7

994 Kata
Tapi aku juga lupa bahwa Xander bukan tipe pria yang bisa dihabisi Travis begitu saja. Setelah aku selesai bekerja, Travis menawarkan dirinya untuk mengantarku pulang. Dan baguslah, karena sama sekali tidak ada tanda-tanda keberadaan Karl ataupun Xander disekitar bar. Aku berhasil pulang ke rumahku sendiri, bukan rumah Xander, diantar Travis. “Aku benar-benar rindu padamu, Kate. Aku tidak sabar menunggu besok.” Ujarnya sambil membuka dan menahan pintu mobil untukku. “Ya, aku juga.” Aku tersenyum. Memang bukan senyuman yang tulus. Tapi itu salah satu senyuman terbaikku. “Kalau begitu, aku pulang dulu. Tidur nyenyak, Kate.” Dia mengatakannya sambil mengelus pipiku. Dan menundukkan wajahnya untuk menciumku. Aku terpaku sesaat, merasa tidak nyaman bahwa aku akan berciuman dengan pria lain selain Xander. Namun aku tetap memejamkan mataku. Dan detik berikutnya aku mendengar suara hantaman keras. Refleks, aku membuka mata dan mulutku ternganga mendapati apa yang kulihat disana. Bukan seseorang yang menabrak sesuatu. Melainkan seseorang yang dibanting ke aspal. Ya, itu Travis. Dia baru saja dibanting dengan begitu mudahnya oleh seseorang. Tunggu dulu, itu.. Xander? Seharusnya aku tahu ini akan terjadi. Aku berlari menghampiri mereka tepat pada saat Xander mengangkat Travis kembali dari tanah dan melayangkan tinjunya di wajah Travis. “Xander, apa yang kau lakukan?” Aku berteriak histeris dan menyapu pandangan disekitarku untuk meminta bantuan. Percuma, tidak ada siapapun yang berkeliaran di malam selarut ini. “Xander, hentikan!” Aku menahan tangannya yang , sangat kuat, sedang berusaha menghajar Travis untuk kesekian kalinya. Namun aku berhasil mengalihkan perhatiannya. Dia memandangku. Dengan sangat marah, kurasa. Tapi aku benar-benar membuat tangannya berhenti mengayunkan tinju pada Travis. “Hentikan.” “Dia menciummu!” Xander menggeram. “Tidak. Belum. Dia belum menciumku.” “Dia akan menciummu jika aku tidak ada disini.” Bentaknya. “Kau bisa melepaskannya sekarang, Xander.” Xander masih menatapku dengan marah dan kembali memusatkan perhatian pada Travis. Meninjunya lagi sekali dan melepaskannya dengan tiba-tiba hingga membuatnya jatuh terjerembab di aspal. Aku berlari membantunya berdiri dan berbisik lirih padanya. “Maafkan aku Travis.” Travis, dengan wajahnya yang bengkak dan darah yang mengalir dari hidung, menatapku dan tersenyum sambil balas membisik “Tidak apa-apa, Kate.” Xander menarik lenganku dan menyembunyikanku dibelakang punggungnya. Aku mendengarnya berkata “Pergi dari sini b******k! Jangan pernah berpikir untuk mendekatinya lagi.” “Aku akan pergi dari sini tapi bukan karena kau menyuruhku demikian. Aku pergi karena aku memang akan pergi sejak tadi. Tapi aku akan kembali. Mungkin besok. Ya kan, Kate?” “Pergilah, Trav. Dan jangan lupa minta bibi Lou untuk mengobati luka mu.” Bibi Lou adalah asisten rumah tangga Travis yang sering ia ceritakan karena keahlian memasaknya. “Kau sangat mengkhawatirkanku, Kate? Manis sekali.” Aku memandang kepergian Travis dan mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan Xander. Aku berbalik hanya untuk mendapati matanya sekelam malam, dahinya berkerut tidak senang. Aku pikir bukan hanya tidak senang. Dia marah. Marah besar. Aku berjalan menghampirinya dengan rasa takut. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa setakut ini. “Xander.” Bisikku. Suaraku terdengar seperti cicitan seekor tikus. “Menurutmu, apa yang kau lakukan?” Aku benar-benar tidak mempunyai keberanian untuk memandangnya apalagi membalas pertanyaannya. “Apa kau berniat kabur dariku dan bersenang-senang dengan pria b******k tadi?” “Aku hanya pulang ke rumahku. Aku tidak berniat kabur darimu.” “Lalu kenapa kau pulang dengannya!” Dia membentakku. Ini pertama kalinya seorang lelaki membentakku. Aku ingin marah namun aku tahu jika aku balas membentaknya dia akan semakin marah. Aku menyentuh lengannya dan menatap matanya dengan sedikit ketakutan. Namun menurutku dia perlu diperlakukan dengan lembut jika sedang marah seperti ini. “Hei, maafkan aku. Aku kira kau dan Karl tidak akan menjemputku. Ayo masuk, aku lelah.” Aku tahu dia masih marah padaku namun dia mengikutiku masuk ke dalam rumah. “Bawa barang-barang yang kau butuhkan, kita kembali ke rumah.” ♥♥♥ Aku terbangun tengah malam karena merasa haus. Aku menoleh ke meja disamping tempat tidur. Tidak ada air disana. Aku berjalan ke pintu sambil membenarkan pakaian tidurku yang kurang pantas jika terlihat oleh para pengawal saat menuju dapur. Namun saat melewati kamar mandi, pintu itu tiba-tiba terbuka dan Xander keluar dengan hanya memakai handuk yang dililitkan di pinggangnya. Lidahku kelu dan terkesima pada d**a telanjang Xander yang terpampang didepan mukaku. Aku mengalihkan perhatianku dengan memutar kepala mencari jam dinding. Pukul 02 .00 malam. “Xander kenapa kau mandi pada jam 2 malam?” Dia hanya memandangku sambil menahan napas. Aku mengerutkan bibirku kesal karena dia sama sekali tidak menjawab pertanyaanku. Dan mulai berjalan melewatinya saat ia mencengkram pergelangan tangannya lembut. “Apa yang ..” Bibirnya membungkam semua perkataan yang belum terucap olehku. Tangannya melingkari pinggangku dengan erat, membuat bagian tubuhku yang tidak terlindungi baju dapat menyerap dingin dari tubuhnya yang basah. Dia menciumiku dengan rakus seolah aku adalah satu-satunya wanita yang ada di bumi. Lidahnya menyelinap masuk dan lidahku menjadi seliar lidah Xander dengan seketika. Dia menggendongku menuju tempat tidur tanpa berhenti menciumku dan mulai menciumi sepanjang leherku hingga tidak ada yang terlewati. Xander mulai melepas tali pakaian tidurku menuruni lengan, pakaian dalamku menyusul setelahnya hingga aku tidak mengenakan apapun. Mulutnya kembali menciumi leherku dan aku memalingkan leher ke samping untuk memberi akses yang lebih baik. Xander melepas lilitan handuknya setelah beberapa saat mendengarku mengerang pelan. Ia menahan tubuhnya dengan siku dan menunduk menatap wajahku. Aku mengulurkan tangan membelai wajahnya, melihat ke dalam matanya yang bertambah gelap, penuh hasrat, saat aku merasakan tangannya membelai turun dan mulai memasukiku perlahan. Aku baru saja akan menciumnya saat ia menarik tangannya dariku dan sebagai gantinya ia memposisikan diri masuk ke dalam diriku. Kami berdua sama sekali tidak sanggup bicara. Ia menarik diri hanya untuk memasukiku lagi. dan membenamkan wajahnya di leherku sementara memasukiku lagi dan lagi. Beberapa menit kemudian aku merasa tidak tahan lagi. Xander bergerak lebih cepat sambil menciumi leherku. “Lepaskan bersamaku, sayang.”  Ujarnya lirih saat merasakanku bergetar. Aku hanya ingin mengikuti apa yang dia perintahkan dan menyerahkan kebahagiaanku malam ini. Dia berguling ke samping dan memelukku erat setelah kami berdua mencapai puncak bersama. Berusaha menenangkan detak jantungku yang berdegup lebih kencang dan memejamkan mataku didalam pelukannya. Aku tidak pernah merasakan puncak sehebat ini dengan pria lain. Tenagaku seakan terkuras habis. “Kau milikku, seutuhnya.” Bisiknya. Aku membuka mataku dan melihatnya memjamkan mata dengan senyum dibibirnya.                        Yang benar saja. Hanya karena kita bercinta satu kali maka itu akan memberinya hak untuk memilikiku seutuhnya? Namun aku tidak sanggup mengeluarkan satu patah kata pun untuk membantah dan memilih mengikutinya memejamkan mata untuk tidur.   ♥♥♥                                                   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN