Kedatangan di Sisilia

1197 Kata
Pesawat jet pribadi milik Sal meluncur di landasan pacu Palermo saat fajar menyingsing. Isabella tidak tidur sepanjang malam, memilih untuk meninjau folder yang diberikan Nico. Dia membaca rincian keluarga Don Moretti, siapa yang duduk di mana, siapa yang memiliki kekuasaan, dan siapa yang harus dihindari. ​Saat mereka turun dari pesawat, udara Sisilia yang hangat, dan beraroma jeruk segera menyambutnya. Itu adalah pemandangan yang indah. Pegunungan yang curam dan pohon zaitun tua, kontras yang menusuk dengan ketegangan di dalam hatinya. ​Sal, yang sudah berganti pakaian menjadi setelan linen yang lebih kasual namun tetap mahal, memimpin jalan. Di sini, di tanah leluhurnya, aura Sal terasa berlipat ganda. Dia bukan hanya Bos Mafia, dia adalah pangeran yang kembali ke kerajaannya. ​Beberapa pria berjas hitam menyambut mereka di bawah sayap pesawat. Mereka tidak tersenyum. Salam mereka kaku, namun di mata mereka terlihat rasa hormat yang mendalam kepada Sal. ​"Salvatore," sapa seorang pria tua bertubuh gempal yang memegang cerutu, berbicara dalam dialek Italia yang kental. ​"Don Lucio," balas Sal, menjabat tangan pria itu dengan kekuatan yang sama. ​Sal menoleh ke arah Isabella, tatapannya memerintahkan kepatuhan. "Ini istriku, Isabella. menjabat sebagai konsultan baruku untuk urusan Eropa." ​Isabella melangkah maju. Ia ingat instruksi Nico tunjukkan rasa hormat, tetapi jangan terlihat ketakutan. ​"Sebuah kehormatan, Don Lucio," kata Isabella dengan anggun. ​Don Lucio menyipitkan matanya, mengamatinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tatapannya berbeda dari tatapan pria New York lebih lama, lebih dalam, seolah menilai nilai aset yang ada di depannya. ​"Istri yang cantik, Salvatore. Sangat New York," komentar Don Lucio, nada suaranya tidak bisa ditebak. "Kudengar kau menceraikannya. Sekarang kau membawanya kembali sebagai penasihat? Kau selalu penuh kejutan." ​"Wanita Sisilia tahu bagaimana membuat rumah," jawab Sal dingin, memotong pandangan Isabella dari Don Lucio. "Wanita Amerika tahu bagaimana bernegosiasi." Ini adalah pesan yang jelas. Isabella adalah alat, bukan pasangan. ​Mereka dibawa ke konvoi mobil hitam yang mengantar mereka ke sebuah vila terpencil yang menghadap ke laut. Vila itu dikelilingi oleh tembok tinggi dan dijaga oleh pria bersenjata yang tidak bergerak. ​Saat mereka tiba, Sal membawa Isabella langsung ke ruang makan yang besar, di mana sarapan mewah telah disiapkan. ​"Jangan pernah berjalan sendirian di vila ini," perintah Sal sambil menuangkan jus jeruk segar. "Hanya ada pengawal yang ku percaya, atau mereka yang ku izinkan untuk tidak mempercayaimu. Setiap langkahmu di luar kamarku bisa disalahartikan." ​"Disalahartikan sebagai apa?" tanya Isabella, mengambil sepotong buah. "Sebagai melarikan diri?" ​"Disalahartikan sebagai pengkhianatan," koreksi Sal, meletakkan pisau dengan bunyi yang tajam di atas piring. "Jika kau mencoba melarikan diri, itu adalah tindakan yang bisa ku pahami. Tapi jika kau bicara kepada orang yang salah, itu adalah kebodohan yang akan menghancurkan Marcus, perusahaannya, dan yang lebih penting... membuatku malu di depan Moretti." ​Sal mengangkat tangannya, meraih pergelangan tangan Isabella, dan menariknya secara paksa. ​"Mulai sekarang, kau tidak akan pernah jauh dariku di tempat ini. Kau adalah perisai dan tongkat negosiasi ku. Kau hanya akan berbicara saat aku mengizinkan, dan kau akan bersikap seolah kau mencintaiku." ​"Mencintaimu?" Isabella mencibir. "Itu peran yang sulit dimainkan." ​Sal menarik Isabella lebih dekat, wajahnya hanya berjarak beberapa inci. Mata biru esnya menyala. ​"Maka kau harus belajar akting dengan cepat, Bella. Karena pertemuan kita dengan Don Moretti adalah malam ini. Dan jika ada sedikit pun keraguan di matanya tentang kesetiaanmu kepadaku, kita berdua akan membayar harganya." *** Ruang pertemuan di vila Don Moretti memiliki langit-langit ber balok kayu gelap dan dihiasi dengan lukisan tua yang berat. Udara dipenuhi aroma anggur merah Sisilia dan cerutu. Meja panjang dari batu marmer hitam menjadi pusatnya, di mana nasib bisnis dan mungkin nyawa akan diputuskan. ​Don Moretti duduk di ujung meja, tampak seperti patung yang diukir dari batu, dikelilingi oleh para capo yang tua dan setia. Dia mengenakan setelan jas tradisional yang berkesan kuno, memberikan aura kekuasaan yang terasa jauh lebih tua dan lebih dalam dari kekuasaan Sal di New York. ​Sal dan Isabella duduk di seberangnya. Isabella mengenakan gaun malam yang elegan dan formal, penampilannya sempurna sesuai peran yang dituntut Sal. Sal meletakkan tangannya di kursi Isabella, sentuhan kepemilikan yang tersirat. ​Negosiasi dimulai dengan bahasa Italia yang cepat dan berputar-putar, membahas angka, jalur pengiriman, dan pembagian keuntungan yang rumit. Sal, begitu tenang dan percaya diri, tetapi ada ketegangan halus di sekelilingnya. ​Don Moretti tiba-tiba menghentikan pembicaraan. Matanya yang tajam beralih ke Isabella. ​"Aku masih penasaran, Salvatore," ujar Don Moretti dengan nada lambat dan berwibawa. "Kau membawa mantan istrimu yang cantik ke sini, menyebutnya penasihat. Seorang wanita yang kau tinggalkan. Ini bisa disalahartikan sebagai ketidakstabilan." ​Salah satu capo Don Moretti mencibir pelan. Udara menegang. ​Sal membalas tatapan Don Moretti, senyum kecilnya dingin. "Don Moretti, saya tidak pernah membuat keputusan yang lemah. Isabella adalah penasihat baruku karena dia memiliki pandangan yang dingin dan tidak terbebani oleh tradisi lama." ​Sal memiringkan kepalanya ke Isabella. "Tunjukkan kepada Don Moretti mengapa kau pantas duduk di sini, Bella." ​Isabella merasakan jantungnya berdebar, tetapi dia mengingat semua yang dia pelajari dari folder Nico. Ini adalah ujian, bukan hanya dari Sal, tetapi dari seluruh klan Sisilia. ​Dia mengambil napas dalam-dalam. "Dengan segala hormat, Don Moretti," mulai Isabella, suaranya tenang dan tegas. "Titik yang paling membuat Salvatore ragu adalah perjanjian Porto Palermo. Pembagian persentase lama sebesar 35:65 tidak lagi berkelanjutan." ​Dia melanjutkan, menggunakan istilah-istilah bisnis yang tepat dan angka-angka yang ia hafal. "Data kami menunjukkan volume kapal di Porto Palermo menurun 18% dalam kuartal terakhir karena inefisiensi pengangkutan. Jika perjanjian ini didasarkan pada volume, bukan persentase, kedua pihak akan lebih termotivasi untuk memastikan efisiensi dan peningkatan volume." ​Isabella memberikan proposal baru. "Bagi hasil harus berdasarkan sistem insentif yang terkait dengan kinerja, bukan sekedar potongan statis." ​Ruangan itu hening. Para capo saling pandang, terkejut. Belum pernah ada yang menantang model bisnis Moretti secara terbuka di meja itu. ​Don Moretti mendengarkan, ekspresinya tidak berubah. Setelah keheningan yang panjang, dia menoleh ke Sal. ​"Wanita ini... cerdas, Salvatore. Dia berbicara dalam bahasa bankir, bukan bahasa kehormatan." ​"Dia berbicara dalam bahasa keuntungan, Don Moretti," balas Sal dengan bangga. ​Don Moretti merenung sejenak, lalu tertawa kecil, tawa yang tidak ramah. "Sistem insentif. Sangat modern. Baiklah, Salvatore. Proposal istrimu menarik. Aku akan mempertimbangkannya." ​Dia mengangkat tangannya, memberikan isyarat untuk mengakhiri pembicaraan. "Sekarang, tinggalkan urusan bisnis. Anggur sudah disajikan. Rayakan kemenanganmu setidaknya, kemenangan sementara." ​Saat ruangan mulai riuh dengan suara, Sal tidak melepaskan tangan Isabella. Dia menariknya mendekat, dan berbisik di telinganya. ​"Kerja yang bagus, Bella," bisik Sal. Ada sedikit kilatan kepuasan di matanya. "Kau baru saja menyelamatkan ribuan dolar dan mungkin beberapa nyawa." ​ Namun, pujian itu terasa dingin. Dia memutar tubuhnya untuk menghadap Don Moretti. ​"Don Moretti," kata Sal lantang, memeluk Isabella erat-erat di depan semua orang. "Bukankah menyenangkan melihat seberapa setia Isabella kepadaku, bahkan setelah semua yang kami lalui?" ​Isabella tersentak, mengerti. Sal tidak hanya memamerkan kecerdasannya, dia memamerkan kekuasaannya. Dia menunjukkan kepada Don Moretti bahwa dia mampu membuat wanita yang dibuangnya kembali dan menggunakannya secara efektif bahwa kekuasaannya tidak hanya terbatas pada senjata, tetapi juga pada kehendak orang lain. Dia adalah Bos yang kejam, Giudice, dan Isabella adalah buktinya yang paling nyata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN