Kriiinggg...... kriiinggg...... Alarm berbunyi
"Sudah jam berapa ini?"..…. Menunjuk kan jam sembilan pagi.
"OMG......"
Tiga hari berlalu setelah kejadian itu Erlin meminta izin untuk tidak masuk kerja dengan alasan sakit. Tentu saja jikapun saya ada diposisi nya mungkin saya akan mogok segalanya pikiran yang kacau tidak akan fokus untuk melakukan pekerjaan secara baik. Bukan?....
Hari ini Erlin memutuskan untuk bekerja. Seharusnya ia masuk jam enam pagi namun karna tangisan semalam membuat nya kesiangan. Sudah beberapa hari pun Tio tidak diberikan kabar, saat melihat ponsel banyak sekali pesan dan panggilan yang tak terjawab dan tanpa Erlin ketahui Tio menyempatkan diri untuk memastikan Erlin ke apartemen nya, hanya untuk sekedar memastikan meskipun hasilnya nihil.
Sesampai di kantor...
"Lin, Lo___"
"Iyah Ki gue kesiangan"
"Kok bisa?"
"Lo mau basa-basi apa beneran bertanya b*go"
"Haha sorry-sorry. Lagian Lo, kalo belum siap kerja kenapa masuk?"
"Gak papa Ki, kerjaan gue udah numpuk banget. Pak Dimas juga udah nelponin gue mulu, gak mungkin dong gue ngelak terus. Dan yang terpenting ini adalah gue harus profesional OK" terang Erlin, duduk di kursinya dan merapihkan berkas-berkas.
Zaki membulatkan mulut nya menjadi huruf "O" sebagai jawaban.
....................................
*********
Andai saja, dengan lengkapnya keluarga Erlin dan dipenuhi dengan ekonomi lebih dari cukup ini adalah keluarga yang bahagia. Mungkin Erlin akan merasakan kehangatan dalam keluarga ini. Namun sayang takdir mengujinya meminta nya untuk terus berdiri di atas pecahan kaca yang perlahan menerobos telapak kaki nya.
"Lin__?" Syali datang dari arah belakang. Kini Erlin dikantin, pekerjaan selesai Erlin selalu menyempatkan diri untuk sekedar ngopi.
"Eh, sorry. Gue gak ngasih tahu Lo hari ini gue masuk" Erlin setengah membalikkan badannya.
"Iyah santai aja..." Syali duduk didepan Erlin
"Ohiya, Tio nanyain Lo terus ke gue, kayaknya dia khawatir banget katanya sih dichat ditelponin gak pernah Lo bales, menur___"
"Iyah Li, bentar yah nyokap gue nelpon" potong Erlin lalu meninggalkan syali.
Saat ini Erlin hanya perlu bertenang diri, rasanya saat syali membahas Tio ingin sekali ia membantahnya bahwa ia sedang tidak ingin memikirkan hal yang tidak penting. Namun Erlin harus paham keadaan nya sekarang. Bukannya ia sendiri yang bilang bahwa ia ingin menjalani kehidupan dengan profesional? Baru saja ia tadi pagi mengatakan nya kepada Zaki.
"Iyah mah....?"
"Habis kerja mamah mau kamu pulang dulu ada yang ingin mamah bahas" terdengar suara telpon sang ibu yang nadanya sedikit bergetar.
"Oh, ok mah..."
Dari kejadian itu Erlin memang tidak berniat untuk memberi tahu kan kepada orang tua nya, karna ia tak mau keduanya khawatir terutama ibunya. Namun sepandai-pandainya mengubur bangkai tetap saja bau nya akan tercium juga.
...........
*****
PLAK PLAK
Suara tamparan terdengar dari arah pintu, sesegera mungkin Erlin berlari dan menyaksikan sang kakak sedang berhadapan dengan ayahnya. Apalagi kalo bukan pertengkaran, sang kakak hanya terdiam kaku dan sang ibu yang menangis di sofa mungkin ia tak tahan melihat anak nya sendiri dipukuli seperti itu, namun orang tua pun tidak akan tiba-tiba menghajar nya jika anaknya tidak kurang ajar.
"UDAH PUAS HAH? UDAH PUAS?" Iran berteriak mengarah kan suara yang lantang kepada kedua orang tua nya.
"Aku capek, terserah kalian mau anggap aku anak kalian atau tidak. Tapi ingat pak, mah Aku adalah aib keluarga ini yang kapan saja bisa merendahkan harga diri kalian..." Ancam nya lalu bergegas pergi, mengambil nya barang-barang yang ada di sofa. Iran melihat Erlin yang mematung di pintu memolototi nya, matanya berlinang, seluruh matanya merah sudah pasti tentu emosi nya kini meluap. Dengan penuh emosi ia meninggalkan mereka semua.
Erlin yang berjalan mendekati sang ibu, laelani, tengah menangis, lalu Erlin merangkul nya dan menepuk lembut. Sang ayah yang berdiri memerhatikan istri dan anak nya, kini ayah yang berperan sebagai kepala rumah tangga ia harus mengambil tindakan yang tegas untuk keluarga nya.
Hari ini adalah hari yang kacau, berhari-hari Erlin mengalami tekanan keluarga nya yang sudah tidak harmonis lagi.
Iran ternyata ia di mata-matai oleh sang ibu yang menyewa bodyguard untuk mengikuti anak pertama nya, karna akhir-akhir ini Iran sangat sibuk pergi keluar. Kejadian tiga hari lalu ternyata bodyguardnya telah memotret kelakuan Iran yang tidak senonoh itu. Dari situlah awal mula orang tua nya mengetahui dan menampar Iran.
"Mah, Pah, Erlin sudah siap untuk menikah. Dan Erlin sudah ada calonnya"......_____