Bagian 6

1210 Kata
Rain saat ini tengah bersama Disa, lebih tepatnya pemuda itu sedang menunggu Disa di pelataran toko tempat ia bekerja yang kebetulan disediakan kursi dan meja. Cukup lama Rain menunggu, karena dia igin mengajak Disa mengobrol perihal rencana keduanya. “Rain? Lo kok di sini?” tanya Disa ketika gadis itu tengah keluar toko untuk mencari makanan siang. “Hei, gue … gue mau bicara sama lo. Mumpung sekarang waktunya makan siang, gimana kalau kita ngobrol sambil makan?” tawar Rain. “Boleh, mau makan di mana?” Senyum hangat terbit di bibir pemuda itu, “Yuk, di dekat sini ada warung bakso. Kayaknya enak.” Disa dan Rain pun menyusuri jalan, sesekali mereka mengobrol menanyakan kabar masing-masing. Ya, memang mereka sudah tidak bertemu setelah di kampus Rain waktu itu. Mungkin keduanya sama-sama sibuk. Sesampainya di warung bakso, mereka pun memesan makanan sekaligus minuman. Rain menceritakan perihal papanya dan Disa mendengarkan dengan serius, ia tak ingin melewatkan satu cerita pun dari Rain. “Jadi, Papa lo nggak akan jodohin lo lagi?” tanya Disa yang memang jawabannya sudah ia ketahui. Rain mengangguk. “Bagus, dong, lo bisa bebas tanpa harus kepikiran,” sanggah Disa yang juga senang melihat temannya bahagia. Teman? Mungkin mereka sekarang sudah berteman. Tapi gimana caranya gue bisa bebas kalau gue gak bisa cari pacar beneran, batin Rain meringis. Kalau dilihat-lihat si Disa cantik juga, wajahnya juga nggak bosenin, dan dia juga pekerja keras serta mandiri, tipe idaman cewek gue. Rain terkejut dengan pemikirannya yang memuji Disa. Dia segera mengenyahkan pemikirannya itu. Disa mengerut bingung kala melihat Rain menggeleng, “Lo kenapa?” tanyanya. “Ha? Gu-gue nggak apa-apa,” jawab Rain salah tingkah. Disa tak ambil pusing dan dia segera menyelesaikan makan siangnya. *** “Aish, kenapa d**a gue jadi deg-degan gini sih?” kesal Rain ketika dia sudah sampai rumah dan memasuki kamarnya. “Apa gue punya kelainan jantung ya?” ucapnya ngeri. Rain belum sadar kalau dia memiliki perasaan kepada gadis bernama Disa itu. “Bahaya nih, gue harus buru-buru ke dokter. Masa iya Rain yang ganteng dan keren gini punya penyakit jantung? Perasaan Mama dan Papa nggak punya keturunan penyakit itu.” Tok tok tok Ketukan pintu membuyarkan lamunan Rain. Dia segera membuka pintu kamarnya dan berdirilah di sana pemuda yang tak lain dan tak bukan adalah sepupunya yang bernama Dio. “Hallo, Bro,” sapa Dio ala laki-laki. “Dio? Lo Dio, kan? Sepupu gue yang dulu sering gue ketekin?” tanya Rain. Dio mendengkus kala sepupunya ini tetaplah seperti dulu dan tak pernah berubah, “Iya, gue Dio sepupu lo yang sering lo bully.” “Wahh, gila, Bro. Lo bisa berubah gini? Perasaan lo dulu item, dekil, jelek –“ “Semua aja yang jelek-jelek lo timpahin ke gue. Dasar sepupu laknat,” cibir Dio jengah. “Hahaha sorry, Bro. Btw, kapan lo pulang?” Dio berjalan memasukin kamar Rain diikuti oleh sang pemilik kamar tentunya. Dia mengambil tempat duduk di kursi meja belajar pemuda itu. “Gue baru aja mendarat. Gue bela-belain nih langsung ke rumah lo. Kata Om Bima lo nggak ke kampus hari ini,” jawab Dio. “Ck, kalau bukan ke sini mau ke mana lagi memang lo? Lo kan nggak punya rumah di negara ini,” sanggah Rain. “Haha, itu lo tau.” “Sialan. Lo boleh tinggal di rumah ini, tapi jangan ganggu hidup gue. Hidup gue udah berantakan, jangan sampai lo berantakin lagi.” “Anjir cuy, lo kayak cewek aja,” ejek Dio. Rain cukup bahagia dengan kehadiran Dio. Setidaknya dia tidak merasa sendirian lagi di rumah jika ada pemuda itu. Dio memang lebih tua dari pada Rain, tapi keduanya sepakat akan bersikap layaknya teman. Seperti kata Dio dulu, ‘Lo boleh panggil pakai nama gue, soalnya kan muka gue ini ganteng, dan sebelas duabelas sama lo, jadi nggak jauh beda.’ Saat itu Rain ingin sekali menyumpal mulut sepupunya itu, tapi setidaknya Dio kembali membuat Rain tidak merasa kesepian lagi. Ya meskipun setiap harinya keduanya akan terlibat adu mulut. “Bro, jadi dia cewek lo?” tanya Dio penasaran kala keduanya berada di restauran tempat Disa bekerja. Rain sudah menceritakan perihal dia dan Disa serta sang papa yang selalu menjodohkannya. “Ralat. Bukan cewek gue tapi pacar pura-pura, paham?” tegas Rain. Meskipun kata itu keluar saja dari mulutnya, tapi entah mengapa ada sedikit hatinya yang tak rela. “Ck, sama aja bagi gue,” imbuh Dio sambil tetap memperhatikan Disa dari jauh. Dio tak habis pikir dengan sepupunya yang malah bermain-main dengan perasaan. Dilihat dari gelagat gadis itu, sepertinya dia gadis baik-baik. Namun, Dio tidak menyangka jika sepupunya nekat membohongi Bima. Apakah Dio harus memberitahukan yang sebenarnya kepada Bima? Tidak. Bisa-bisa Rain tidak mau berteman dengannya lagi. Mungkin ini privasi Rain, tapi dalam hukum alam dunia ini, jangan pernah bermain-main dengan cinta kalau kau tak ingin terjebak dengan cinta itu sendiri. “Rain … gue harap lo jangan terlalu lama melakukan permainan ini,” kata Dio terdengar serius. Atensi Rain yang sebelumnya kepada Disa kini berpindah kepada sepupunya itu, “Maksud lo?” Dio menghembuskan napasnya, mungkin dia harus memberitahu Rain secara perlahan, “Maksud gue jangan terlalu lama melakukan permainan pura-pura ini. Memang awalnya lo akan biasa aja tanpa ada beban sedikit pun. Namun, lambat laun lo akan terjebak dengan perasaan lo sendiri.” “Lo habis makan apaan, Yo?” tanya Rain yang sedikit bingung dengan sikap sepupunya. “Ck, ribet memang ngomong sama laki-laki yang playboy macam lo,” cibir Dio kesal. “Hahaha. Ralat. Bukan playboy. Sejak kapan gue playboy? Gue kalau punya satu cewek yaudah itu doang, kata selingkuh dalam kamus gue nggak ada, Bro,” kata Rain bangga. “Heh? Membanggakan diri sendiri? Cih.” “Hahaha.” Terlihat Disa dan temannya tengah mengobrol sedikit, Dio tak melepas pandangannya dari gadis itu. Disa dan Rain? Dua orang ini agak aneh. Hubungan pura-pura? Cih, Dio tak pernah percaya dengan hubungan seperti itu. Dia berani menjamin pasti di antara keduanya sudah tumbuh perasaan, tapi dari mereka belum ada yang mengaku. Entah sekarang atau nanti, perasaan itu pasti ada. “Lo kenapa lihat itu cewek mulu?” tanya Rain yang sejak tadi memperhatikan tingkah sepupunya ini. Dio tersenyum sinis hingga dia mendapatkan ide cemerlang, “Kayaknya gue jatuh cinta sama itu cewek,” jawabnya yang membuat Rain sedikit kaget. “Lo kok kaget gitu?” tanya Dio, “bukannya kalian hanya pura-pura? Nggak beneran, kan?” Pancing Dio kala melihat tingkah Rain yang gelisah. “Ehhmm … iya gue memang Cuma pura-pura sama dia, tapi … tapi mending lo jauh-jauh dari itu cewek. Itu cewek bringas, Bro. Judes dan ngeselin,” terang Rain. Dio tersenyum, “Seenggaknya gue udah dapat jawabannya,” ucap Dio ambigu yang tak Rain ketahui apa maksud pemuda itu. Alih-alih mau menjelaskan, Dio memilih pergi karena dia ingin bertemu dengan temannya yang lain, dan Rain pun mengijinkannya. “Dio? Suka sama Disa?” lirih Rain kala melihat kepergian sepupunya yang menimbulkan berbagai pertanyaan di kepala Rain dan mungkin sedikit kegelisahan di hatinya. “Disa,” panggil Rain kala Disa tengah berjalan menyusuri jalanan. Disa saat ini sudah pulang bekerja, dan entah datang darimana, Rain tiba-tiba muncul di belakanganya. “Rain? Lo kok di sini? Udah malam juga,” kata Disa. Hati Rain sedikit menghangat kala Disa mengkhawatirkannya. Khawatir? Rain terlalu berlebihan. “Gue tadi sama sepupu gue, tapi dia pergi duluan, kebetulan tadi motor gue dia pakai. Gue cari taksi tapi nggak ada.” “Ojol? Lo bisa pesan ojek,” balas Disa. Rain menggarung tengkuknya yang tak gatal, dia merasa sudah ketahuan jika berbohong, “Anu … ponsel gue lowbat jadi nggak bisa nyala,” sambung Rain. “Oh, sorry, gue nggak bisa bantu soalnya gue nggak punya kuota hehe.” “Iya nggak apa-apa. Gue bisa cari taksi mungkin nanti ketemu.” Terjadi keheningan di antara keduanya. Entah mengapa Rain saat ini tak memiliki bahan pembicaraan dengan gadis itu, biasanya dia lancar-lancar saja. Namun, malam ini terasa aneh. Disa pun hanya diam dan menyusuri jalanan bersama dengan laki-laki yang selama ini mengisi harinya. Entahlah dia tak tau mau membicarkan apa yang jelas ketika melihat keberadaan Rain, mulutnya seakan kehabisan kata-kata.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN