Reon saat ini sedang berkumpul bersama teman-teman kampusnya di kantin seperti biasa. Akan tetapi, hari ini minus Bella tentunya karena gadis itu sedang Reon kurung di dalam rumahnya. Dan tentunya semua teman-temannya tidak mengetahui hal ini. Hanya Aldo-lah yang mengetahui keadaan Bella. Namun, pemuda itu enggan untuk ikut campur dengan urusan Reon. Karena dia sangat hafal sekali bagaimana tabiat sahabatnya ini jika sifat yang dulunya pernah ia pendam keluar lagi. Aldo tidak akan mungkin bisa mengontrolnya. Yang bisa hanyalah Cia (mungkin), sayangnya gadis itu sedang tidak berada di Indonesia.
“Wih! Gila! Pacar lo, Bro,” seru salah satu pemuda yang tengah duduk di gerombolan Reon. Pemuda bernama Reon itu pun mengernyit bingung, ditambah lagi temannya menyebut kata ‘pacar’, dan sudah pasti jika itu adalah Ovi.
Pemuda yang diketahui adalah salah satu teman Reon itu pun menyerahkan ponselnya. Reon mengamati sebuah foto, lebih tepatnya snapgram yang menampilkan sosok sang pacar yang sedang makan. Gadis itu tampak cantik dalam balutan pakaian yang biasa ia kenakan. Reon tidak mempersalahkan gaya berpakaian kekasihnya itu. Semuanya tampak normal, ditambah lagi dia mencepol rambutnya dan ada sedikit rambut yang tergerai di sekitar area telinga gadis itu yang semakin menambah aura kecantikannya. Reon kemudian mengembalikan ponsel temannya.
“Pacar lo makin hari makin cantik aja, Bro,” celetuk salah satu teman Reon yang ditanggapi oleh pemuda itu dengan senyum tipis. Sudah menjadi hal lumrah baginya mendengar segala pujian yang dilontarkan oleh teman-teman kampusnya kepada kekasihnya itu.
“Cantik, sih, tapi sayang kalau diajak jalan sana sini sama cowok lain malah mau aja,” celetuk Tomi. Semua teman-temannya memusatkan diri kepada pemuda bernama Tomi itu, begitu juga Reon yang ingin tahu kelanjutan perkataan temannya ini.
“Kalau ngomong sembarangan aja lo! Hati-hati, ada Reon di sini,” peringat salah temannya yang malah ditanggapi Tomi dengan sebuah kekehan. Kemudian pemuda itu mengotak-atik ponselnya dan segera memperlihatkan sebuah foto. Foto pemuda dan pemudi yang sedang makan, sepertinya keduanya sangat menikmati makan siang mereka.
“Itu Roni, bukan?” tanya pemuda di sana dan diangguki oleh teman-temannya yang lain.
“Anak teknik yang lumayan banyak penggemarnya. Jago main basket, tajir, dan punya usaha kafe.” Deskripsi salah satu teman Reon yang mungkin memang mengetahui siapa pemuda yang ada di foto itu.
“Wih! Makan siang bareng, cuy.”
“Lo nggak mau samperin mereka, Re?” tanya Tomi dengan nada mengejeknya.
“Nggak.”
Tomi hanya tertawa, “Cewek kayak begini masih lo pertahanin?”
“Sudah, Tom, nggak usah komporin si Reon. Lagian itu cuma makan siang bareng. Udah biasa. Yang jelas status Ovi itu pacar Reon, bukan pacar Roni, oke,” sanggah temannya yang lain. Dan pada akhirnya Tomi diam karena teman-temannya malah tidak ada yang mendukungnya. Kalau ada Bella, pasti gadis itu akan mendukungnya terus.
“Ron, thanks, ya atas traktirannya sekaligus tumpangan untuk pulang,” ujar Ovi kepada pemuda yang tengah meletakkan helm yang tadinya gadis itu pakai. Keduanya telah selesai makan siang, dan pastinya tempat itu rekomendasi dari Roni sendiri. Ternyata beruntung juga Ovi hari ini. Makan siang gratis di tempat yang enak dan meskipun murah, makanannya tetap enak.
“Sama-sama. Kapan-kapan gue bakal ajak lo lagi ke tempat baru yang pastinya murah,” balas Roni.
“Oke siap. Gue baru tau ada anak holkay yang doyannya murah-murah,” celetuk Ovi dengan nada becandanya.
“Hahaha, holkay juga butuh hal yang kaya begini. Sangat membantu untuk tabungan masa depan, biar lebih hemat maksudnya,” jelas Roni yang mendapat kekehan dari gadis itu. Setelah mengobrol sedikit dengan Ovi, pemuda itu segera meninggalkan area perumahan temannya ini.
“Astaghfriullah!” pekik Ovi mengelus dadanya yang terkejut melihat sebuah penampakan yang ada di ruang tamunya. Reon sedang berada di rumahnya. Bagaimana Ovi tidak menyadari jika di depan ada mobil kekasihnya? Atau pemuda itu naik motor? Tetapi, jarang sekali dia memakai motornya. Atau jalan kaki?
“Ngagetin aja tau,” kesal Ovi. Gadis itu segera beranjak menuju ke dapur, mengambil gelas, kemudian membuka lemari es, dan menuangkan sejumlah air putih yang dingin ke dalam gelas tadi. Dan segera saja rasa dahaga yang tadi dia rasakan seketika menghilang dan digantikan dengan kesejukan di tenggorokannya.
Reon masih fokus menonton acara TV di rumah Ovi berdecak kesal ketika selalu saja sikap Reon seperti ini. Acuh tak acuh kepada dirinya.
“Re ...,” panggilnya yang hanya dijawab deheman dari pemuda itu.
“Kamu bisa fokus ke aku dulu? Ke TV mulu perasaan, padahal di sini ada cecan yang nganggur,” kata gadis ini bermaksud menyindir.
“Hmmm.”
“Hmmm aja terus! Aku doain itu mulut mingkem terus dan nggak bisa ngomong,” cecar Ovi yang seketika mengundang perhatian dari kekasihnya. Gadis itu melotot dan berpikir jika Reon tersinggung dengan ucapannya barusan.
“Habis dari mana?” Suara pemuda itu yang terdengar dalam, dingin, dan mengintimidasi pun seperti mendominasi dalam ruangan itu. Kalau sudah begini Ovi lebih baik mendengar nada ‘hmmm’ dari suara pemuda itu.
“Habis makan siang sama temen,” jawab Ovi jujur.
“Makan siang bisa sampai tiga jam?”
Tentu saja ini sudah sore, dan gadis itu terlalu lama jalan bersama Roni. Ovi menelan ludahnya. Dia seperti tengah menghadapi ujian yang bisa membuatnya gugup seketika. “Makan siang dan main juga,” jawab Ovi akhirnya.
“Cowok?” tanya Reon yang diangguki oleh Ovi dengan semangat.
“Roni?" tanya Reon dan tentu saja Ovi mengangguk dan membenarkannya.
“Besok, besok nggak usah jalan sama dia.” Ini perintah bukan pertanyaan. Seketika Ovi berpikir dan menyimpulkan jika Reon cemburu kepada Roni. Astaga! Ternyata usaha gadis itu membuahkan hasil. Ovi pun tersenyum jika Reon juga bisa cemburu kepadanya. Dan itu membuktikan jika pemuda ini mencintai dirinya.
“Kenapa kamu senyum-senyum?” tanya Reon.
“Kamu cemburu, ya?” tanya gadis itu balik.
“Nggak.”
“Itu tadi kamu suruh aku jangan jalan lagi sama Roni. Itu artinya kamu cemburu, kan?” jelas Ovi.
“Bukan. Yang pasti aku nggak cemburu. Ini hanya untuk menjaga nama baik kamu dan aku. Jadi lebih baik kamu kurangin jalan sama cowok lain,” jelas Reon akhirnya.
Gadis itu mengerucut cemberut. Bagaimana bisa dia menjauhi Roni jika pemuda itu adalah ladang makanan gratisnya. Makan bersama Reon juga bisa gratis, tetapi boro-boro pemuda itu mengajaknya jalan berdua dan makan berdua. Sekalinya jalan itu pun bersama teman-temannya juga. Dan Ovi tentu saja tidak menyukai teman-teman Reon, terutama Tomi dan Bella tentunya.
“Roni itu baik. Dia traktir aku tadi,” jawab Ovi.
“Kamu butuh traktiran?” tanya Reon, dan dengan polosnya Ovi mengangguk patuh, lagi pula dia tidak memiliki alasan lain.
“Besok aku traktir makan,” kata Reon.
“Eh?” Tentu saja Ovi terkejut dengan respon Reon yang tidak biasa. “Bu-kan begitu. A-aku nggak minta traktir kamu, kok,” jelasnya takut-takut.
Reon tersenyum, kemudian pemuda itu mengambil satu tangan kekaishnya dan mengelusnya pelan. “Kamu pacar aku, jadi sudah kewajiban bagiku untuk mewujudkan semua keinginan kamu,” ucap Reon dengan nada lembut dan terlihat bersungguh-sungguh.
Ovi mematung. Ada apa dengan Reon? Kenapa Ron bisa berubah seperti ini? Ok fix! Reon pasti sedang cemburu!