bc

Jerat Cinta Kakak Tiri

book_age18+
144
IKUTI
1K
BACA
dark
HE
arrogant
badboy
kickass heroine
boss
heir/heiress
drama
tragedy
bxg
city
office/work place
childhood crush
like
intro-logo
Uraian

Berliana yang mencintai Jonathan tidak menyangka jika hubungan mereka yang tadinya sepasang kekasih berubah status menjadi saudara tiri.Di saat Berliana memutuskan untuk berpindah hati, Jonathan yang tak rela melakukan segala cara agar gadis itu tidak berpaling darinya.Mampukah Berliana terlepas dari jerat cinta sang kakak tiri atau memilih cinta yang baru?

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Pria Obsesif
"Arggh! Lo benar-benar b*****t, Joe!" Terdengar jeritan seorang gadis bernama Berliana di ruang tamu sebuah apartemen. Mulutnya boleh memaki, tapi reaksi tubuhnya berkata lain saat Jonathan menyatukan tubuh keduanya. Berliana justru menikmati apa yang pria itu lakukan kepada dirinya. Padahal saat ini tengah berlangsung resepsi pernikahan ayahnya dengan ibu Jonathan, tapi keduanya malah memadu kasih yang jelas terlarang dilakukan. "Sampai kapanpun kamu milikku, Berliana," ucap Jonathan dengan senyum kemenangan saat Berliana menyerah di dalam kuasanya. Tubuh Berliana merapat ke dinding apartemen yang dingin, tapi panas yang menguar dari tubuh Jonathan justru serasa membakar kulitnya. Napas gadis itu memburu, campuran perasaan amarah, getir dan sesuatu yang tak pernah dapat dia kendalikan sejak dulu. Rasa candu yang selalu datang setiap kali Jonathan menyentuhnya. "Lepasin gua, Joe!" Meskipun berteriak, suara Berliana terdengar bergetar. Kalah oleh debar jantungnya yang kian tak terkendali. Namun jemari Jonathan semakin menekan pinggang Berliana, seolah ingin menanamkan kepemilikannya hingga ke bagian yang terdalam tubuh gadis itu. "Berhenti membohongi dirimu, Liana," bisik Jonathan bagai racun manis yang menelusup ke dalam relung hati Berliana. "Kamu boleh memakiku seribu kali, tapi tubuhmu sendiri yang mengkhianati kata-kata itu." Berliana memejamkan mata saat mendengar ucapan Jonathan, air mata tak lama menetes deras, tapi bibirnya masih terkurung oleh ciuman Jonathan yang kian menuntut. Setiap lumatan bagai badai yang menyeret Berliana ke pusaran, membuatnya sulit membedakan antara dosa dan rindu. Dalam diri Berliana, dua suara berperang hebat. Satu berteriak agar dia menolak dan melarikan diri sejauh mungkin dari pria yang kini resmi menjadi saudaranya. Namun, suara lain yang lebih halus tapi berbahaya, terus merayu relung hatinya yang terdalam agar tetap bertahan dengan Jonathan. 'Nikmati saja, Liana. Karena sejak awal, hati dan tubuhmu hanya untuk pria ini.' Jonathan menempelkan dahi keduanya, tatapannya mengintimidasi, seperti bara yang hampir tak bisa lagi ditahan. "Kamu boleh memberikan senyum kepada pria mana pun di luar sana. Tapi ingat satu hal, Liana … hanya aku yang boleh memuaskanmu seperti ini." Berliana mengusap kasar air matanya, dan mendorong Jonathan. Tapi tangannya gemetar saat menyentuh d**a pria itu. Dia dapat merasakan degup jantung yang memburu, degup yang anehnya selaras dengan degupnya sendiri. "Lo jahat ... padahal gua hanya berbicara dengan Oliver, bukan yang lain," suara Berliana serak akibat banyak menangis. Senyum Jonathan melengkung, getir tapi penuh kemenangan. "Aku tak peduli itu. Yang aku tahu, kamu ini hanya milikku." Dan sebelum Berliana bisa membalas perkataan Jonathan, pria itu kembali memagut bibirnya. Kali ini lebih dalam dan ganas, hingga tubuh gadis itu lunglai dalam kurungan pelukan yang sama-sama mereka tahu. Terlarang, tapi mustahil untuk dihentikan. Di luar jendela apartemen, lampu-lampu kota berkelip indah, menjadi saksi bisu dua jiwa yang terjebak dalam cinta terlarang. Cinta yang mengikat mereka seperti rantai emas. Indah sekaligus menyakitkan, dan tak seorang pun dari keduanya yang dapat benar-benar melepaskannya. Berliana tertidur setelahnya, membuat Jonathan membawa gadis itu menuju kamar dan menidurkannya di ranjang. Jonathan duduk di tepi ranjang, menatap Berliana yang terlelap dengan wajah masih basah oleh sisa air mata, napasnya teratur tapi sesekali tersendat. Tangan Jonathan sempat terulur untuk menyibak helaian rambut yang menempel di pipi Berliana, lalu berhenti di sana. Ekspresi wajahnya berubah dingin. "Maafkan aku, Liana." Jonathan bergumam lirih, nyaris tak terdengar. "Aku punya alasan kuat untuk menyetujui pernikahan mereka." Jonathan mengepalkan jemari, menahan emosi yang membakar d**a. Dia tahu, jika orang lain mengetahui apa yang baru saja terjadi, dunia mereka berdua pasti akan runtuh dalam sekejap. Setelah puas menatap Berliana, Jonathan segera meninggalkan kamar. Dia memunguti pakaian keduanya yang berceceran di ruang tamu. Ponselnya berdering tepat saat dia selesai mengenakan pakaian. Pria itu mengembuskan napas kasar saat mengetahui siapa yang menghubunginya. Setengah menggeram, Jonathan mematikan ponselnya. Dia lalu membawa pakaian Berliana menuju kamar, lalu meletakkannya pada sofa. "Aku pergi dulu, Liana," ucap Jonathan sembari mengusap lembut rambut Berliana. *** Sinar matahari yang menyelinap masuk melalui gorden, membangunkan Berliana dari tidur nyenyaknya. Dia mengerjapkan mata perlahan, lalu merasa kepalanya berat seolah baru saja bertarung dengan mimpi buruk yang panjang. Tubuhnya masih lemas, dan rasa sesak masih menghantam d**a. Begitu kesadaran Berliana pulih, dia tersentak. Ingatan percintaan panas semalam dengan Jonathan menyerbu tanpa ampun. Berliana menoleh ke sisi ranjang, dan tersenyum kecut saat melihat kekosongan yang ada di sampingnya. Dia menelan saliva dengan susah payah. Jonathan tega meninggalkannya setelah memberikan malam yang penuh kenikmatan. Tangan Berliana gemetar saat meraih pakaian yang terlipat rapi di sofa. Ada aroma parfum Jonathan yang masih melekat, membuat hatinya semakin kacau. "Kenapa aku ... bisa selemah ini di depannya?" bisik Berliana lirih. Berliana bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh. Dia harus segera pulang untuk mengganti pakaian, lalu ke bandara siang nanti. Jika terlambat maka tiket perjalanan dinas yang disediakan oleh perusahaannya akan hangus. Wajah Berliana terlihat pucat saat bercermin. Mata bagian bawah gadis itu menghitam efek kurang tidur, bibirnya pun merah membengkak akibat ciuman panas Jonathan. Lagi-lagi ingatan semalam menyerbu ingatan Berliana, membuat dadanya terasa sesak dan mual. Pikiran gadis itu dipenuhi oleh rasa bersalah, sekaligus nyeri oleh kenyataan pahit jika status dirinya dan Jonathan saat ini adalah saudara tiri. Dingin yang menyengat kulit, menyadarkan Berliana jika dia harus segera menyelesaikan mandinya. Setelah mengenakan gaunnya, Berliana keluar dari apartemen Jonathan. Mengabaikan tatapan mata penasaran beberapa penghuni yang mungkin saja mengira jika dia adalah wanita bayaran. *** "Berliana," suara itu membuat gadis itu menoleh dan mendengus keras, saat mengetahui siapa yang memanggilnya. Dalam hati Berliana merutuk, dari sekian banyak orang yang ada di bandara ... mengapa dia justru bertemu dengan Oliver. Pria yang menyebabkan Jonathan meradang dan melampiaskan hasratnya. Entah ini adalah sebuah keberuntungan atau kesialan. Tapi Berliana tak dapat memungkiri jika Oliver memiliki ketampanan yang mampu mempesona kaum hawa. Apalagi saat ini dia memakai t-shirt abu-abu dengan celana cargo hitam, serta sneakers hitam yang semakin memperkuat karismanya. Tapi sayangnya pria itu juga dikenal sebagai playboy yang sering mempermainkan hati wanita, lalu mencampakkannya begitu saja. "Hai Liana. Kita ketemu lagi, dan itu artinya kita memang ditakdirkan untuk menjalin hubungan," ucap Oliver dengan nada santai. Berliana mendesah pelan, rasa lelah dan jengah menyatu dalam suaranya. "Oliver, nggak usah ngelantur. Aku nggak punya tenaga buat meladeni bualanmu." Oliver terkekeh kecil, seolah tidak terpengaruh oleh sikap dingin Berliana. Dia melangkah mendekat, matanya mengamati wajah pucat gadis itu yang jelas-jelas kelelahan. "Padahal aku mau bicara serius sama kamu, tapi kayaknya sekarang bukan waktunya yang pas." Berliana hanya diam dan melangkah menjauhi Oliver, tapi dia tak menyadari jika pria itu berjalan di belakangnya. Rasa pusing membuat Berliana terhuyung, andaikan Oliver tidak cepat menahan tubuhnya, mungkin saja gadis itu sudah menghantam kerasnya lantai bandara. "Hey, Liana. Ada apa denganmu?" tanya Oliver cemas. "Aku cuma ... pusing, Ver," jawab Berliana nyaris seperti berbisik. "Seharusnya kamu tidak perlu ke luar negeri kalau kondisimu sedang sakit seperti ini," ucap Oliver setengah mengomel. "Jangan lebay. Aku nggak separah itu, sekarang cepat lepaskan aku. Pesawatku akan lepas landas 15 menit lagi," kata Berliana ketus. "Pesawatku juga sebentar lagi lepas landas. Jangan bilang kamu mau ke Havana." Berliana terkesiap saat mendengar perkataan Oliver. Dari sekian banyak kebetulan, mengapa dia harus satu penerbangan dengan pria tengil ini? Sungguh lucu sekali cara nasib mempermainkannya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
314.7K
bc

Too Late for Regret

read
317.0K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.3M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
144.6K
bc

The Lost Pack

read
436.1K
bc

Revenge, served in a black dress

read
152.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook