5

1519 Kata
Keesokan harinya, Aruna sengaja tidak menata rambutnya seperti biasa. Dia hanya mengikat menjadi satu. Bahkan Aruna tidak memakai make up apapun  dan hanya mengoleskan lip tint ke bibirnya. Ini adalah upaya untuk mengurangi dampak kecantikan nya kepada orang lain. Dia kan sudah bertekad untuk tidak membuat orang lain jatuh cinta, maka dari itu Aruna berusaha keras untuk menjadi biasa saja. Itu lah Aruna, saking tidak munafik nya dia bahkan sampai menyadari betapa cantik dan menariknya dia. Makanya banyak sekali pria yang akan mengejarnya dengan suka hati. "Memang cuma Rona yang enggak normal," gerutunya sambil merapikan ikatan rambut. Dia memindai penampilan biasa samanya itu sekali lagi. Saat dirasa bahwa ini sudah sesuai dengan rencananya, maka dia langsung menyambar tas selempang miliknya. Percaya lah tas itu hanya berisi satu buku dan semua peralatan haha hihi nya.  Untuk keperluan kampus, dia dengan bodohnya memeluk dengan lengannya padahal bisa memasukannya ke dalam tas yang lebih besar. Aruna hanya perduli pada sesuatu yang trendi, yang pantas dengan dirinya. Dia tidak perduli sekali pun itu merepotkan. "Selamaat pagi!" Aruna berseru seperti biasa, dibalas dengan ramah oleh kedua orang tuanya namun tidak oleh Arsha yang seperti biasa, hanya mendengus melihat kelakuan adik bungsunya. "Loh?" Tapi Arsha bingung saat melihat adiknya yang tidak duduk di bangku biasa, malah berlalu ke arah dapur dan kembali dengan membawa dua kotak bekal berlainan warna. "Kamu enggak makan?" tanya Arsha. Aruna mengangguk, "Aku mau makan sama Rona aja." Semalam dia dan Rona berakhir dengan tidak baik karena Aruna yang merajuk, maka dari itu Aruna menyesal dan ingin memperbaiki hubungan mereka dengan makan bersama lewat kotak bekal. Kan romantis? "Rona bosen kali, Dek, kalau tiap hari tiap menit selalu ngeliat kamu." Mata Aruna melotot, "Rona kan harus membiasakan diri, Bang. Dia harus biasa melihat aku setiap menit setiap detik buat persiapan kalau sudah menikah nanti." Arsha langsung berlagak ingin memuntahkan makanan yang masuk ke mulutnya setelah mendengar kepercayaan diri Aruna yang tiada tandingannya. "Yaudah ya, aku mau ketemu sama calon suami dulu. Selamat sarapan semuanya!" Ia lalu langsung berlalu keluar dari rumah tanpa memperdulikan hujatan dari Abangnya. Abangnya yang jomblo itu memang begitu wujudnya, sayang tapi gengsi. Lebih sering menghujat Aruna dari pada memujinya, namun Aruna tahu Arsha menyayanginya. Itu lah kenapa dia yakin bahwa Rona juga menyukainya, karena sifat kedua pria itu mirip-mirip. Rona memang tidak bisa membohongi kepekaan Aruna yang dahsyat. "Ronaaaaaaaa..." Melihat dari motor Rona yang sudah ada di halaman, sepertinya pria itu sudah sempat keluar dari  rumah untuk memanaskan motornya itu. "Ronrooonnn!" "Berisik, Aruna!" Terkikik Aruna memundurkan langkah saat Rona membukakan pagar untuknya. "Kita sarapan dulu ya?" tawarnya siap mengeluarkan dua kotak bekal yang dia bawa. "Hari ini aku ada kuliah pagi, kalau sarapan dulu nanti aku telat," tolak Rona. Senyum yang tadi mengembang di wajah Aruna langsung lenyap. Padahal dia sudah merelakan makan pagi bersama dengan keluarganya demi memperbaiki hubungannya dengan Rona yang semalam tidak baik akibat sikapnya. Tapi dia tidak bisa melakukan apapun kalau memang itu mau Rona. "Oh," balasnya singkat. Dia langsung kembali memasukan satu kotak bekal miliknya dan memberikan yang satunya lagi pada Rona. Tampaknya pria itu sangat buru-buru sampai sudah bersiap di atas motor dan langsung memasukan kotak bekal nya begitu saja ke dalam tas. Dia bahkan hanya mengedikan dagunya, meminta Aruna cepat naik ke boncengan motor miliknya. * Mood Aruna sudah buruk karena penolakan dari Rona, ditambah dia bahkan belum sarapan. Tapi untuk memakan bekalnya sendiri, Aruna sama sekali tidak nafsu. Dia hanya terduduk lesu di bangkunya ketika tiba, tidak menghiraukan teman-temannya yang berbisik pelan melihat penampilannya yang sedikit berbeda dari biasanya. Aruna tidak se on point seperti biasa. "Kenapa? Putus kan lo sama Andika?" Menoleh malas pada suara menghakimi sahabatnya, Aruna hanya mengangguk sekilas. "Yaiyalah. Gue udah coba hubungin lo buat ngasih tahu kalau dia nyusulin lo, tapi lo malah matiin HP. Emang yang namanya karma selalu tepat sasaran ya?" Aruna melirik dengan mata yang menyipit. "Bukan lo yang ngasih tahu dia?" Moria mendelik, "Menurut lo itu gue? Gue ini setia kawan, mau disogok pake nomor WAnya Lee Dong Suk juga, gue enggak akan ngasih tahu dia keberadaan lo yang nyamperin laki lain." Aruna langsung mengangguk sambil mengibaskan tangannya. Dia benar-benar malas untuk berdebat apalagi jika lawan debatnya adalah Moria. "Terus ini, ceritanya lo lagi patah hati?" tanya Moria dengan nada ngeri begitu dia duduk di samping Aruna. "Memangnya lo pikir itu cocok buat gue?" tanya balik Aruna malas. Moria tergelak. Kepalanya mengangguk-angguk berulang kali. "Iya sih, enggak pantas banget sama lo. Tapi kalau nanti lihat Rona jalan sama perempuan lain, baru deh gue yakin kalau lo bakalan patah hati tingkap Kepresidenan!" Mata Aruna langsung melotot, dia menepuk lengan Moria dengan keras sampai temannya berteriak mengaduh. "Lo jangan ngomong sesuatu yang mengerikan! Gue bahkan enggak bisa bayangin kalau sampai itu bener kejadian. Gue enggak mau pokoknya!" "Lah, ya suatu saat pasti kejadian lah! Kan Rona itu normal, dia pasti bakalan nikah kan?" "Yaiya! Tapi kan nikah nya sama gue!" Moria langsung kehabisan kata-kata setelah mendengar ucapan Aruna itu. Dengan segenap hati dia ingin sekali mengatai sikap percaya diri Aruna itu, tapi dia masih sayang dengan segala jenis traktiran mendadak yang selalu Aruna berikan jika sedang senang. Maka dia harus menjaga tali pertemanan ini semakin erat hingga bertahun-tahun lamanya. Mereka juga kemudian harus diam saat dosen kemudian masuk, memulai kelas pertama mereka. Sepanjang kuliah, Aruna berusaha untuk mendengarkan apa yang sedang diterangkan oleh dosennya di depan. Dia bukan mahasiswa pandai, jadi yang bisa dia lakukan hanya berusaha. Dia sudah banyak bolos, makanya dimana seharusnya dia cuma perlu datang untuk menemui dosen pembimbing untuk skripsi, Aruna dan Moria malah harus mengikuti kelas bersama adik tingkat karena sebelumnya terlalu banyak main. Ternyata di balik kesempurnaan rupanya yang paripurna, Aruna memiliki kekurangan juga. Saat kelas usai, disitu Aruna mulai merasakan ada yang aneh dengan dirinya. Kepalanya terasa berat, dan lagi perutnya juga perih. Tapi dia mengabaikan itu karena harus bertemu dengan dosen pembimbing. Dia berjalan keluar kelas bersama dengan Moria, gadis itu juga hendak bertemu dengan dosen pembimbing sama sepertinya. Di perjalanan, langkah mereka terhenti saat berpapasan dengan Andika. Aruna terdiam, kemarin dia sudah berniat untuk meminta maaf pada Andika atas kesalahan yang sudah dia lakukan. Maka dia kemudian meminta agar Moria berjalan lebih dulu setelah dia meminta waktu Andika untuk berbicara. Untungnya Andika yang baik hati itu tidak menolak. "Kemarin..aku minta maaf," ujar Aruna langsung. Andika yang ada di depannya tersenyum, dengan lembut membelai kepalanya seperti yang biasa pria itu lakukan. "Enggak apa-apa. Maaf juga ya, kemarin aku emosi makanya sampai teriak di depan kamu. Tapi mau gimana pun, aku enggak bisa nyalahin kamu." Kening Aruna mengerut. Dia pikir Andika akan marah padanya seperti kemarin itu, tapi sekarang apa maksud dari ucapan pria ini? Seperti tahu bahwa Aruna tidak paham dengan maksud perkataannya, Andika kemudian tertawa. Wajah pria itu yang ramah adalah favorit Aruna sebenarnya. Dibanding menyukai Andika sebagai pacar walaupun sekarang sudah mantan pacar, Aruna lebih mengidolakan sosok Andika yang selalu baik terhadap semua orang. "Pokoknya, kamu enggak usah pikirin itu lagi ya? Aku udah maafin kamu, dan aku juga minta maaf buat kesalahan aku selama jadi pacar kamu. Ke depannya aku mau kita tetap saling sapa sebagai teman, aku enggak mau kita malah jadi canggung cuma karena kita putus." Mendengar perkataan itu malah membuat Aruna semakin merasa jahat. Padahal Andika sudah sebaik ini..." "Sekali lagi aku minta maaf ya. Dan makasih banget karena selama ini Andika udah baik banget sama aku. Maaf karena aku enggak bisa jadi sebaik yang Dika harapkan," sesal Aruna dengan suasana kecil. Dia sedikit tersentak saat kemudian Andika mendekat padanya, mencium keningnya sekilas. Hanya satu detik. "Selama kita pacaran kamu selalu menghindar kalau aku mau nyium kamu, jadi tolong anggap ini sebagai kompensasi ya karena kamu udah bikin aku sedih kemarin?" Aruna tidak bisa mengatakan apapun, dia hanya membalas dengan senyum tipis. Bukan karena dia tidak menyukai apa yang dilakukan oleh Andika tadi, karena seperti apa yang dikatakan oleh Andika, dia akan menganggap ini sebagai kompensasi. Hanya saja sakit di perutnya semakin bertambah perih. Sekarang Aruna sadar jika sakit ini berasal dari perutnya yang sama sekali tidak terisi apapun sejak pagi. Aruna adalah pengidap asam lambung. "Kalau begitu, aku duluan ya, Dik," pamit Aruna. Dia bergegas melewati tubuh Andika setelah melihat lelaki itu menganggukkan kepalanya sekilas. Aruna harus segera ke ruang dosen untuk menyusul Moria, bahkan mungkin temannya itu sudah hampir selesai bimbingan selama Aruna sibuk meminta maaf pada Andika. Sayangnya, baru beberapa langkah kakinya berjalan, perih yang Aruna rasakan semakin menjadi-jadi. Bahkan kepalanya juga sakit, menambah rasa lemah pada tubuhnya hingga kemudian tanpa Aruna sadari dia sudah terjatuh ke lantai. Posisi tubuhnya terebah di lantai, telinganya menangkap pekikan kaget dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Bahkan jika dia tidak salah dengar, ada juga yang menyebut namanya dan ada tangan yang menggoyang lengannya. Tapi Aruna tidak bisa memberikan respon, dia hanya menekuk lututnya dengan tangan yang erat memegangi perut. Perih di perutnya membuat dia merintih pelan menahan sakit. Lalu saat dia nyaris hilang kesadaran, dia merasakan tubuhnya yang melayang. Sepertinya seseorang kini sedang menggendongnya namun entah akan dibawa kemana dirinya. Dan entah di langkah terburu-buru yang mencapai tempat mana, Aruna akhirnya benar-benar tidak bisa mempertahankan kesadaran nya. **
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN