia memilih menetralkan pikirannya dengan yang barusan terjadi. Ia memandang dirinya di wastafel.
"Ray nyium gue lagi? "Angel memegang bibirnya yang masih terasa hangat dengan sentuhan bibir Ray beberapa menit lalu.
Ia tak percaya, Ray melakukannya lagi. Dan perkataan tadi yang diucapkan Ray, itu pasti
bercanda kan? Nggak mungkin seorang Ray menyatakan suka padanya.
"Nggak mungkin, Ray nggak mungkin suka sama gue! " Angel mengelak ke dirinya sendiri.
"Ini pasti lelucon yang dibuat Ray, nggak mungkin dia—"
"Gimana kalau gue yang suka sama
lo! " kalimat itu terus saja berputar di otaknya.
"Sadar Angel... Ray pasti bercanda tadi, iya, gue yakin dia bercanda tadi." Angel terus meyakinkan dirinya.
***
Julian berbaring di balkon atap sekolah. Hari ini ia sengaja membolos. Rupanya Julian masih memikirkan kejadian tadi sewaktu melihat Ray bersama Angel tengah berciuman.
Sebagai saudara Ray, harusnya ia ikut senang melihat Ray bahagia dan mulai membuka hati menerima orang lain di hidupnya. Setelah kepergian Mika, hati Ray telah tertutup untuk menerima orang lain—dan sekarang penghalang itu telah ditembus dengan baik oleh gadis bernama Angel.
Angel, Julian kembali memanggil nama itu. Sejak kedatangan Angel di hidupnya, Julian merasa memiliki harapan baru. Bahkan masa lalunya yang kelam berhasil teralihkan dengan senyuman gadis itu.
Julian kembali tersenyum ketika mengingat awal pertemuannya dengan gadis bernama Angel itu.
Sifatnya yang selalu ceria dan mudah tertawa, kecerobohannya yang kadang membuatnya tertawa sekaligus menggemaskan.
Pernah suatu ketika saat malam hari Angel tidak bisa tidur dan memilih duduk di kursi ayunan di balkon atas. Julian yang kebetulan juga belum tidur langsung mendekatinya.
"Belum tidur?" tanyanya berdiri di hadapan Angel.
"Belum ngantuk! " balasnya suntuk
Kemudian Julian bergabung untuk duduk di sebelahnya. "Boleh aku temenin? "
"Boleh!" Angel tampak senang.
Keduanya masih saling diam, Julian beberapa kali melirik pada ekor mata gadis yang saat memandang langit malam ini.
"Pernah dengar sebuah kisah tentang Bulan, Matahari, dan Bintang? " tanya Julian tanpa mengalihkan pandangan
"Bulan, matahari, dan bintang? Kisah seperti apa? "tanya Angel ingin tahu.
"Ini tentang bintang yang kesepian, dan juga tentang matahari yang selalu iri dengan sang bintang.
"Dulu matahari dan bintang masih memiliki hubungan kekerabatan. Matahari juga dikenal dengan bintang terbesar di alam semesta, iyakan? Tapi orang-orang selalu mengeluh dengan matahari karena sinarnya yang menyengat, tapi berbeda dengan bintang, jumlahnya yang banyak mampu membuat orang lain bahagia, bahkan dalam sebutan bintang kesepian pun masih ada yang mengagumi keindahan bintang. "
"Lalu ketika Bulan datang, Matahari dan Bintang sama-sama jatuh cinta dengannya, karena bulan hanya terlihat di malam hari, jadi hanya bintang yang menemani. Matahari lalu iri dengannya, suatu ketika matahari berusaha untuk membuat bulan juga berpaling padanya, tapi apa kamu tahu apa yang terjadi? " Julian bertanya.
"Apa? "
"Apa kamu tahu tentang gerhana matahari, ketika bulan terletak diantara bumi dan matahari dan menutup sebagian permukaan matahari, kamu tahu apa yang terjadi? "
"Bumi menjadi gelap! "
"Ya memang akhirnya matahari bisa bertemu dengan bulan pada saat itu, walau hanya sebentar. " Julian mengakhiri ceritanya.