Lucky Me 4

791 Kata
"Lo kesambet apa?" tanya Nancy penasaran. "Kesambet cowok ganteng." jawabku sekenanya. "Hah? Selama gue kenal lo, lo gak perna muji cowok. Malah gue kira lo suka gue. Hahaha..." Suara Nancy yang membahana di cafe membuat beberapa orang menoleh ke meja kami. Omongan absurd dari orang absurd di depan ku ini, aku hadiahi dengan lemparan kentang goreng yang sudah dingin yang memang sudah aku pesan dari tadi. "Eh by the way, Raka mana?" tanyaku pada Nancy karen tidak melihat Raka. "Uda gue usir. Lagian lo segitu terhipnotisnya sama cowok ganteng sampe seorang Raka pamit, lo gak denger. Tega lo." kata Nancy. "Serius lo? Gue kok gak tau kalo dia pamit?" tanyaku terheran-heran. Tapi itu benar. Aku sama sekali tidak menyadari bahwa Raka sudah meninggalkan cafe ini. "Mana sih cowok yang bisa buat lo terhipnotis gitu?" tanya Nancy penasaran akan wujud cowok yang berhasil membuatku lupa daratan. "Cowok yang di sebelah Kak Bram. Keren bangetkan?" bersamaan dengan kata-kataku itu, Kak Bram berjalan ke arah kami. "Hai, Sa, Cy..." sapa Kak Bram. "Hai, Kak. Kak, lo yang punya tempat ini." tanpa babibu, aku langsung menanyakan perihal info yang diberikan Raka padaku tadi. "Wow... Lo to the point banget.." kata Kak Bram sambil duduk di kursi kosong di sebelah Nancy. "Eh serius lo, Sa? Lo tau dari siapa?" tanya Nancy kaget dengan pertanyaan yang tiba-tiba aku lontarkan. "Raka. Tadi Raka bilang kalau lo itu pemilik cafe. Gue kira lo kayak penanggung jawab gitu doang, Kak." kataku pada Kak Bram yang senyam-senyum menanggapi omonganku. "Gue gak pantes ya jadi pemilik cafe?" tanya Kak Bram padaku dan Nancy. "Bukan gak pantes sih, cuma gue gak mikir kalo lo itu yang punya. Secara lo sering banget nerima orderan gue. Lo kayaknya lebih sering di balik meja kasir dari pada mantau duduk manis di pojokan. Ngapain sih lo susah-susah jadi kasir? Kan tinggal cari pegawai aja kalo lo kekurangan pegawai." panjang lebar aku mengungkapkan isi otakku pada Kak Bram. "Cari karyawan itu susah, Sa. Lo kira gampang cari karyawan yang jujur bin rajin? Gue tetep nyari karyawan kok karena cafe emang lagi butuh beberapa orang tambahan buat bantuin gue. Selagi belum dapet ya gue aja. Daripada gue duduk-duduk sementara liat karyawan gue sibuk banget. Oh iya. Gue bukan pemilik cafe. Gue hanya salah satunya aja. Gue kerjasama dengan temen gue buat bangun cafe ini." kata Kak Bram menjelaskan. "Eh, gue ngelamar deh. Ngelamar jadi karyawan lo syaratnya apaan?" tanyaku random. Aku tidak berpikiran rumit dengan mengajukan diri menjadi karyawan di cafe. Aku hanya menginginkan jaringan yang memuaskan seperti di cafe corner. I love browsing so much. Aku bisa menghabiskan waktu dari pagi sampai pagi lagi hanya dengan duduk di depan laptop dan menjelajah dunia maya. "Gila ya lo? Ntar lo di marahin nyokap, Sa. Lo lupa nyokap lo over protective sama anak gadis sematawayangnya ini?" tanya Nancy panik. Nancy tahu betul bagaimana Mama jika sudah menyangkut anak gadisnya ini. "Lo gak nanya gaji dan segala macamnya?" tanya Kak Bram sambil nyengir. "Lo beneran mo kerja di sini?" sambungnya lagi. "Serius sih kayaknya. Gue suka jaringan internet lo. Walaupun rame, gue tetep bisa browsing dengan aman dan nyaman di sini." aku memberikan alasan yang mendasariku untuk kerja di sini. "Lo mau kerja di sini cuma gara-gara WiFi?" Kak Bram bertanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Emang gak boleh ya? Di kosan gak asik wifinya. Gue uda pake provider sendiri tapi masih enakan di cafe lo, Kak." jawabku dengan polosnya. "Gila lo. Nggak, nggak. Kalo calon imam gue tau bisa di coret dari daftar calon istri yang diprioritaskan gue karena gak bisa jagain calon adek iparnya." kata Nancy tambah panik. "Apaan? Mana mau abang gue sama lo. Bang Marvin harus cari cewek lemah lembut buat jadi istrinya. Biar adek satu-satunya ini tentram. Kalo lo jadi kakak ipar gue, yang ada gue jadi babuu lo." kataku dengan bibir yang di maju-majukan. "Hahahaha... Eh, calon suami gue kok gak pernah nongol lagi sih? Dia gak kangen gue ya?" tiba-tiba Nancy mengalihkan pembicaraan begitu mengingat Bang Marvin. "Sori ya kak Bram. Emang si Nancy kurangnya banyak ini." kataku dengan nada yang melas ke Kak Bram. "Hahahaha... Gak apa, Sa. Gue suka sama kalian. Asik. Gak jaim. Gue paling sebel sama cewek yang jaim-jaim sama gue. Jangan berubah ya walaupun kalian tau kalo gue bukan karyawan di sini. By the way, Sa. Gue beneran berharap lo bantuin gue di cafe. Gue cabut dulu ya. Mo kencan." Kak Bram akhirnya pamit dari meja kami dan langsung menuju sebuah mobil yang tidak jauh dari pintu cafe. "Sa, cabut juga yuk. Temenin gue beli baju. Gue pengen shopping nih. Sebel gue satu kelompok dengan orang-orang aneh. Gue perlu pelampiasan." ajak Nancy sambil menarik tanganku. Mau tidak mau aku mengikuti langkahnya untuk keluar dari cafe dan naik ke kuda besinya Nancy.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN