Chapter 2

1292 Kata
“Elina bagaimana ini.” Lizy terus uring-uringan dari pagi, ia bahkan belum selesai mengerjakan pekerjaannya sampai jam makan siang. Lizy dan Elina adalah karyawan di divisi marketing, di perusahaan Clayton Group. Perusahaan yang memiliki banyak gedung-gedung mall di Inggris. Lizy merupakan seorang gadis berusia 23 tahun, yang sudah lima bulan bekerja di perusahaan itu. Ia bersahabat dengan Elina sejak masa kuliah dan dipertemukan kembali di kantor yang sekarang. Elina mengintip dari biliknya, gadis itu tertawa melihat keadaan Lizy yang berantakan dan uring-uringan. Dengan rambut coklatnya yang kusut. Namun tawa Elina langsung berhenti saat ada satu sosok berdiri di belakang Lizy. Seorang pria tinggi dengan mata kecokelatan dan berwajah sangat muda. Rambut hitamnya ia sisir ke samping dengan maskulin, dan lengan kemeja nya di gulung sampai siku. “Lizy,” panggil pria itu. Lizy terkejut dan mengangkat kepalanya dari meja, ia berbalik dan membulatkan matanya, saat melihat atasannya. “Calvin,” ujar Lizy. “Kau tak makan siang? Kau kenapa, sejak pagi terlihat gelisah,” kata Calvin sambil mengulas senyum hangat pada Lizy. Calvin adalah pria muda berusia dua puluh tahun, yang baru saja lulus kuliah dan bekerja di kantornya. Namun pria itu langsung menjadi kepala divisi Marketing. Semua Marketing tak tahu, kenapa Calvin langsung ditempatkan di posisi tinggi, tanpa dari karyawan biasa terlebih dahulu. Calvin selalu memberikan perhatian lebih pada Lizy, ia bahkan sangat tegas, namun pada Lizy sangat lembut. “kita makan siang?” tawar Calvin. Lizy menggigit bibirnya, matanya bergerak gelisah, kemudian ia mengangguk. Lagipula ini sudah masuk makan siang. Gadis itu bangun dan membenarkan rok spannya yang berwarna peach, yang sedikit kusut. Kali ini make up nya tipis, dengan lipstik peach, namun terlihat tetap cantik. “Kau kenapa? Kurang tidur?” tanya Calvin lagi. Lizy menggeleng. “Tidak, hanya saja semalam aku sedikit mabuk.” Calvin percaya saja dan memberikan senyuman hangat, pria itu menempatkan tangannya di bahu Lizy. Namun Lizy menolaknya dan menurunkannya. Ia sedikit canggung dan tak enak hati. Meski Calvin lebih muda darinya, tapi pria itu atasannya. “Lizy!” Elina mengejar Lizy dan Calvin yang sudah berjalan meninggalkan ruangan mereka. Lizy berbalik dan menatap Elina dengan sebelah alis terangkat. “Ada apa?” “Sekertaris wakil direktur memanggilmu,” kata Elina. “Kenapa aku?” tanya Lizy heran. Ia tak mengerti kenapa harus dirinya dan ada kesalahan apa. Lizy mulai berpikir dia melakukan kesalahan dalam pekerjaannya, dan sedikit ketakutan. “Apa aku melakukan kesalahan?” tanya Lizy. Elina mengedikkan bahunya tak tahu. Sesaat Elina dan Lizy menoleh pada Calvin untuk meminta penjelasan, namun pria itupun mengedikkan bahu. “Ayo, dia sudah menunggumu,” kata Elina. Lizy menoleh pada Calvin. “Calvin, maaf aku tak bisa makan siang denganmu.” “Tak apa-apa, mungkin wakil Direktur membutuhkanmu,” balas Calvin dengan nada lembut. Lizy memberikan senyumannya kemudian berjalan meninggalkan Calvin bersama Elina. Ia menyusuri koridor kantor, sampai tiba didepan ruangan divisi mereka. Ada seorang wanita yang sudah menunggunya. “Presdir ingin bertemu denganmu,” kata wanita itu. Lizy mengerutkan dahinya tak mengerti, Elina bilang wakil direktur, tapi ternyata Presiden Direktur. Demi Tuhan! Presiden Direktur? CEO dari perusahaan ini, dan yang ada dalam benak Lizy adalah, pria tua, setengah botak dengan perut buncit. Karena yang Lizy dengar selama ini dari karyawan lain, pemilik perusahaan ini seorang duda yang memiliki satu anak, dan berusia 40 tahun bernama Lukas Clayton. Pria itu pasti tua. Bisik Lizy. Lizy dan wanita itu berjalan menuju lift, dan di lift mereka dalam keadaan hening, karena Lizy pun tak tahu akan mengatakan apa. Yang ada di benaknya banyak, semuanya berputar, termasuk pria tampan dan gagah semalam. Pria semalam, tangannya saja kokoh dan sangat gagah, bagaimana jika aku berada dalam kuasanya. Oh! Ya ampun Lizy, jangan berharap jadi Cinderella seperti di novel. Gumam Lizy dalam hati. “Silakan,” wanita itu mempersilahkan Lizy saat mereka sudah tiba di lantai tempat ruangan Presdir berasa. Lizy mulai gugup, gadis itu meremas tangannya sendiri seraya mengikuti wanita itu di koridor. Mereka tiba di depan sebuah ruangan, yang terdapat meja sekretaris di depannya. “Ms. Lizy? Silahkan masuk, Presdir sudah menunggu Anda.” Lizy mengangguk dan pintu didepan mereka dibuka. Gadis itu masuk dan menatap ke sekeliling ruangan yang besar dan mewah. Dengan dinding kaca yang menghadap gedung lainnya. Sesaat Lizy tertegun, namun ia mengerutkan dahinya saat melihat punggung seorang pria. Membelakanginya dengan kedua tangan di saku celana. Punggung itu terlihat kokoh dan bahunya juga lebar, dari belakang bahkan terlihat rahangnya kokoh. “Permisi, Presdir. Saya Lizy McKayla, Anda memanggil saya?” tanya Lizy dengan nada sopan dan kedua tangan bertaut didepan. Pria itu masih berdiri membelakanginya, dan itu membuat Lizy berdebar. Dari belakang saja sudah jelas terlihat kalau Presdir mereka yang berusia 40 tahun itu tidak gemuk dan gendut. Pria itu tinggi, ramping dan punggungnya kokoh. “Ya, Lizy McKayla,” balasnya dengan suara dalamnya yang sedikit serak. Lizy mematung, dengan mata membulat dan jantung berdebar. Keringat mulai menuruni pelipisnya, dengan d**a berdegup keras, ia menelan ludahnya. Suara itu, suara yang semalam berbicara dengannya dan sangat seksi. Jika benar maka- “Selamat siang, Ms. McKayla,” sapanya seraya berbalik dan membuat Lizy menahan napasnya.   (*0*)(*0*)     Lizy membulatkan kedua matanya dengan wajah terkejut, ia hampir saja menjatuhkan lututnya saat melihat pria yang berdiri di depannya. Pria tampan yang mempesona dan begitu dewasa juga seksi. Lizy berpikir Presdirnya adalah pria dengan rambut setengah botak dan perut buncit. Oh s**t! Ternyata dugaannya salah. Pria di depannya adalah pria berusia empat puluh tahun yang sangat hot dan seksi! Sialan sekali, Lizy harus menahan malu karena semalam berdansa dengan Presiden Direktur. Mungkin sebentar lagi ia akan dipecat, dan Elina lah penyebabnya. "Presdir maafkan saya untuk semalam, karena telah lancang dan kurang ajar. Sungguh, saya tidak mengetahuinya." Lukas masih diam, dengan mata coklatnya yang menatap Lizy dengan tatapan mengintai. Mata tajamnya bergerak menatap Lizy dari atas sampai bawah, tak ada tatapan gairah atau apa pun, hanya tatapan dingin dan tajam. Kemudian sebelah bibirnya terangkat, membentuk seringai samar. "Mendekatlah," katanya dengan suara yang dalam dan jantan. Lizy hampir saja ambruk hanya dengan mendengar suara dalamnya yang berat. Sangat seksi dan mempesona, bahkan ia tak sanggup melangkah dan mengangkat wajahnya. Kedua tangannya mulai berkeringat, dengan heels nya yang mulai goyang. Lizy masih diam. Sampai suara langkah berat terdengar bergema dan mendekati dirinya. Dengan jantung berdebar dan berdegup, ia mencengkeram roknya. "Aku bilang mendekat," bisik Lukas tepat di depan tubuh Lizy. Gadis itu mengangkat wajahnya hingga mereka bertatapan, mata keemasannya bertaut dengan mata coklat Lukas yang tajam dan seksi. Wanita mana pun akan berdebar dan terpesona dengan wajah tampan dan tegas, juga tatapan yang seksi namun tajam milik Lukas. Tak peduli berapa usia pria itu sesungguhnya. Karena yang Lizy rasakan saat ini adalah, dia sudah jatuh hati pada Lukas! Pria yang berbeda usia tujuh belas tahun dengannya. Semua orang tak akan menyangka bahwa seorang Lukas Clayton setampan itu. Lizy hendak membuka mulutnya, namun terasa kelu dan kakinya tak bisa mundur, saat Lukas mendekat selangkah, hingga tubuh mereka hanya berjarak beberapa inci. "Kau ketakutan?" tanya Lukas lagi. Lizy menggeleng masih dengan wajah yang tak bisa digambarkan. Ia bahkan masih dalam imajinasinya, mendapatkan pria-pria seperti Lukas yang ada di novel koleksinya. "Kenapa kau tak takut padaku?" tanya Lukas lagi. Lizy berdeham, ia sedikit menundukkan wajahnya untuk menghindari tatapan Lukas. Ia tak ingin terlihat merona dan seperti gadis murahan, yang mudah jatuh hati. "Saya tidak takut, saya hanya menghormati Anda, Presdir. Kalau saya boleh tahu, untuk apa saya dipanggil?" tanya Lizy dengan keberanian yang ia kumpulkan. "Aku hanya ingin tahu siapa gadis yang berani mengajakku berdansa tadi malam. Ternyata seorang karyawan marketing di perusahaanku,” kata Lukas. Lizy semakin menundukkan kepalanya. "Saya minta maaf, Presdir. Saya tidak akan melakukan hal yang sama, tapi saya mohon jangan pecat saya,” ujar Lizy sambil menggigit bibir bawahnya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN