Pikiranku baru saja menyarankan untuk segera kabur, tetapi kalah telak ketika mata sinis Irma mengarah ke arahku. Langkahnya tampak begitu cepat ketika menghampiriku, lalu berhenti di jarak kurang dua meter, dengan tangannya terlipat di depan d**a. Begitu jelas mengintimidasi. "Nissa? Ada apa ke sini?" tanya Irma, dengan ketidakramahan sama sekali. Hal itu jelas membuat Kak Fajar langsung mengerutkan kening; menatap kami berdua secara bergantian. "Bu Irma dan adik saya ini saling kenal?" "Adik kamu?" Irma segera memberikan tanggapan kurang sedetik, lalu terkekeh geli meski kulihat sangat dipaksakan. "Ah, cocok memang. Pelayan ... perempuan miskin." Tanganku segera mengepal kuat di samping tubuh. Terus beristighfar agar tetap bisa menahan kepalan tangan ini agar tidak menjambak pere

