Mungkin karena sudah lama tidak berinteraksi lagi dengan Taeyong, membuat Tama menjadi kaku. Padahal, baru sehari tidak berinteraksi. Tapi, entah kenapa Tama jadi kikuk kembali jika sudah berhadapan dengan kakak kelasnya itu.
Cowok itu, Taeyong, baru saja selesai melakukan praktek resep di lab lantai tiga. Di tangan kanannya membawa satu kantong tas berukuran yang berisi kotak praktek dan tangan kirinya yang memegang papan jalar, ditambah, Taeyong masih memakai jas lab warna putih.
Tama susah payah mengontrol ekspresinya. Ekspresi awalnya yang datar berubah menjadi ling-lung. Dan itu, mengundang Jeno dan Renjun untuk tertawa, tapi sebisa mungkin tidak sampai terbahak karena takut akan di jambak Tama.
"H-hai, kak." Tama meringis kecil. Sebisa mungkin ia membentuk senyuman segaris. "Abis praktek, ya, kak?"
Taeyong mengangguk. "Iya," jawabnya. "Itu kamu udah gak sakit lagi?"
"Hah? Itu, apaan?" Tama mengernyit bingung. Matanya melirik kearah kanan, disana Renjun dan Jeno semakin terbahak. "Apaan sih," desisnya.
Taeyong meringis sambil menggaruk tengkuk lehernya. "b****g kamu. Udah mendingan 'kan?"
Mata cewek itu melotot. Pipinya kemudian memanas mendengar pertanyaan Taeyong. Beruntung suara cowok itu pelan, hampir seperti bisikan saat mengatakan b****g.
Mengangguk pelan, Taeyong berdiri tegak. "Bagus, deh." ia tersenyum. "Nanti sore, ikut saya, ya?"
"Kemana, kak?" Tama bertanya, maksudnya, ia terkejut karena Taeyong berani mengajaknya pergi.
"Nanti tau sendiri kok."
Setelah itu, Taeyong berlalu dari sana. Mengundang tatapan tanya Tama yang besar. Sontak Tama nengok ke Renjun dan Jeno, dengan gurat yang sudah diganti jadi garang lagi.
Dua cowok itu diam sedetik kemudian. Bibir mereka terkatup rapat, rasa takut jadi mendominasi diri mereka melihat delikan tajam Tama.
"Hehehehe, peace, Tama."
•••
Selama para siswa cowok sedang sholat Jum'at, keadaan kantin jadi tidak terlalu rame. Biasanya kalau di jam-jam istirahat ini, kantin pasti bakalan rame.
Suara genjrengan gitar, nyanyian fals siswa cowok dan semacamnya. Tapi yang Tama syukuri itu ya hari Jum'at. Di hari itu saat istirahat kedua, ia bisa duduk tenang dengan kedua earphone yang menyumpal kedua telinganya, segelas jus jeruk yang menemaninya membaca novel kesukaan.
Tama biasanya akan nongkrong di sini bersama ketiga sahabatnya, hanya saja mereka sedang sibuk menghapal tiga puluh simplisia yang akan dijadiin ulangan.
Beruntung Tama belajar sampai larut malam, jadi dia tidak perlu repot-repot belajar lagi.
Fokus Tama tiba-tiba pecah saat musiknya terganti dengan nada dering chat masuk. Pengennya mau diabaikan aja, tapi kalau dibiarin ini orang nge-spam.
Dengan kesal, Tama membuka room chat yang ternyata abangnya ngirim pesan dengan berbagai chat yang bikin Tama lempar hape.
Devin: adek abaaanggg
Devin:Sister abaaangg
Devin: Hooyyy
Devin: Gak kangen apa kamu sama abang?
Devin:Abang kangen loh
Devin: Sama kamuuu
Devin:Tapiiii
Devin:Bohong :)
Devin: HAHAHAHAHAHAHA
Tama dalam hati sudah merutuki abangnya itu. Mendengus pasrah, ia akhirnya membalas pesan abangnya.
Tama: Apa sih?
Baru aja Tama mau taro lagi hapenya, chat dari Devin sudah masuk.
Devin: Singkat banget :(
Devin: Gak kangen sama abang?
Tama: Ngapain?
Devin: Gitu ya kamu?
Devin: Berubah kamu dek :(
Devin: Gak percaya abang kalo kamu berubah
Devin: Hhhhh :'(
Tama: GAk USAH ALAY BISA GAK?
Tama: JIJIK
Devin: Tuh kan bener kamu berubah
Devin: Jangan sok cool kamu
Devin: Giliran abang gak ada di rumah
Devin: Kamu nanyain abang ke mama terus
Devin: Emangnya abang gak tau apa
Devin: HUH!
Kening Tama berkerut. Buset. Ini orang jadi alay sih?
Tapi Devin bener, sih. Tama kalau gak ada abangnya suka nanyain Devin terus. Tapi itu pas Tama masih SMP. Lah sekarang, dia udah kelas sebelas.
Tama: Jangan kebanyakan halu, please.
Devin: Halu mananya sih, sayang?
Tama: BANG! Itu udah lama ya!
Tama: Sekarang udah gak lagi!
Devin: Eh? Macannya bangun ya?
Devin: Heheheh
Tama: Gak penting sumpah
Devin: Penting!
Devin: Nih
Devin: Abang
Devin: Mau
Devin: Ke
Devin: Jakarta
Devin: Dooongg
Tama: Udah tau
Devin: Yaaahhh
Devin: Padahal mau kasih suprise
Devin: Biar kaget gitu
Devin: Tapi mama udah ngasih tau ya?
"Bodo amat, anjir," cetus Tama sambil meletakkan hapenya di atas meja.
Tama melepaskan penyumbat telinganya dan menyimpannya di saku seragam sekolahnya. Moodnya jatoh gitu aja setelah chat sama Devin.
Ia langsung menutup buku novelnya dan menghabiskan jus jeruknya. Setelah habis, ia beranjak dan segera pergi ke kelasnya.
Namun, baru saja berdiri, kedua bahunya ditahan dari belakang sehingga Tama kembali duduk. Tama mengernyit, lalu nengok ke belakang dan mendongak melihat siapa yang berani nahan Tama.
Sedetik kemudian cewek itu langsung menipiskan bibirnya dan menghadap ke depan lagi. Niatnya mau ke kelas jadi ditahan kala Taeyong yang menahannya.
Taeyong duduk di samping cewek itu. Ternyata sholat Jum'at nya sudah selesai. Tama menghela napas diam-diam.
"Mau kemana?" Taeyong bertanya setelah memesan kepada si ibu pedagang bakso. Dagunya ia topang sehingga bisa nyaman mengamati Tama dari samping. "Muka kamu tadi bad mood banget. Kenapa?"
Tama meringis kecil, ia duduk tegap sambil menyamankan posisinya. "Mau ke kelas, kak," jawab Tama, berubah menjadi anak kucing yang penurut.
"Temenin saya makan bakso dulu, mau?" Tama melirik sedikit, lalu mengangguk pelan. "Kamu pesen aja makanan selagi nemenin saya. Saya bayarin, kok."
Cewek itu merunduk, lantas menggigit bibir bawahnya melihat muka Taeyong dalam jarak dekat. Dia jadi malu sendiri.
Tama mengangguk, lagi. Taeyong kembali memesan bakso satu lagi untuk Tama dan kembali ke posisi awal.
Mata Taeyong teralihkan ketika hape Tama yang terus bergeser dan layarnya yang mati-nyala. "Kayaknya ada yang chat kamu. Kenapa gak dibales?"
"Oh, ini ...." Tama langsung membalikan hapenya dan menyengir kemudian. "Biasa, grup chat. Suka gak jelas."
Taeyong mengangguk, begitu pesanan telah disajikan di atas meja, mereka langsung menyantap bakso dengan obrolan ringan.
Seperti biasa, Taeyong yang santai, Tama yang kaku sekaligus malu.