Erlang menatap nanar dirinya di pantulan cermin. Hari ini adalah hari pernikahaan Rara dengan pilihannya. Erlang harus datang walaupun hatinya masih belum menerima Rara akan menikah dengan yang lain. Tapi apa boleh buat? Berakhir ya berakhir. Tidak ada kata memutar balik kembali.
Erlang keluar dari kamarnya dan mengambil kunci mobilnya yang akan menemaninya datang ke acara pernikahan Rara. Laki-laki itu menghela nafasnya panjang sebelum ia menjalankan mobilnya menuju tempat acara.
“Kisahmu dengan Rara telah berakhir, Erlang.”
Dilain sisi..
Vay melangkahkan kakinya memasuki area perusahaannya. Setiap pegawai yang melintas didekatnya pasti akan menyapanya karena Vay dikenal sebagai atasan yang sangat-sangat baik pada seluruh karyawannya. Hari ini Vay memilih untuk menggunakan suit berwarna hijau botol ditambah kemeja berwarna krem sebagai bagian dalamnya serta heels yang berwarna senada dengan kemejanya.
Cantik. Satu kata yang bisa menjelaskan bagaimana Vay hari ini. Hari ini kegiatan Vay hanya berada didalam kantornya menyelesaikan seluruh berkas-berkas yang perlu diperbaiki dan ditangani olehnya. Independent Women adalah sebutan yang pas untuk Vay dan tentu saja siapapun nantinya yang akan bersanding dengannya pasti harus memiliki value yang sama contohnya Erlang.
sedangkan Erlang baru saja turun dari mobilnya setelah ia berhasil memarkirkan mobilnya dengan baik. Ia merapikan penampilannya. Suit berwarna biru gelap dipadukan dengan kemeja putih dan dasi berwarna hitam serta rambut yang di tata sedemikian rupa agar penampilannya kali ini menjadi sangat tampan. Erlang memasuki venue acara dengan hati yang gundah. Matanya mencari dimana keberadaan Rara karena setahu nya acara pemberkatan telah selesai dan kini sudah masuk ke acara resepsi. Erlang mengambil segelas Champagne yang ditawarkan padanya kemudian melanjutkan langkahnya mencari Rara. Langkahnya terhenti ketika menemukan gadis yang ia cari, Rara dengan gaun putih nya serta ornamen-ornamen yang diperlukan seorang bride menghiasi rambutnya yang indah. Erlang membayangkan yang seharusnya diposisi sebelah Rara adalah dirinya bukan yang lain. Ia memberanikan dirinya menghampiri Rara dan suaminya.
“ Hi, Ra.” Rara yang awalnya tersenyum lebar kemudian berubah menjadi datar setelah melihat Erlang di hadapannya. Entah apa yang dibisikan Rara pada suaminya yang setelah itu menarik Erlang menjauh dari kumpulan orang-orang. Rara menghempaskan tangan Erlang kemudian menjauhkannya.
“ kenapa lu kesini?” Ucap Rara yang membuat Erlang kaget.
“ Kenapa Ra? Niat gue baik dateng atas undangan lu.”
“ Bukan gue yang undang lu tapi bokap nyokap gue. Asal lu tahu gue engga ada niatan sama sekali untuk lihat lu di acara gue."
“ Ra, salah gue apa? kenapa lu berubah kayak gini? Coba bilang salah gue dimana biar gue bisa perbaiki.”
“Lu terlalu sibuk ngerti?! Lu engga pernah ada waktu untuk gue sedangkan dia selalu bawa gue kemana-mana pun dia pergi dan selalu ada untuk gue. Ngerti lu?”
“Cuma itu Ra yang bikin lu sampai segininya sama gue?” Erlang mencoba menyentuh pundak Rara namun gadis itu memilih mundur.
“Udah, mending lu pergi deh, gue muak liat muka lu.” Sakit hati? tentunya. Erlang sangat sakit hati dengan alasan yang menurut Erlang sepele dan ia tak bisa terima itu.
"Kasih gue kesempatan Ra, gue cinta sama lu. Sekarang gue minta semua jani-janji yg lu selalu ucapin ke gue dulu Ra, gue minta semua itu." Erlang belum menyerah. Ia benar-benar mencintai Rara sedalam itu.
"Itu dulu bukan sekarang! sekarang gue udah bahagia sama suami gue dan jangan pernah ganggu gue lagi termasuk ketemu sama gue. Pergi sekarang juga" tentunya Changkyun marah. Rara dengan gampang mengatakan hal itu.
"Oke Fine Ra, kalau itu mau lu. Semoga lu bahagia dengan suami lu. Gue Pamit. " Erlang pergi begitu saja, emosi dihatinya memuncak. Erlang pergi dari acara tersebut dengan emosi dan sekaligus sedih. Ia tak menyangka Rara-nya telah berubah hanya setelah bertemu lelaki itu.
Erlang menangis seraya mengendarai mobilnya. Hatinya hancur. Ia merasa perjuangannya untuk Rara selama 5 tahun itu sia-sia kini. Erlang memukul setir mobilnya mengeluarkan semua emosinya.
“Kenapa gue harus ngerasain ini sih!” Iya, Erlang hancur, fokusnya membawa mobil hilang hingga pada suatu jalan ia tak memperhatikan sekitar hingga Erlang terkejut ketika seseorang menyebrang di depan mobilnya.
Tin..tin...tin...
Brak...
.
.
.
.
.
.
.
Vay berjalan keluar dari kantornya untuk makan siang, kali ini ia hanya akan makan siang diseberang kantornya karena ingin efisien waktu agar ia cepat kembali ke kantornya untuk mengerjakan yang belum ia selesaikan. Vay masih tetap membalas email-email koleganya walaupun sambil berjalan ke arah restoran tujuannya. Ia menekan tombol penyebrangan dan menunggu agar lampunya berubah menjadi hijau. Vay langsung saja berjalan ketika lampunya telah berubah menjadi hijau namun sebuah mobil dari arah kanannya melaju dengan kencang hingga Vay tak sempat untuk menghindar. Yang terakhir Vay lihat adalah handphonenya yang terlempar kemudian semuanya berubah menjadi gelap.
Banyak orang berkerumun disekitar korban kecelakaan, Erlang yang tersadar kemudian keluar dari mobilnya untuk menghampiri kerumunan orang-orang. Badan Erlang mendadak dingin ketika ia melihat siapa yang tak sengaja ia tabrak.
"Vayleria?!!" Erlang langsung bersimpuh dan memangku kepala Vay.
"Vay, bangun." Erlang menepuk pipi Vay kemudian mengecek nadi pada leher Vay.
"terimakasih Tuhan dia masih bernapas." batin Erlang.
“tolong, hubungi ambulance siapapun.” Detak jantung Erlang berdetak kencang ketika ia melihat tangan yang berada dibawah kepala Vay terdapat noda darah.
“Vay, bertahanlah.” gumam Erlang.
Tak lama terdengar suara sirine Ambulance, beberapa petugas menghampiri dan memindahkan Vay ke dalam Ambulance. Tangan Erlang dipenuhi oleh darah Vay. Ia diminta menemani Vay didalam namun dicegah oleh seorang petugas untuk dimintai keterangannya.
“Vay, tunggu gue dirumah sakit ya, gue nyusul nanti.” ucap Erlang di sebelah telinga Vay.
Erlang melihat pintu ambulance yang tertutup kemudian pergi menjauh darinya. Erlang merasa sangat bersalah kemudian ia menghubungi sang ibu untuk segera menemani Vay di rumah sakit.
“halo, ibu.”
“ halo, sayang. Ada apa?”
“ Erlang minta tolong ibu dateng ke rumah sakit Kasih temani Vay disana dia habis kecelakaan ya, Erlang belum bisa menemani Vay disana jadi tolong ya bu. Pastikan Vay baik-baik saja bu, Erlang mohon.”
“ Oke sayang, ibu akan segera kesana temani Vay.”
“makasi bu, nanti Erlang nyusul.”
35 menit waktu yang diperlukan Erlang menyusul Vay ke rumah sakit walaupun masih bersama dengan petugas. Erlang menghampiri sang ibu yang menunggu di depan ruang operasi.
“Ibu.”
“Erlang.” Erlang segera memeluk ibunya dan menangis
“Bu, ini salah Erlang, bu. Erlang yang buat Vay begini.”
“Maksudnya apa sayang?” Erlang menceritakan semuanya pada sang ibu. Erlang benar-benar hancur hari ini. Kesha berusaha menenangkan sang anak kemudian berbicara kepada petugas untuk menyelesaikan masalah ini. Erlang mengusap wajahnya kasar. Ia mengutuki dirinya sendiri karena ceroboh saat membawa mobil.
“Tenang saja ya sayang, Vay pasti baik-baik saja.” Kesha berusaha kembali menenangkan sang anak setelah menyelesaikan urusannya dengan para petugas kepolisian.
Kesha dan Erlang menunggu dengan gundah di depan ruang operasi. Mereka amat sangat berharap sebuah kabar baik datang ke mereka.
"Keluarga Vayleria Kiandra Dewi?" Kesha dan Erlang langsung menghampiri perawat yg memanggil.
"Kami keluarganya."
“Anda dengan siapanya nyonya Vayleria?”
“saya calon suaminya.” Erlang menjawab dengan tegas.
"Tolong urus administrasi pasien terlebih dahulu, kami akan segera memindahkan pasien ke ruang rawat." Erlang mengangguk dan dengan sigap segera pergi menyelesaikan administrasi yang dibutuhkan Vay.
Setelah semua selesai ia kembali ke depan ruang Operasi membawa semua tanda bukti administrasinya. Perawat yang tadi memintanya kemudian menerima bukti administrasi.
"Pasien akan kami pindahkan ke ruang rawat, ya pak. " Erlang mengangguk kemudian tak lama bed dari Vay keluar melewati Erlang dan Kesha. Hati Erlang hancur ketika melihat Vay yang dipasangi beberapa alat di tubuhnya.
“Vay, gue disini buat lu, dan gue akan selalu ada buat lu sampai kapanpun. itu janji gue Vay.” batin Erlang
Para perawat membawa Vay masuk ke ruang rawat VVIP. Erlang sengaja membayar VVIP supaya tingkat pelayanannya semua lebih dari biasanya. Ia mau yang terbaik dari segala aspek untuk Vay. Erlang merasa bertanggung jawab atas semuanya.
Melihat Vay yang terpasang alat-alat membuat Erlang meringis.
“pasti semuanya sakit untuk Vay.”
"Dok, bagaimana keadaan Vay?" Erlang segera menghampiri Dokter setelah keluar dari ruang rawat Vay sedangkan Kesha menemani Vay didalam.
" keadaan Vayleria baik namun ada beberapa tulang yang patah di dadanya dan beruntungnya tidak menembus paru-paru patahannya. Kami dari Tim Dokter akan terus mengawasi Vayleria dengan ketat dan saya pastikan Vayleria akan baik-baik saja setelahnya. Mohon untuk diawasi juga ya dan berdoa agar pasien segera sadar."
"Baik dok, terimakasih." ucap Erlang. Ia bisa bernafas sedikit lega sekarang. Erlang kemudian kembali ke ruangan Vay dan menghampiri gadis yang akan menjadi calon istrinya itu. Erlang mengenggam tangan Vay yang lemah.
“Cepet sembuh ya Vay. Maafin gue.” Kesha mengusap kepala Erlang yang duduk tepat disebelah bed Vay dengan wajahnya yang lesu.
"Pernikahannya diundur dulu ya bu sampai Vay sembuh engga apa kan?" Tanya Erlang pada Kesha
"Gapapa sayang, biarkan Vay sembuh dulu baru kita jalankan pernikahannya ." Kesha mengerti Erlang khawatir pada Vay
"Makasi bu atas pengertiannya.."
“Sama-sama sayang, sekarang kita fokus sama kesembuhan Vay dulu ya.”
"Aku akan menepati janjiku, Vay."