Mata Livia berkaca-kaca, ia berbalik menatap Victor.
"Yah aku akan menikah, aku butuh laki-laki yang bisa menguatkan langkahku, menyayangi Biru dan memberiku kepastian bahwa kami berdua akan baik-baik saja," Livia menarik tangan Adam agar segera ke luar dari warung itu.
Saat akan masuk ke mobil, Victor berteriak.
"Aku akan menceraikannya Livia, Liviaaa..,"
Livia tak peduli, ia membuka pintu mobil dan segera menutupnya menangis sejadinya di dalam mobil.
****
Adam membiarkan Livia menumpahkam segala keresahan, kemarahan dan kebimbangannya.
Ia lajukan mobil dengan kecepatan sedang sampai akhirnya Adam berhenti di depan rumahnya.
"Maafkan aku," sahut Livia.
"Mengapa harus minta maaf?" tanya Adam.
"Aku baru sadar hari ini jika dia egois, saat dia berteriak akan menceraikan istrinya, aku merasa ia hanya emosi saja, karena mas Adam mengatakan bahwa kami akan menikah, ia jadi kalap dan mengatakan akan bercerai, aku jadi ingat wajah istrinya yang menangis," ujar Livia mengusap sisa air matanya.
Adam menatap Livia, meraih tangan kanan Livia dan menciumnya.
"Aku tidak bisa berbuat apa-apa Livia, pesona laki-laki itu terlalu kuat mengikatmu, aku hanya bisa berharap bahwa kau akan sadar dengan sendirinya," ujar Adam.
Livia menoleh, menatap Adam yang masih memandanginya.
"Aku tahu kau masih mencintainya Livia, tapi aku takkan ragu untuk mengajakmu melangkah pada kehidupan yang lebih pasti, pernikahan, aku yakin, jika kita bersama maka aku akan bisa menggantikan kedudukannya di hatimu," ujar Adam lagi.
"Kau mau masuk, ada ibu dan adikku Lauza di dalam," ajak Adam.
Livia mengangguk.
Bersama mereka melangkah dan masuk menuju ruang tamu.
"Duduk dulu Livi," Adam terdengar memanggil ibunya.
"Ah Livia, dari bikin baju pengantin kata Adam ya? " tanya Bu Resti.
"Iya ibu, kami mampir ke sini," sahut Livia.
Tak lama Adam ke luar bersama Lauza yang membawa minuman dan kudapan, lalu meletakkannya di meja.
"Ayo Lauza salaman sama Livia," ujar Bu Resti.
Lauza mengulurkan tangannya dan menatap Livia dengan tatapan dingin, mereka bersalaman dan Lauza menggenggam erat tangan Livia.
"Titip kak Adam ya, kak, dia terlalu lama menunggu kakak, padahal banyak teman-teman kuliahnya dulu yang menyukainya, sering ke sini juga eh dia tolak malah nungguin kakak yang nggak pasti mana punya anak lagi, kan bodoh banget kalau dipikir,"
"Lauza, ngomong apa kamu?" suara Adam terdengar keras. Lauza menoleh pada Adam, dengan mata berkaca-kaca.
"Kakak membentakku karena wanita ini, wanita yang membiarkan kakak terlalu lama sakit, coba kakak pikir, kakak kurang apa, tampan, sabar, baik pada anaknya meski bukan anak kakak, lalu apa yang kakak dapat dari dia, hanya menunggu tanpa kepastian, aku hanya ingin wanita ini tahu bahwa dengan bersama kakak ia akan jauh lebih baik, maaf kak, hanya laki-laki bodoh yang mau mengasuh anak orang lain dan dibiarkan menunggu lama oleh ibu anak itu," Lauza masuk dengan langkah lebar dan Adam segera menyusul Lauza masuk.
Bu Resti mendekati Livia, ia genggam tangan Livia yang perlahan air matanya mengalir.
"Maafkan Lauza, Livia, dia sangat menyayangi Adam, dia yang menemani Adam sampai jauh malam jika Adam sedang tak bisa tidur, bercerita apa saja, apaaa saja, sampai dini hari, mereka sangat dekat, Lauza tahu bagaimana perasaan Adam padamu, makanya saat Adam menghilang selama sebulan, Lauza sangat terpukul,"
"Lauza benar Bu, harusnya saya sadar dengan status saya, saya yang tak tahu diri, mas Adam sudah sangat baik pada saya dan Biru, lalu apa balasan saya pada mas Adam, saya salah ibu," Livia kembali mengusap air matanya.
Terlihat Adam yang melangkah mendekati Livia, lalu mengusap bahunya.
"Maafkan Lauza, dia terlalu sayang padaku, dia hanya kawatir kau tak mencintaiku, dia tahu bagaimana perasaanku padamu, kami sangat dekat, jangan benci dia Livia,"
"Tidak mas, dia benar, aku yang tak tahu diri," ujar Livia.
****
"Kok diantar ke rumah mas?" tanya Livia.
"Aku akan tenang jika kamu pulang, berada di sini dengan Biru, aku yakin laki-laki itu akan mengejarmu ke galery," sahut Adam.
****
"Loh kok sudah balik Livia, nggak ke galery?" tanya Devi yang menggendong Biru, lalu menurunkannya saat Biru tiba-tiba bergerak dan ingin turun dari gendongan Devi.
Biru berjalan perlahan dan menggapaikan tangannya minta digendong oleh Livia.
Livia menggendong Biru dan mengusap kepalanya yang tiba-tiba rebah dibahunya dan memejamkan matanya.
"Livia akan cerita, tapi bunda jangan marah," ujar Livia perlahan.
"Hmmm terserah kamu deh," sahut Devi.
Dan Livia menceritakan semuanya, pertemuannya dengan Victor dan kejadian di rumah Adam.
Devi menghela napas berjalan ke arah Livia dan mengusap kepala Livi yang sedang menggendong Biru yang telah tertidur dengan nyenyak.
"Kamu akhirnya tahu kan bagaimana laki-laki itu, bunda hanya berharap kamu sadar Livi bahwa Adam yang terbaik untukmu, lalu kejadian di rumah Adam tidak usah kamu pikirkan, itu hanya rasa sayang adik pada kakaknya, tapi seingat bunda Adam itu adiknya meninggal, makanya bunda bingung juga saat kalian bertunangan tiba-tiba ibunda Adam mengenalkan anak itu sebagai adiknya Adam," ujar Devi.
"Adik sepupu bunda, sejak kedua orang tua anak itu bercerai, dia ikut ibu Resti, karena orang tuanya menikah lagi dan berkeluarga sendiri-sendiri, kebetulan sejak kecil dia dekat sama mas Adam dan ibu Resti," ujar Livi.
"Ooo ya bener bunda nggak tahu ceritanya, bunda juga jarang kan ke rumah Adam," sahut Devi.
"Tiap Livi ke sana biasanya memang nggak tahu ikut ke luar eh tadi sekalinya ke luar ngomongnya kayak gitu, tapi kalau dipikir ya benar omongan anak itu bunda," Livia dan Devi melangkah masuk ke kamar Livia, menidurkan Biru.
"Nggak usah kamu pikir, sekarang yang penting bagaimana kamu, semua ada pada kamu Livia, sekuat apa godaan Victor kalau hatimu sudah mantap pada Adam, abaikan semuanya," ujar Devi sambil mengusap kepala Livia.
"Bunda sayang sama kamu dan Biru, ingin kalian ada di tangan laki-laki yang tepat,"
****
Dugaan Adam benar, tak lama Victor mendatangi galery.
"Apa dan siapa yang anda cari?" tanya Adam dengan wajah dingin.
"Kau lihat matanya, dia masih mencintaiku," ujar Victor dengan tatapan marah.
"Apa kau tak peduli pada tatapan mata istrimu, yang takut kehilanganmu, sadarlah laki-laki pengecut, kau datang saat semuanya telah baik-baik saja, ke mana saja saat Livia kesakitan melahirkan, atau bayangkan badan kecilnya yang membawa janinmu ke mana-mana, lalu saat melahirkan bayi prematur, bayi itu lama di rumah sakit, KAU KEMANAAA, pakai otakmu yang seenaknya datang dan tiba-tiba mengatakan akan menceraikan istrimu, apa kau tak berpikir bahwa istrimu menderita karena ulahmu, kau ingin bahagia dengan Livia, tapi mengorbankan cinta tulus istrimu, pergi kau laki-laki gila, usia tuamu jadi sia-sia karena pikiran kotormu,"
Beberapa petugas keamanan menarik paksa Victor agar ke luar dari galery, untungnya hari itu galery tampak sepi karena hari menjelang siang.
Dari luar Victor berteriak...
"DIA MENCINTAIKU, INGAT ITUUU..,"
Adam hanya tersenyum masam, dari jauh ia melihat keputusasaan di wajah laki-laki itu. Ia tak peduli, yang penting Livia dan Biru akan segera bersamanya, dan akan ia lindungi semampunya.
****