bc

Terlalu Muda

book_age16+
1.3K
IKUTI
9.0K
BACA
arrogant
boss
tragedy
comedy
twisted
bold
ambitious
female lead
male lead
school
like
intro-logo
Uraian

16+ ( Tidak untuk jiwa yang lemah )

Nayara terpaksa menikah dengan pria yang jauh lebih tua darinya karna perintah ayahnya dan kondisi ekonomi yang mengancamnya putus sekolah. Sejak mengenal keluarga Adikara, hidup Nayara menjadi kacau. Farzan Adikara, CEO muda perusahaan Adikara sekaligus suaminya, selalu bersikap kasar dan acuh padanya. Bahkan Farzan diam diam masih menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya yang gila harta. Anehnya, Bumi, ibu Farzan justru lebih mendukung Farzan dengan Eliana. Alasannya karna kasta, kecantikan dan usia. Nayara harus berjuang mati matian untuk mendapatkan hati mertuanya, mendapatkan hati suaminya yang mulai ia cintai.

Tapi mampukah gadis sesederhana Nayara mendapatkan hati pria seperti Farzan? Ia yang memiliki latar belakang berbeda, strata berbeda dan terlalu muda?

Nayara percaya, ketulusan adalah wujud cinta terbesar di bumi ini.

chap-preview
Pratinjau gratis
Bertunangan dengan Iblis
" Selamat ulang tahun! Selamat ulang tahun! Selamat ulang tahun Nayara... Semoga panjang umur!" Gadis itu berkaca kaca menerima sebuah cupcake dengan lilin menyala di genggaman tangan ayahnya. Ia begitu cantik dan anggun dengan seragam sekolah yang baru dikenakan dan rambut panjangnya yang dikuncir 2. Nayara namanya, siswi kelas 3 SMU yang selalu menduduki peringkat pertama, ia hidup berdua dengan ayahnya di sebuah rumah sederhana, kehidupan sederhana yang begitu damai semenjak ibunya meninggal dunia. " Tiup dong lilinnya!" Pinta sang ayah mengangetkan Nayara dari lamunnya. Ia meniup lilin itu penuh harap, dengan mata berkaca kaca menatap paras ayahnya yang mulai renta. " Terima kasih ayah." Ucapnya haru " Apa permohonan Nara tahun ini?" Tanya ayahnya penuh kasih " Nara tidak mau apapun, Nara hanya ingin ayah selalu berada di sisi Nara, mendampingi Nara sampai Nara sukses nanti. Ayah harus sehat, Nara sayang ayah." Jawab gadis 17 tahun itu haru. Ayahnya pun memeluk Nara erat, mengusap pundak anaknya menenangkan. Tapi impian tak selalu sesuai dengan kenyataan bukan? Terkadang dunia menipu kita, membuat kita berharap lalu akhirnya patah. Begitupun Nayara, keinginan gadis itu berbanding terbalik dengan kehidupan yang ia jalani. Karena hari itu, bukan hanya hari terburuk baginya melainkan juga hari terakhir ia menerima pelukan hangat dari ayahnya. Ya, hari terakhir mereka bersama. 8 jam kemudian... " Ayah!!!" Nayara menangis sejadi jadinya usai menerima telfon dari kantor sekolahnya. Ya, ia tidak pernah mempunyai ponsel sendiri. Bagaimana tidak histeris? Seseorang mengabari kalau ayahnya menderita luka tusukan yang begitu parah dan saat itu tengah kritis di Rumah Sakit. Nayara segera berlari menyusuri jalan yang mulai terik mencoba mengejar waktu. Namun sayang, saat Nayara tiba, tubuh ayahnya sudah ditutupi selimut putih sampai kepala, darah dan bau amis menyengat menusuk hidung. Kaki Nayara seakan lemas tanpa tulang, bahkan untuk menangis air matanya serasa kering. Tangannya gemetar membuka selimut yang menutupi wajah ayahnya, sosok yang selama ini menemani Nayara setiap waktu, memberi semangat dan satu satunya alasan Nayara bertahan hidup. Walaupun mereka hidup pas pasan dengan pekerjaan ayahnya sebagai tukang parkir, Nayara selalu bersyukur ia masih memiliki seorang ayah yang begitu baik. Entah kehidupan atau takdir yang begitu kejam, bahkan sosok itu kini direnggut dari kehidupannya. " Ayah bangun, Nara lulus ayah! Lihat! Ini surat kelulusan Nara, ayah bilang, ayah ingin mendatangi acara wisuda Nara kan? Ayah kenapa diam? Lihat Nara ayah! Lihat Nara! Ini ulang tahun Nara, ayah tidak boleh meninggalkan Nara sendirian, ayah janji kan, ayah akan selalu menemani Nara? Ayah bangun! Ayah!" Isak gadis itu kemudian tersungkur di d**a sang ayah yang sudah terbujur kaku. Sedih? Ya, dunia serasa runtuh bagi Nara. Ulang tahunnya menjadi hari paling buruk dalam hidupnya. Nara berjanji tidak akan pernah meniup lilin lagi sepanjang sisa hidupnya. Tapi apa yang sebenarnya terjadi pada ayahnya? Bukankah tadi pagi ayahnya masih baik baik saja? -----*-----*----- Sementara itu di lain tempat... " Farzan Adikara!!!" Teriakan itu kembali terdengar tegas menghentikan langkah sosok pemuda yang tampak menenteng tas kerja di tangannya. Ia menoleh ke arah meja makan yang cukup luas bernuansakan eropa. Tampak seorang wanita yang sudah cukup berumur tapi tetap terlihat cantik sedang menatapnya tajam dengan sendok dan garpu di tangan. Berlian yang bertahta di jari dan lehernya menunjukkan bahwa mereka dari kelas sosial tingkat atas yang bergelimang harta. " Apa apa ibu?" Tanya pemuda itu malas. Mata birunya menatap wanita yang ia panggil ibu itu dengan sorot yang begitu tenang, berpadu hidung mancung dan bibir yang terlihat menantang. Pemuda itu cukup rupawan dengan tubuh tinggi tegap dan otot otot kekar yang bersembunyi dibalik kemejanya. " Kemarilah!" Panggil wanita itu melambai Ia kemudian membuka amplop di sisinya dan memperlihatkan foto gadis gadis muda, putri dari teman teman arisannya yang cukup memikat. Farzan menghela napas, lagi lagi ibunya memaksa untuk memilih calon pendamping. " Aku sangat lelah, aku ingin beristirahat. Ibu hentikanlah melakukan semua ini! Aku sama sekali tidak tertarik untuk menikahi salah satu dari gadis gadis ini." Tolaknya singkat " Usiamu sudah 30 tahun bulan ini Farzan! Kau penerus perusahaan Adikara satu satunya. Bagaimana bisa kau menolak menikah? Apa kata orang nanti? Siapa yang akan mewarisi semua ini hmm? Sekarang pilih ayo! Ini Sisi putri nyonya Alika, dia model, cantik dan cukup kaya. Ini Diandra putri teman arisan mama, orang tuanya memiliki banyak sekali cabang perusahaan. Ini..." " Cukup ma! Aku bilang aku lelah!" Potong pemuda itu kemudian beranjak pergi begitu saja, meninggalkan ibunya yang lagi lagi harus memijit pelipis karna sikap Farzan yang acuh pada masa depannya. Putranya itu banyak digilai gadis gadis cantik, mulai dari kalangan bawah, menengah bahkan kalangan atas banyak yang berkhayal menjadi istri seorang Farzan Adikara. Pemuda blasteran Amerika yang cukup sukses dan populer. Tapi sayangnya, Farzan sama sekali tidak mau melirik salah satu dari mereka, ia tidak pernah membawa gadis ke rumah itu, tidak juga memperkenalkan teman wanitanya. Bahkan diusianya yang hampir kepala 3 Farzan masih sendiri. " Rikooo!!!" Teriak wanita itu frustasi memanggil pelayan " Iya nyonya?" Pria tua berseragam pelayan langsung datang menghampirinya " Bereskan semua makanan ini! Aku tidak berselera lagi. Bakar semua foto ini! Dan segera telfon tuan besar! Jam segini belum pulang juga!" Omelnya berdiri dari duduk kemudian melenggang pergi, membuat pelayan itu menghela napas panjang. Ya begitulah kehidupan di dalam keluarga Adikara. Mewah, semua serba ada, sukses tapi tidak ada kebahagiaan di dalamnya. Masing masing orang sibuk dengan urusannya sendiri. Hingga pagi itu... " Siapa dia?" Tanya wanita kemarin dengan ekspresi tak suka. Bagaimana tidak? Semalam suaminya tidak pulang dan pagi ini, ia justru datang dengan seorang gadis belia yang mungkin belum genap 20 tahun umurnya. Ya, hari itu adalah hari pertama Nayara menginjakkan kaki di rumah besar Adikara. Bersama pria seumuran ayahnya, pria yang terlihat tulus memegang pundak Nayara dan sesekali mengelus rambutnya pelan. " Kau membawa cabe cabean ke rumah ini? Siapa dia? Kau menjadi sugar daddy hah?" Tanya wanita itu marah " Dengarkan dulu penjelasanku Bumi. Nara, ini tante Bumi, istri paman. Dan ini Nayara." Ia memperkenalkan Nayara pada wanita yang bahkan tidak mau menjabat tangannya itu. " Siapa dia? Aku bertanya siapa! Bukan namanya! Kenapa kau membawanya ke sini?" Tanya wanita bernama Bumi itu lagi. " Dia putri temanku. Kau ingat sahabatku yang bernama Leon? Ini putrinya, kemarin tanpa sengaja aku bertemu dengan Leon saat hendak ke bank, Leon menyelamatkanku dari perampokan dan akibat dari itu, Leon meregang nyawa. Nayara tidak memiliki siapapun di sini, dia tidak memiliki keluarga lain selain kita. Jadi aku memutuskan membawanya ke sini." Tutur pria itu menjelaskan. Dan benar saja, Bumi masih melihat adanya bercak noda darah di kemeja putih suaminya. Ia melirik Nayara dari ujung rambut sampai ujung kaki " Hmm jadi kau berhutang budi pada ayahnya?" Tanyanya mulai melunak. " Ya, kau tidak keberatan kan kalau Nara tinggal bersama kita? Aku tidak mungkin membiarkan Nara sendirian." Bumi terlihat berpikir, sebelum tiba tiba... " Ayah yang berhutang budi, lalu kenapa kita yang juga harus menanggungnya. Kematian ayahnya itu takdir, jika waktunya mati maka dengan cara apapun dia akan mati. Bukan berarti kita harus menampung benalu di sini!" Tekan sebuah suara yang seketika membuat Nayara menatap ke arah lantai 2. Tampak Farzan menatapnya sinis dari sana, tatapan tak suka dan lebih ke arah jijik. Ya, dari pertama berjumpa, Farzan memang selalu menyakiti perasaan Nayara. " Farzan jaga bicaramu! Jika bukan karna ayah Nara maka ayah pasti sudah dikuburkan. Apa pantas kau bicara begitu?" " Lihat dia ayah! Dia seperti kucing kampung yang tersesat. Aku tidak setuju! Kembalikan dia ke tempat asalnya. Kalau mau uang ganti rugi, aku akan mengirimkan sebanyak apapun yang ia minta." Pemuda itu hendak berbalik. Sebelum... " Apa menurutmu nyawa bisa diganti dengan uang?" Deg Pemuda itu menoleh. Baru kali ini ada gadis yang berani melawan kata katanya. Ya, Nayara menatapnya tak kalah tajam " Apa kau baru saja berbicara padaku?" Sinis Farzan meruncing " Ya om. Aku berbicara denganmu. Apa menurutmu uang bisa membeli kasih sayang?" Tekan Nayara lagi, membuat wajah Farzan memerah mendengarnya. " Om katamu? Apa kau ini buta!" Bentak Farzan yang langsung menuruni tangga dengan wajah kesal " Kau Farzan kan? Aku pernah membaca berita tentangmu di sekolah. Usiamu sudah 30 tahun, kau jauh lebih tua. Jadi apa salah jika aku memanggil om? Atau aku panggil paman saja?" Tanya Nayara berani " Kau! Ke luar dari rumahku sekarang!" Tunjuk Farzan " Aku juga tidak berniat tinggal di sini. Melihat dari buku sepertinya kau orang yang angkuh om. Tapi ternyata kau benar benar sombong." Tekan Nayara Ayah Farzan tersenyum melihat keberanian bocah itu. Baru kali ini ada yang berani membantah putra tunggalnya itu. Tidak ada sedikitpun rasa takut di mata Nayara saat bertatapan dengan Farzan " Nara, jangan dengarkan Farzan. Dia memang sedikit kaku. Mari om antar ke kamarmu ya." Ajak ayah Farzan memegang pundak Nayara " Maaf paman. Nara tidak mau tinggal di sini. Nara lebih nyaman di rumah Nara sendiri, bersama kenangan ayah. Terima kasih sebelumnya. Nara pamit, paman, tante dan... Om Farzan!" Celetuk Nara kemudian berbalik dan beranjak pergi, meninggalkan Farzan yang mengepalkan tangannya emosi. " Ayah lihat barusan? Dia berani menghina putra tunggal seorang Hendri Adikara. Dan ayah diam saja?" Tanya Farzan murka Hendri, ayah Farzan justru hanya mengulas senyum kemudian menyusul Nayara ke luar. " Ibu lihat tingkah ayah kan? Semua dia pungut dari jalanan. Mulai dari pelayan, dan sekarang gadis itu. Apakah ayah pikir rumah ini tempat penampungan." " Ya, baguslah gadis itu tahu diri. Lagipula siapa juga yang meminta ayahnya mati kan." Senyum sinis Bumi yang kemudian beranjak menaiki tangga menuju lantai 2. Tapi takdir tidak sesederhana itu... Malam menjemput saat gadis itu tiba ke gubuk tercintanya. Kenangan bersama almarhum ayahnya masih membekas jelas. Suara ayahnya bahkan seolah menggema saat memanggil nama Nara. Nara langsung melihat cupcake ulang tahunnya masih tergeletak di meja. Ia berjanji akan memakan cupcake itu dengan ayahnya sepulang sekolah. Nara menangis memakan cupcake yang sudah terasa agak basi itu. Lantunan lagu ulang tahun seakan terngiang di benaknya. Larut dalam kesedihan, tiba tiba seorang wanita paruh baya datang dan langsung melempar tas ke arah Nara. " Leon sudah meninggal. Semasa ia hidup 2 bulan ini ia nunggak bayar sewa rumah. Setiap kali ditagih ada saja alasannya. Sekarang siapa yang mau bayar hah? Ke luar saja sana dari rumah ini! Nih saya kasih tas gratis. Gak punya tas kan?" Cerca ibu ibu itu dengan tatapan kebencian " Tante tolong beri saya waktu ya. Saya mau ke mana malam malam begini?" Pinta Nayara dengan tatapan menghiba " Gak ada gak ada! Beresin semua barang barangmu!" " Tante saya janji akan pergi besok. Tolong beri saya tempat menginap malam ini saja. Saya takut di luar sendirian malam malam begini." Pinta Nayara lagi. Wanita itu berpikir sejenak, lalu mengangguk " Baiklah besok ke luar dari sini ya. Tapi tv, kulkas jangan dibawa. Anggap saja pelunasan hutang ayah kamu." Ucapnya kemudian melenggang pergi. Meninggalkan Nayara yang menghembuskan napasnya berat. " Bagaimana ini? Rasanya begitu berat meninggalkan rumah dan semua kenangan bersama ayah di sini." Gumam Nayara menatap potret ayahnya di meja Malam itu, ia dengan berat hati harus membereskan semua pakaiannya, mengemasi foto foto dan beberapa kenangan yang tersisa. Nayara tertidur dalam lelah diatas kooper. Memeluk erat foto ayahnya. Dan saat terdengar suara kokok ayam, ia kaget. Suasana sudah berganti menjadi siang. Lebih kaget lagi, saat ia melihat sang pemilik rumah semalam sudah berdiri di depannya dengan tatapan yang sukar diartikan. " Maafkan Nara tante. Nara akan segera pergi dari sini." Gadis itu berdiri merapikan diri. Namun... " Kamu tidak perlu ke mana mana Nara, ini rumahmu." Senyum wanita itu sumringah. Nayara mengernyit bingung. Apa ia sedang bermimpi? Kenapa si galak ini tiba tiba berubah menjadi baik padanya? " Ta- tapi semalam tante bilang..." " Lupakan kejadian semalam. Lupakan soal hutang ya... Tanah dan rumah ini sudah menjadi milikmu. Semoga kamu bahagia. Kenapa kamu tidak bilang punya kenalan orang kaya? Tahu gitu kan tante gak marah marah lagi." Senyum wanita itu cengengesan Kaya? Kenalan? Tapi siapa? Jauh dalam kalutnya, tiba tiba... " Maafkan paman Nayara, paman membeli rumah ini untukmu tanpa sepengetahuanmu." Ucap sebuah suara yang tak lain adalah Hendri. Nayara berkaca kaca menerima kebaikan dari sosok yang berdiri di depannya itu. Hendri tidak tahu betapa berartinya rumah itu bagi Nayara, ia sangat bersyukur masih ada orang yang perduli dan sebaik itu padanya. " Tante tinggal dulu ya sayang. Kalau ada apa apa tinggal telfon tante oke. Anggap tante ibumu sendiri." Wanita itu membuat Nayara geli dengan perhatiannya yang keterlaluan. Beruntung ia segera beranjak " Paman, terima kasih ya. Paman sudah membeli rumah ini untuk Nara. Nara pasti akan menebusnya suatu saat nanti." Janji Nayara berbinar binar " Tidak Nara. Kau tidak bisa menebusnya kelak, kau harus menebusnya sekarang!" Hendri duduk pada sebuah kursi di sisi Nayara " Maksud paman?" " Nara, paman sakit. Paman mungkin tidak akan hidup lebih lama lagi. Satu satunya yang menjadi beban dalam pikiran paman hanyalah tentang putra paman Farzan. Paman tidak mau meninggalkannya pada tangan yang tidak tepat. Saat dulu masih muda, paman dan ayahmu sangat dekat. Kami bagaikan saudara kandung. Pernah suatu ketika, paman dan ayahmu membuat janji, jika kita memiliki anak laki laki dan salah satunya memiliki anak perempuan, maka kita akan menjodohkan ke dua anak kita kelak. Mungkin takdir memang menginginkan janji itu terkabul." Tutur Hendri membuat bulu kuduk Nayara merinding. Entah kemana arah pembicaraan itu, tapi Nayara seakan bisa menebaknya. " Paman ingin kamu dan Farzan...." " Stop paman! Stop! Paman memang orang yang baik! Tapi om om itu? Membayangkan saya membuat Nara takut. Nara terlalu muda paman. Lagi pula om itu pasti tidak akan setuju. Nara mohon jangan susah susah melanjutkan rencana paman ya." Potong Nayara dengan ekspresi ketakutan dan tegang. Gila, masak iya ia harus berjodoh dengan es kutub utara seperti Farzan yang menyebalkannya seakan mendarah daging sejak orok? " Paman sudah menanyakan hal ini pada Farzan. Dan dia setuju." Pria tua itu mengernyit. Bola mata Nayara membulat, ia tertegun. Masa iya Farzan setuju? " Gak mungkin paman. Mungkin paman sedang berkhayal. Sudahlah paman, saya belum berniat ke arah sana. Saya masih kecil, saya harus kuliah dan mengejar cita cita saya. Om Farzan pasti bisa mendapatkan gadis yang lebih baik dan sebaya. Jangan saya paman." Pinta Nayara memelas Sebelum tiba tiba... " Sudah miskin ngeyel ya. Aku sudah setuju dan itu artinya iya. Memangnya siapa yang memberimu kesempatan untuk memberikan opini?" Celetuk sebuah suara yang membuat Nayara berjingkrak kaget. Entah sejak kapan Farzan berdiri di ambang pintu. Menatapnya tajam seakan akan ingin menelan Nayara hidup hidup. " Om kok kamu sawan sih. Main iya iya saja. Pokoknya Nayara mau kuliah! Nayara mau sukses! Gak mau tergantung pada siapapun." Tolak Nayara tegas. Mendengar itu, wajah Hendri berubah pucat, ia terlihat begitu sedih. " Mau kuliah? Memangnya punya biaya? Bukannya hampir diusir dari rumah gara gara miskin?" Senyum Farzan menyindir. Nayara menatapnya tajam. Sosok ini benar benar double kill baginya " Emm itu... Nara bisa mencari kerja dan kuliah dengan biaya sendiri." Jawab Nayara ragu " Bagaimana kalau aku yang membiayai pendidikanmu sampai selesai?" Deg Nayara menatap Farzan curiga. " Kenapa om ngebet banget sih? Curiga nih bau baunya ada hal yang disembunyikan." Tuduh Nayara " Biaya kuliah sampai S3, uang saku, usaha apapun yang kau suka dan fasilitas pendukung. Bagaimana? Deal?" Tanya Farzan lagi. Nayara terdiam, ia menatap wajah pucat Hendri yang menatapnya penuh harap, menatap potret ayahnya di meja " Nara harus jadi profesor ya, putri ayah harus punya pendidikan yang bagus. Ayah akan melakukan segalanya untuk Nara, ayah ingin melihat Nara sukses kelak. Tidak menjadi tukang parkir seperti ayah." Air mata Nayara menetes mengingat pesan yang pernah disampaikan ayahnya. Ya, Nayara ingin sekali melanjutkan studinya. Ia ingin menjadi wanita sukses dan membuat ayahnya bangga. Apakah Farzan adalah jalan baginya meraih kesuksesan itu? Apa sebenarnya tujuan Farzan menyetujui keinginan ayahnya? Dan inilah yang terjadi 1 minggu kemudian... Acara itu dilakukan secara sakral, hanya keluarga inti saja yang hadir. Entah kenapa, Bumi, ibu Farzan tidak ingin acara pertunangan anaknya disebarkan. Tentu saja, ia selama ini mencarikan jodoh yang sepadan untuk putranya dan yang didapatkan malah gadis yang sama sekali tidak sebanding. Jika tidak karna kondisi suaminya yang dinyatakan kronis, Bumi tidak akan setuju Farzan bertunangan dengan Nayara. Ya, Nayara menerima perjodohan itu dengan terpaksa. Lagipula, ini hanya sebatas pertunangan untuk menghibur ayah Farzan saja. Farzan berjanji akan melepaskan Nayara jika sudah tiba waktunya. Pria 30 tahun itu mengulas senyum seakan begitu bahagia saat menyematkan cincin di jari manis Nayara. Sebenarnya, Farzan begitu elegant. Dia tampan dan berwibawa, pantas saja jika banyak wanita yang jatuh hati padanya. Saat tersenyum, Nayara seakan melihat wujud pangeran di dunia nyata. Dengan berat hati, Nayara pun menyematkan cincin di jari Farzan sekaligus menjadi simbol sahnya status mereka saat ini. Hendri begitu bahagia melihat putranya memilih gadis yang tepat. " Semoga kau tenang di alam sana Leon." Gumamnya menyeka air mata. Sebaliknya, Bumi merasa tidak tahan. Ia memilih pergi dari acara itu dan meminum wishky di kamarnya, menghilangkan kesal. " Lihat saja! Kau akan merasa berada di neraka, Nara. Aku tidak akan pernah rela anakku satu satunya menikahi gadis sepertimu." Umpatnya meradang Tak lama setelah pertunangan itu, Farzan tampak mengecek ponselnya di sebuah meja. Ia mengulas senyum melihat foto foto yang diambil barusan. Terlihat ia begitu bahagia bersama Nayara di foto itu. Pria itu memilih foto yang menurutnya paling bagus lalu mengirimkannya pada seseorang melalui pesan w******p. " Sekarang rasakan apa yang terjadi jika kau menyakiti seorang Farzan Adikara." Senyumnya menenggak gelas anggur tandas. Tak lama kemudian, ia melihat ponselnya terus berdering. Farzan mengabaikan panggilan atas nama Eliana itu. Ia justru tersenyum menuang kembali anggur ke gelas dan menikmatinya. Benar, inilah salah satu alasan kenapa Farzan menerima tawaran ayahnya untuk bertunangan dengan Nayara. Gadis muda yang biasa saja. Tidak berkecukupan, tidak populer dan juga bukan siapa siapa. Akan lebih mudah bagi Farzan mempermainkan gadis seperti Nayara. Tidak ada alasan bagi Farzan untuk menerima Nayara selain membuat gadis yang menelfonnya itu terluka. Eliana, adalah gadis yang sangat dicintai Farzan sejak ia duduk di bangku SMP. Mereka menjalin hubungan semasa SMA dan kandas setelah lulus kuliah beberapa tahun yang lalu. Eliana menerima perjodohan yang ditawarkan ibunya kemudian melanjutkan kuliahnya di luar negeri, meninggalkan Farzan dan memutuskan hubungan mereka sepihak tanpa memberikan penjelasan. Karena Eliana juga, Farzan mati rasa dan tidak bisa mencintai siapapun lagi. " Kita lihat saja, apakah kau akan tetap pada pendirianmu atau akan kembali ke tempat ini, Eliana." Senyum Farzan melirik ponselnya yang terus berdering Benar saja, di seberang sana, seorang gadis tampak panik sembari mencoba menelfon Farzan. Gadis yang sangat cantik dan anggun " Siapa El? Ibu lihat kau terus mencoba menghubungi seseorang?" Tanya seorang wanita tua yang tampak duduk di sisinya. " Bu, Farzan bertunangan dengan seseorang. Eli bingung! Eli tidak terima! Izinkan Eli pulang bu, Eli ingin menjelaskan semuanya pada Farzan." Pintanya memelas Wanita tua itu tampak menghela napas berat " Apa kau yakin?" Tanyanya membelai tangan Eliana lembut " Iya." Jawabnya Karena cinta yang dipupuk sedari lama, tidak akan mudah mati Dan saat rasa kehilangan itu mendekat, penyesalan pun mengikat Apa yang akan terjadi berikutnya?

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

After That Night

read
10.3K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
9.7K
bc

Revenge

read
19.6K
bc

The CEO's Little Wife

read
632.0K
bc

BELENGGU

read
65.3K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
57.0K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook