8

1594 Kata
Di pukul sebelas malam ini, Tama masih terjaga dengan mata yang mulai memerah. Tangan kanannya memegang sebuah biskuit timtam dan tangan kirinya memegang sebuah kertas polio yang sudah ia tulis kalimat-kalimat latin. "Curcubita moschata." Ia menatap lembaran itu, membacanya tiga kali. Lalu mendongak dan kembali menghapal tanpa menatap kertas itu. "Cucurbitae semen. Biji labu merah. Cucurbita moschata. Cucurbitaceae." Kemudian, ia mengukir senyum tipis setelah menghapal satu biji yang ada di pelajaran farmakognosi. Lalu meletakkan kertas tadi ke atas meja dan sedikit mendongak sambil menghapal sepuluh biji tersebut. "Myiristicae--- huaaaa ...." Tama tiba-tiba menguap lebar. Menandakan bahwa Tama sudah sangat mengantuk. Tapi Tama segera memakan satu timtam dan mengunyahnya cepat lalu meminum kopi susunya. Agar dirinya tidak mudah mengantuk saat menghapal. Cewek itu sudah biasa melakukan ini saat dirinya dan satu teman sekelasnya disuruh menghapal bab biji ini. Satu timtam coklat dan segelas kopi s**u. Benar-benar santapan yang menemaninya untuk menghapal. Rambutnya sudah acak-acakan, kantong mata yang terlihat jelas dan wajah lesunya sudah tidak bisa dibohongi kalau ia tidak mengantuk. Rasanya, ia ingin membanting tubuhnya ke kasur dan memeluk erat gulingnya lalu terlelap dalam dunia mimpinya. Namun, untuk malam Jum'at ini, sepertinya sangat sulit baginya untuk bisa tidur cepat. Karena di esok hari, semua mapelnya itu produktif. Mana semua guru pada rajin-rajin. Huh, Tama rasanya ingin buku tebalnya itu dijadikan jus dan di minumnya agar tidak susah payah untuk menghapal lagi. Tapi, itu tidak bakalan terjadi dan tidak akan bisa terwujud. Deringan hape di atas kasurnya membuat fokus Tama buyar seketika. Ia segera mengambil hape, lalu mengerutkan dahi melihat nama Lucas di layarnya. Tumbenan ni anak nelpon? Malem-malem lagi, pikir Tama. Segera ia angkat panggilan dari teman cowok tiangnya itu. "Halo, Cas?" Tama semakin mengerutkan dahinya begitu dengar suara gumam Lucas. Cowok itu belum jawab panggilannya. Di tatapnya sebentar ponselnya dan kembali menempelkan pada telinga. "Woi." Tama sedikit menyentak, pelan. Lucas langsung kelabakan. "Eh? Sori, Tam. Gue ... ganggu lo gak?" Lucas bertanya dengan sedikit ragu. "Iya, ganggu. Kenapa emangnya? Lo mau gangguin gue sampe jam berapa?" Buset, balik lagi kayaknya ni orang, kata Lucas dalam hati dengar ucapan Tama. "Nggak! Bukan gitu! Maksud gue, gue mau nanya lo bisa hapalin semuanya gak?" Dahi Tama semakin mengerut dengar jawaban Lucas. "Apa sih, Lucas? Lo kok nanya gak penting, sih? Gue tu-" "Bentar!" sela Lucas cepat-cepat. "Ya udah. Apaan? Mau belajar nih gue." Tama menghela napasnya panjang dan menyisir rambutnya dengan tangan kirinya. Lucas menggigit ibu jempolnya sambil melirik buku pelajaran yang dipelajari Tama di atas meja. Ia mendesah pelan dan berkata, "Besok duduk sama gue, ya?" "Hah?" Tama melirik jam dinding di salah satu sisi kamarnya. "Coba ulang." "Besok, duduk, sama, gue, ya?" ulang Lucas dengan kegugupan yang mendalam. Giginya semakin menggigit ibu jari Lucas, dengan mata yang terpejam. Mewanti-wanti jawaban Tama. "Mau nyontek?" Mata Lucas langsung membulat dengarnya. Ia sedikit cengo dengan pertanyaan Tama lagi. "Hah?" "Ck!" Tama berdecak sebal. "Serius, woi! Kalo cuma main-main, gue tutup nih!" "Iya gue seriuuuuss! Besok duduk sama gue, ya?" tahan Lucas sambil berucap komat-kamit di mulutnya tanpa mengeluarkan suara. "Gue gak ... bisa," kata Lucas, akhirnya. "Ya udah. Terserah lo aja. Gue bebas." Tama melirik bukunya lagi dan merotasikan matanya. "Bye." Tanpa menunggu balasan lagi dari cowok itu, Tama segera menyelesaikan panggilan secara sepihak. Ia langsungs menumpu dahinya di kedua tangannya yang terlipat di atas meja belajar. "Ya Allah, kapan lulus?" gumam Tama yang sudah kesekian kalinya. ••• I keep craving, craving You don't know it But it's true Can't get my mouth to say the words they wanna say to you~~~~ Lagu yang diputar dalam kelas sebelas itu berakhir. Seiring dengan suara Tama yang berakhir. Kemudian, lagu yang diputar selanjutnya adalah Secret Love Song. Nita, Sisca serta Sekar mulai menyanyikan lagu tersebut dengan penuh penghayatan. Sedangkan Tama, cewek itu sibuk menenggak habis minumannya karena tenggorokannya terasa kering setelah bernyanyi lagu milik Shawn Mendes tersebut. Lima detik kemudian, Tama ikut bergabung bernyanyi bersama ketiga sahabatnya. Di kelasnya pukul tujuh lewat sepuluh menit ini, kelas sedang riuh. Dikarenakan tidak masuknya Bu Susan, yang akan membawakan pelajaran Ilmu Kesehatan Masyarakat. Tentunya berita tidak masuknya guru itu ke kelas, buat keadaan kelas itu menjadi riuh. Gurunya sih masuk sekolah, tapi Bu Susan saat ini sedang menjadi pengawas untuk kelas dua belas yang sedang praktek resep di shift satu. Kelas sebelas mereka kali ini, lumayan sangat berisik. Para anak cowok, sedang berkumpul ke pojokan kelas dengan kepala yang kebanyakan menatap hape, menunduk, karena main ML. Lalu, para anak cewek, ada yang sedang berselfie, main kartu UNO, membaca novel di aplikasi online, menghapal pelajaran Farmakognosi, dan yang terakhir, bernyanyi. Yaitu, di meja paling belakang dibarisan ketiga. "Ck, ah! Kalah terus, anjir!" Cowok setinggi tiang itu berdecak keras saat dirinya kalah. Ia mendongak dengan gurat sebalnya, lalu menghilang kala menatap Tama yang sibuk bernyanyi bersama sahabatnya. "Tama." Lucas berdiri dari duduk lesehannya. Ia mendekati Tama yang seketika fokus bernyanyi nya hilang menyadari kedatangan Lucas. "Ape?" Tama bertanya, ketus. "Nanti kognosi duduk dulu, ya, sama gue," kata Lucas buat ketiga temannya juga memusatkan pandangannya pada Lucas. Nita segera menaruh hape Sisca. Dahinya seketika berkerut dengan gelengan kerasnya. "Dih kagak-kagak! Tama duduk sama gue lah!" "Tapi gue semalaman gak belajar, Ta. Makanya gue minta tolong dulu, izin bentaran biar Tama duduk gue sama dia di kognosi," balas Lucas. Baru saja Nita akan membalas, Lucas kembali menyelak. "Kognosi doang, janji. Abis tu, lo duduk sama Tama lagi, ya?" Lucas berpindah posisi menjadi di samping Nita. Wajahnya mendekati wajah cewek itu, bikin Nita sedikit memundurkan wajahnya karena kaget. "Please." Lucas memohon, dengan suara yang dibuat-buat, alias sok imut. "Mundur!" Nita langsung mendorong wajah Lucas dengan telapak tangannya. Ia mendengus. "Iyaudah, iya! Pokoknya nilai gue jelek nanti, lo yang mesti tanggung jawab!" Lucas mengukir senyum lebar, menampakan gigi putih nan rapi nya. Matanya berbinar karena bisa duduk sama Tama yang bisa menolongnya. Namun, senyuman dan wajah berseri Lucas lenyap seketika. Mendengar pertanyaan Sekar. "Lo udah nanya belum sama Tama?" Lucas melirik Tama yang dari tadi sibuk bernyanyi, kali ini dengan suara pelan, sambil memainkan hapenya. "Tama." Lucas memanggil. "Hm?" Tama melirik Lucas sekilas, dan kembali memainkan hapenya. "Gue-" "Iya, lo duduk sama gue." Tama langsung memotong ucapan Lucas. Lucas kembali berseri wajahnya. "Tengkyu!" seru Lucas sambil duduk lesehan kembali di pojokan kelas. Kembali bergabung bersama teman-temannya yang sibuk main ML. "Kenapa gak sama Yeri aja sih Lucas duduknya? Kan Yeri juga pinter di kognosi," celetuk Sisca. "Tau tuh anak! Jadinya gue duduk sama Mark, deh." Nita berucap sambil mendengus sebal. ••• Pergerakan tangan Tama yang terus menggerakan pulpennya untuk menulis kata demi kata di kertas polionya seketika berhenti kala Lucas terus menyenggol perutnya. Cewek itu menoleh sedikit, lalu melirik Bu Titi yang kini sedang memainkan hapenya. "Apa?" bisik Tama, sangat pelan. Sampai tidak terdengar suaranya. Lucas segera memeragakan jarinya sehingga membentuk nomor lima. "Lima apa?" Tama langsung melirik kertasnya, lalu kembali menoleh pada Lucas setelah melihat lagi Bu Titi. "Golongan barbiturat," jawab Tama kembali sangat pelan suaranya dan berfokus pada kertasnya. Lucas mengangguk cepat sambil menulis di kertas polionya yang tersisa masih banyak jawaban untuk di tulisnya. "Sudah selesai?" Mendengar suara Bu Titi dengan tiba-tiba, Tama dan Lucas, serta murid yang lain serentak duduk tegap. Mereka menjadi semakin merasa degdegan saat Bu Titi berdiri dari duduknya dan berjalan di koridor barisan meja tersebut. Tama seketika merunduk dan menatap salah satu soal yang dilewatinya tadi karena belum menemukan jawaban. Ia melirik ketika Bu Titi berhenti di samping mejanya. Kemudian, Tama menggigit dalam bibir bawahnya. Sama halnya dengan teman-teman Tama yang duduk disekitarnya. Mereka semakin merasa takut karena Bu Titi masih betah diam di sana. Padahal, guru yang berusia sudah lebih dari 60 tahun itu, hanya diam mengamati para anak-anak muridnya. Namun, hawa yang di keluarkannya itu terasa menyeramkan, bagi semua murid kelas sebelas dan dua belas. Lucas mencuri pandang ke arah Bu Titi yang masih diam di sana. Lalu mendengus pelan sekaligus sebal. Tuh, guru kapan jalannya dah, kesal Lucas. Tiga detik kemudian, Lucas dan Tama menghela napasnya dengan lega setelah melihat guru itu berpindah tempat. Menjadi paling ujung dengan terus mengamati Jeno yang sibuk menulis dengan lancarnya. Kesempatan itu tidak bisa Tama lewatkan. Ia menyentuh meja sebelahnya dan menggoyangnya sedikit agar Sisca menyadarinya. "Nama keluarga biji jinten hitam apaan?" bisik Tama buru-buru. Tak lupa dengan mata yang terus menatap Bu Titi. Sisca menatap kertasnya sebentar lalu melirik Tama. "Ranunculaceae," jawab Sisca pelan. Tama langsung duduk tegap dan berfokus pada kertasnya. Lima menit kemudian, akhirnya semua soal yang totalnya sepuluh dan masing-masing soal mempunyai lima anak, Tama selesai juga mengerjakannya. Tama bersandar pada kursi dan memeletekkan jari-jarinya sehingga berbunyi cukup nyaring. Tanpa perlu Tama beri kode ke Lucas, cowok itu sudah sibuk menyalin jawaban Tama di lembarannya. "Udah?" Tama bertanya ke Lucas begitu melihat Lucas ikut bersandar pada kursinya. Cowok itu mengangguk dengan senyum manisnya. "Gue duluan apa lo, nih?" "Lo aja." Lucas menggerakan dagunya, menyuruh Tama lebih dulu mengumpulkan. Tama beranjak, ia segera menoleh ke samping begitu melihat Jeno dan Renjun yang ikut berdiri. Mereka bertiga langsung mengumpulkan kertas masing-masing di meja guru. Lalu keluar dari kelas karena dilarang berada di dalam. Takut-takut pada nanya ke yang sudah selesai, gitu kata Bu Titi. "Hah! Anjir deg degan gue t*i di dalam," celetuk Jeno langsung, ketika sudah di luar kelas. Ia bersandar di pembatas itu, yang diikuti Tama dan Renjun. "Sama! Untung lo ngasih taunya bukan pas tu guru deket." Renjun menyahut yang diiringi helaan napas berat. Lalu, Renjun menoleh melihat Tama yang melihat kearah halaman sekolah. "Lucas nanya terus ya ke elo?" Tama mengangguk tanpa perlu menoleh dengan wajah datarnya. "Mau gimana lagi?" Namun, tiba-tiba saja, seseorang menepuk bahu Tama, sehingga cewek itu balik badan dan mendongak menatap orang yang sudah menepuk bahunya itu. "Hai," sapa Taeyong, sambil tersenyum manis. Tama hampir aja jatuh ke bawah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN