The Beginning
Malam semakin larut, namun aku tidak kunjung memejamkan mataku. Daritadi kegiatanku hanya menatap langit-langit kamar sesekali berpindah menatap dinding kamar yang berwarna putih bersih. Terdengar sayup lagu yang sengaja ku putar dari smartphoneku.
“Oh I.. try to be happy but it’s hard sometimes..” gumamku sembari mengikuti lirik lagu yang ku putar. Kenyataan yang kuhadapi tertuang sepenuhnya dalam lagu tersebut. Lagu yang dibawakan oleh seorang lelaki muda penulis lagu Inggris-Amerika yang berasal dari Sydney. Aku merasa kesusahan menjalani hidupku. Bagaimana tidak, seorang ibu yang bahkan bersenang-senang tanpa memedulikan anaknya dan seorang anak yang mati-matian berusaha menghadapi kenyataan.
Semakin malam semakin pula pikiranku berputar kesana kemari. Aku sudah berusia 23 tahun dan bahkan sudah lulus kuliah sejak 4 bulan lalu, tapi aku belum memiliki pekerjaan. Teman-temanku di luar sana sudah ada yang menikah, menikmati masa kelulusan dengan liburan ke luar kota, dan juga ada yang sedang sibuk menjadi karyawan baru di salah satu perusahaan di bidang kecantikan.
“huhh...” Hembusan nafas kasar selalu saja ku lakukan setiap kali aku merasa kesepian. Ku ambil smartphone yang sedari tadi tergeletak di kasur menemani kesepianku. Ku buka aplikasi media sosial kegemaranku yang bergambar burung biru.
“wah Chris bener-bener lo cowok impian gue banget” jeritku pelan sembari menggulir beranda di smartphoneku. Tanpa sadar aku duduk di tempat tidur dan menghentak-hetakkan kaki ku senang di kasur sambil tertawa riang. Aku tidak menyangka, Chris di usianya yang terbilang muda mampu menciptakan 100 buah lagu yang sangat diminati banyak orang.
“ya Tuhan gimana caranya ya biar bisa ketemu Chris” tanyaku pada diri sendiri sembari terus memandangi wajah tampan Chris dari layar smartphoneku. Lagi, omonganku sendiri menyadarkan ku akan kenyataan yang amat pahit ini. Aku pun kembali merebahkan tubuhku sambil tetap memainkan elektronik berukuran sedang berbentuk persegi panjang kesukaanku itu.
Tiba-tiba aku teringat bahwa setahun yang lalu aku pernah iseng membuat sebuah track. Ku buat track itu dari aplikasi pembuat musik di smartphoneku. Aku berusaha mengingat dimana track itu pernah ku simpan, ataukah sudah ku hapus.
Segera aku bangkit dari tidurku dan bergegas menuju meja kecil di sisi kiri tempat tidurku. Mejanya tidak terlalu besar tetapi cukup untuk menampung buku dan peralatan yang ku gunakan untuk kuliah dahulu. Ku ambil laptop yang terletak di sana.
“Masih ada gak sih di laptop, atau udah gue hapus ya aduh please deh mudah-mudahan ada” gumamku sembari menunggu layar laptop menunjukkan logo persegi berwarna biru.
Dengan cepat ku gulir mousepad laptopku. Menelusuri setiap file yang ada di penyimpanan. Aku melihat satu file berjudul Idea. Segera ku klik sambil berharap track tersebut masih tersimpan di sana.
“Thanks god!” pekikku lega sambil meletakkan tanganku di depan d**a tanda untuk menyuruh hati ku kembali tenang. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari, tapi mataku tidak sedikitpun merasakan kantuk.
“buat track lagi seru nih kayaknya”. langsung ku ambil smartphoneku dan mulai membuka aplikasi pembuat musik.
“gue pengen banget nyiptain lagu yang liriknya ekplisit deh, coba aja apa ya”. Lagi, aku berbicara dengan diriku sendiri. Satu jam berlalu namun belum terasa sedikitpun kantuk. Dua jam berlalu dan bahkan tiga jam sudah berlalu. Malam ini aku sudah berhasil menciptakan 3 buah track. Lalu ku putuskan untuk membereskan semua dan segera tidur karena sudah terdengar suara tetangga yang memulai kegiatannya.
.
Terik matahari sudah berada tepat di depan jendela apartemenku. Jendela yang hanya ditutupi gorden berkain agak tipis dengan warna pastel tepat di samping tempat tidurku mengirimkan sinar matahari masuk ke apartemen kecilku. Terasa hangat sinar matahari yang kian lama berubah menjadi panas di kulitku. Meskipun mataku masih terpejam tapi dengan jelas ku rasakan panas membakar wajah dan kulitku.
Dengan gerakan lambat aku mencari-cari keberadaan smartphone yang seingatku tadi malam ku letakkan di bawah bantal. Ku klik sekali untuk melihat notifikasi. Nihil. Hanya terlihat tanggal dan waktu yang menunjukkan pukul 14.30 serta wajah tampan Chris yang ku setel sebagai layar depan smartphoneku.
Perutku sudah bersuara menunjukkan ingin diisi oleh makanan. Aku pun bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Dengan wajah kusut aku menatap ke kaca tepat di atas wastafel di kamar mandiku. Ku ambil sikat gigi dan ku beri pasta rasa mint untuk kemudian ku masukkan ke mulut.
“gwila cwakep bangwet guwe” gumamku sambil tersenyum dengan mulut penuh busa dari sikat gigi. Kebiasaan bicara sendiri sudah ku mulai sejak aku kehilangan kebahagiaan. Aku terbiasa melakukan apapun sendiri, tidak ada orang lain yang bisa ku ajak berbicara sekedar bercanda ringan.
Selepas kegiatan bersih-bersih diri di waktu pagi. Ya, pukul 14.30 masih ku anggap waktu pagi karena kebiasaan begadang membuatku lupa waktu. Aku berjalan menuju dapur kecil yang terletak di sebelah kiri dari tempat tidurku. Aku memang tinggal di apartemen, tapi jelas bukan apartemen megah sekelas condominium. Apartemenku hanya seukuran studio yang kurang lebih jika diukur hanya sekitar 40 meter persegi.
Unitku terletak di lantai tiga gedung ini. Jadi butuh cukup energi untuk turun ke bawah sekedar membeli makanan. Ku putuskan untuk memasak omelet dan kentang rebus pagi ini. Selain karena sederhana dan mudah, juga karena persediaan makanan di apartemenku mulai habis.
.
Waktu berlalu begitu cepat. Ku lalui hari-hariku menunggu panggilan dari kantor tempatku melamar pekerjaan sejak kelulusanku. Biasanya semasa kuliah aku sering mendapat panggilan untuk merias atau membantu seseorang memadu padankan baju untuk peragaan busana. Entah kenapa belakangan setelah lulus aku jarang sekali menerima panggilan serupa.
Lagi, kesepian menghampiriku. Namun tiba-tiba saja muncul ide gila dari otakku, sekedar iseng sepertinya. Aku yang sedari tadi memainkan smartphone untuk sekedar menggulir beranda aplikasi media sosial burung biru, kini beralih ke aplikasi pencarian online.
“E-mail resmi agensi Source of Sound” gumamku pelan sembari mengetik di smartphone. Terdengar suara ketukan-ketukan kecil di layar smartphoneku. Dalam waktu cepat sudah tampak hasil dari pencarianku.
Iseng ku kirimkan beberapa track buatanku tadi malam ke e-mail tersebut. Oh ya, tadi malam aku juga menambahkan melodi dan lirik ke dalam salah satu track yang ku buat. Ku beri judul Why Don’t You Going Deeper dengan ritme sejenis R&B dan tentunya lirik yang sangat ekplisit. Ku tuliskan dengan jelas lirik-lirik yang sensual, lalu ku biarkan pendengar untuk mengartikannya menurut persepsi mereka. Alasanku membuat lirik seperti itu karena sebenarnya aku bukan orang yang pandai merangkai kata, jadi aku memutuskan membuat lagu dengan lirik yang gamblang.
.
.
.
***
Tiga bulan telah berlalu sejak ku kirimkan lagu buatanku ke e-mail resmi agensi tempat dimana Chris pria tampan berambut blonde kesukaanku bekerja. Masih belum ada jawaban. Dan sebenarnya aku tidak terlalu menaruh harapan akan balasan mereka, karena aku yakin lagu tersebut sangat sederhana dan tidak sesuai keinginan pihak agensi tentunya. Pemula sepertiku yang hanya membuat lagu kala bosan dan sepi menghampiri, mana mungkin diterima di agensi bergengsi di kota metropolitan ini.
Selama tiga bulan juga aku sudah bekerja sebagai kasir di salah satu swalayan dekat apartemenku. Lumayanlah penghasilanku untuk sekedar membeli makan. Hari itu aku bekerja shift pagi. Kalian tahu sendiri kan kalau di pagi hari tepat di hari Senin keadaan kota pasti sangat ramai. Benar saja, hari itu di swalayan tempatku bekerja sangat ramai. Banyak orang singgah sekedar membeli roti, minuman dingin, dan bahkan sebuah plester luka.
Keadaan toko yang ramai tidak mengizinkanku untuk mengecek smartphone. Sekedar pergi ke kamar kecil untuk melegakan perut saja aku tidak bisa, apalagi sekedar mengecek smartphone.
Jam sudah menunjukkan waktu makan siang untuk para pekerja. Aku dan salah satu teman bekerja ku di toko sepakat untuk bergantian istirahat agar tidak meninggalkan toko dalam keadaan terbuka tanpa diawasi. Aku mendapat giliran istirahat pertama. Kami bekerja hanya berdua di toko ini untuk shift pagi, jadi temanku mendapat giliran istirahat ke dua setelahku.
Aku menghabiskan waktu istirahat di warung makan sebelah swalayan. Aku biasa makan di sana karena ibu penjaga warungnya sangat baik dan juga makanan yang dijual sangat murah.
Saat makan, aku mencuri waktu untuk mengecek smartphoneku. Benar saja ada notifikasi dari aplikasi g-mail. Ku buka dengan tanpa heran, karena biasa aku mendapat e-mail spam sekedar menawarkan produk atau mengirimkan lowongan pekerjaan.
“Selamat pagi, Ravenna Arum. Kami dari tim rekrutmen agensi Source of Sound ingin memberitahukan kabar bahagia kepada saudari. Kami telah menerima dua buah track dan satu buah lagu dengan judul Why Don’t You Going Deeper dari saudari. Kami juga telah melihat dan mempertimbangkan untuk mengajak saudari Ravenna untuk bekerja sama. Kami sepakat untuk mengajak saudari Ravenna menjadi bagian dari tim produser di agensi. Mohon ketersediaannya untuk memberi balasan ke nomor 082xxxxxxxxxxx atas nama Tim Rekrutmen dan e-mail SOSagency@org.com “
Bukan kepalang terkejutnya aku melihat e-mail dari agensi bergengsi itu. Tanpa sadar aku memekikkan jeritan tidak percaya sehingga orang di sekelilingku memberi tatapan aneh. Aku segera menghubungi nomor yang tertera. Tapi kemudian aku berhenti melakukan hal itu. Aku tersadar bahwa semua ini tidak mungkin nyata.
Ting! Bunyi smartphoneku tanda ada pesan masuk
“Ra, lu masih lama lagi makannya? Gue laper banget ini cepetan dong gantian.” Pesan tersebut tampak pada layar smartphoneku. Segera aku menyelesaikan makananku dan bangkit untuk berjalan kembali ke toko.
“Eh, sorry banget ya gue lama. Tadi tuh rame banget deh tempatnya bu Ana. Yaudah cepetan lu geser biar gue gantian jaga.” kataku kepada teman bekerjaku sambil mengelus tangannya agar Ia mengurungkan niatnya untuk marah dan kesal kepadaku.
“Yaudah gue mau makan dulu, ya. Ntar lo jangan lupa masukin s**u yang di kardus itu ke pendingin ya, Ven.” Perintah temanku untuk segera menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.
“Oke oke sorry banget ya sekali lagi.”
“Santai aja, beb.” saut temanku dan mulai berjalan ke warung makan tempat aku makan tadi.
.
Sepulang dari bekerja, aku berniat untuk membersihkan diri di kamar mandi. Karena penat dan lelah aku memutuskan untuk berendam di bath up kamar mandiku. Apartemenku walaupun kecil namun fasilitasnya cukup modern dan bagus. Di kamar mandi saja ada shower dan bath up serta wastafel.
Aku menyiapkan air hangat dari shower untuk mengisi bath up. Tidak banyak peralatan berendam yang ku siapkan, hanya sabun dan musik sebagai teman. Dua puluh menit sudah aku berendam. Keadaan badan yang basah, sendirian, dan iringan musik yang tiba-tiba saja mengubah suasana menjadi sedih. Aku merasa sangat kesepian. Tidak ada teman, pacar atau keluarga. Semua terasa menyakitkan.
Air mata lolos dari mataku kala terdengar lirik sedih dari musik yang ku putar. Semakin lama semakin hati ini terasa sesak ingin mengeluarkan kesedihannya. Air mata yang tadinya hanya membasahi pipi kanan, kini telah mengucur deras dan aku bahkan tidak dapat membedakan mana air dari bath up dan mana air mataku. Semuanya bercampur. Tanganku yang basah ku usapkan ke wajah untuk menghapus air mataku.
Sesak. Sakit. Perih. “aaaaaaaarghhhh haaaaa aaaaa hiks....” jeritku sejadi-jadinya. Aku tidak sanggup menahannya. Ku keluarkan semua rasa kesepian dan jenuh melalui tangisan. Kalian pasti pernah menangis tanpa sebab, kan? Seperti itulah yang aku rasakan saat ini. Aku paham ini yang dinamakan hidup, perasaan seperti ini tidak jarang terjadi tanpa sebab. Entah sekedar kesepian atau memang benar-benar memasuki masa jenuh.
“I don’t have a romantic life”
“And everyone’s dying, so i keep on trying to make em proud before they are gone”
“But can’t someone help me? Oh please someone help me”
“I don’t care anyone, anything”
“Sause I’m so sick of being so lonely”
Lagu itu persis menyatakan keadaanku saat ini. Sebuah lagu berjudul Lonely baru saja terputar melalui playlist di aplikasi pemutar musik di smartphoneku. Lagu yang dinyanyikan oleh seorang perempuan muda yang memiliki nama keluarga Cyruz itu berhasil membuatku semakin merasa kesepian. Namun, dengan adanya lagu itu memberiku kekuatan dan menyadarkanku bahwa aku tidak benar-benar sendiri menghadapi kesepian ini.
Setelah satu jam berlalu aku berendam sambil menangisi jalan hidupku, akupun bergegas untuk menyelesaikan dramaku malam ini. Badanku sudah terasa kaku, kulit di jari-jariku bahkan sudah menunjukkan keriput karena terlalu lama berada di air. Akupun bangkit dan mengambil handuk di dekat wastafel. Ku keringkan tubuhku di kamar mandi untuk kemudian ku pakai baju tidur yang lebih terkesan seperti kaus dan celana yang terbuat dari bahan yang nyaman untuk tidur.
Malam semakin larut dan aku telah menyelesaikan kegiatan berendamku dengan penuh drama sedih. Ku rebahkan diriku di atas tempat tidur, ku susun bantal untuk menyangga kepalaku yang berat dikarenakan sesi menangis tadi. Sebelum terlelap aku melihat smartphoneku. Teringat bahwa aku belum sempat memberi balasan pada e-mail yang dikirim dari agensi Source of Sound.
Ku buka mesin pencari online di smartphoneku, hanya untuk memastikan bahwa e-mail yang ku dapat bukanlah sebuah penipuan. Dan yang ku dapat ternyata benar, e-mail itu menyampaikan kabar bahagia untuk aku di hari ini. Ku tutup smartphoneku dan ku rencanakan untuk membalas e-mail itu esok hari.
“You did great, Ra!” kataku sambil mengelus pucuk kepalaku sendiri tanda memberi semangat sebagai penutup hari.
Keesokannya aku bangun lebih awal. Aku masih mendapat shift pagi hari ini, jadi aku segera bangkit dari tidurku untuk bersih-bersih dan membuat sarapan. Setelah menyiapkan sarapan, ku lirik jam dinding di atas tempat tidurku menunjukkan pukul 07.30. waktu bekerjaku dimulai dari pukul 09.00 pada shift pagi.
Aku langsung melihat untuk ke sekian kalinya e-mail yang ku dapat dari kemarin. Ku coba hubungi nomor yang tertera untuk memastikan kelanjutannya.
“Selamat pagi. Saya Ravenna Arum pemilik alamat e-mail Ravennar@sss,com. Saya ingin memastikan perihal balasan dari e-mail resmi agensi Source of Sound. Pada e-mail balasan tersebut saya diminta untuk menghubungi kontak ini. Mohon ketersediannya untuk memberi kabar lanjutan mengenai kesepakatan yang dijelaskan melalui e-mail resmi agensi. Terima kasih. Selamat beraktivitas” pesan itu langsung ku kirimkan ke nomor yang tertera.
Tidak butuh waktu lama aku langsung mendapat balasan. Pada pesan, Ia memperkenalkan dirinya sebagai salah satu tim rekrutmen, Ia juga menanyakan kebersediaan untuk datang ke kantor agensi besok pada pagi hari.
Hari ini aku bekerja lebih bersemangat dari hari biasa. Bagaimana tidak, kabar bahagia yang ku dapat kemarin benar merupakan kabar paling bahagia yang pernah ada. Segera ku selesaikan semua pekerjaanku. Dan aku mencoba menghubungi atasan ku untuk meminta izin libur sehari. Aku butuh libur karena besok aku harus datang ke kantor agensi untuk menghadiri undangan dari tim rekrutmen.
“Buset dah cerah banget tu muka.” ledek teman kerjaku. Kami sedang menyusun persediaan barang yang baru saja tiba di toko.
“haha masa sih” jawabku singkat sambil menunjukkan senyum malu.
“Napa, lu? Perasaan tanggal gajian masih jauh deh, Ven.”
“Enggak, gak ada apa-apa. Cuma pengen senyum-senyum aja.” Sekali lagi aku tersenyum malu seperti orang yang salah tingkah.
.
“Ra, gue duluan ya. Lu hati-hati pulangnya.” Kata temanku ketika kami berpisah di depan toko untuk pulang ke rumah masing-masing.
“Ya. Lu juga hati-hati, ya.” Jawabku sembari melambaikan tangan kepadanya.
Ku langkahkan kaki ku dengan riang di perjalanan pulang. Kebetulan apartemenku hanya berjarak 2 km dari swalayan tempatku bekerja. Hari ini cuacanya sangat segar, meskipun matahari sudah bersiap untuk kembali bersembunyi. Dari pagi cuaca terasa seperti akan turun hujan, namun matahari masih setia menemani awan sehingga hujan tidak berani mengganggu. Cuaca seperti ini merupakan cuaca kesukaanku.
.
.
.
Hari ini aku memilih untuk mengenakan pakaian berwarna merah muda tanpa motif. Aku memilih sebuah kemeja dengan ukuran kerah seperti bentuk huruf V. Aku juga memakai kalung kesukaanku dengan bandul bulan sabit berwarna perak. Tampak sangat indah tulang selangkaku dihiasi kalung dan juga kemeja yang kukenakan. Midi skirt yang ku kenakan juga menambah kecantikanku hari ini, dipadukan juga dengan sepatu heels bertapak kotak berwarna putih dengan sedikit sentuhan floral.
Jarak agensi dengan apartemenku cukup jauh, kurang lebih 10 km dengan waktu tempuh 40-50 menit menggunakan ojek online. Karena aku tidak memiliki transportasi pribadi, jadi aku lebih sering menggunakan ojek online dan angkutan umum.
Sesampainya di agensi, aku langsung menuju ke pintu masuk. Terpampang jelas logo indah dari agensi itu. Logonya menyerupai huruf S namun ditambah aksen modern dan ditambah hiasan berupa microphone serta senar gitar. Sejak di pintu masuk aku sudah ternganga melihat desain dari bangunan ini. Merasa takjub hingga seseorang berbicara kepadaku.
“Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu?.” Tanya seorang resepsionis.
“o-oh em s-saya,,, ehmm” aku gugup sekali hingga berbicarapun seperti tidak mampu.
Aku berdehem sebelum menjawab. “Saya Ravenna, mbak. Saya mau bertemu dengan tim rekrutmen agensi. Saya sudah membuat janji melalui pesan, Mbak.”
“Baik, tunggu sebentar ya.” Resepsionis itu menjawab sembari menghubungi seseorang melalui sebuah telefon wireless.
“Mbak bisa tunggu di sofa tunggu itu ya, Mbak.” Resepsionis itu berkata lagi sambil menunjuk ke ruang tunggu yang diisi oleh sofa yang tampak sangat nyaman berwarna biru langit. “Saya sudah menghubungi tim rekrutmen dan akan segera menghampiri ke ruang tunggu ya, Mbak.” Tambahnya lagi.
“aah iya mbak makasi, ya.” Ucapku kemudian berjalan ke tempat yang ditunjukkan.
Dua menit berlalu. Aku mengotak-atik smartphoneku sambil sesekali melihat-lihat orang yang lalu lalang di gedung mewah ini. Gedungnya minimalis namun tetap memberi kesan megah dan modern. Dari luar gedung hingga di tempat aku berada yang dapat ku temukan banyak logo berbentuk huruf S besar dihiasi senar gitar. Gedung ini juga identik dengan warna biru, ada biru langit, biru elektrik, biru dongker, hingga biru tua.
“Halo, selamat pagi. Maaf sudah buat anda menunggu lama, ya” Kata seseorang yang berdiri di sebelah tempatku duduk.
“o-oh iya. Ah tidak apa-apa, Pak. Belum lama juga, kok.” Kataku sambil bangkit dari duduk berusaha mensejajarkan diri dengan lelaki itu.
Kemudian dia menunjukkan jalan untuk menuju suatu ruangan ke dalam gedung ini. Aku mengikutinya dari belakang dengan kikuk. Sebelumnya, lelaki itu memperkenalkan dirinya sebagai perwakilan tim rekrutmen yang akan memberi beberapa penjelasan kepadaku mengenai kejelasan kerja sama ini.
“Silahkan duduk, Ravenna” Katanya sembari menggeser kursi berwarna hitam itu kepadaku.
Aku pun duduk sambil memerhatikan sekitar ruangan. Ruangannya sangat nyaman. Terdapat enam buah kursi di sana dan sebuah meja berbentuk persegi di tengah ruangan. Ruangannya berukuran sedang, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Sepertinya ruangan ini tempat rapat untuk beberapa orang saja.
Setelah mempersilahkan aku untuk duduk, lelaki itu memberi sebotol minuman dingin ke meja tepat di depanku. Ia mempersilahkan aku untuk minum sembari menunggu CEO agensi ini.
Krieettt…
Pintu ruangan ini terbuka menandakan ada seseorang akan masuk dan bergabung dengan kami. Benar saja, seorang pria berumur masuk dan langsung memberi senyum ramah kepadaku. Aku pun menyambutnya dengan sedikit membungkukkan badan sambil tersenyum.
“Selamat pagi, Ravenna. Senang bertemu denganmu.” Sapa pria berumur itu sambil memamerkan senyum ramahnya. Wajahnya terlihat penuh wibawa dan tampak sangat ramah.
“Selamat pagi, Pak. Sebuah kehormatan bisa bertemu dnegan Bapak.” Sahutku sambil sekali lagi menundukkan kepala tanda menghormati pria tersebut.
Pria itu ialah Adrian Tama. Seorang produser utama sekaligus CEO dari agensi yang sangat dikenali di tanah air. Ia memulai karirnya sudah cukup lama. Menjadi produser musik sekaligus pemimpin agensi membuatnya tampak snagat berwibawa dan juga elegan. Ia juga merupakan seorang produser film dan direktur di salah satu stasiun televisi.
Tidak pernah terbayang olehku, seorang perempuan muda yang penuh ketidakberuntungan ini dapat bertemu dengan seorang yang sangat terkenal seperti pak Adrian. Entah berapa kali aku bersyukur dan mengucapkan terima kasih pada Tuhan karena adanya kesempatan ini. Dapat bertemu saja sudah sangat membuatku bahagia, ditambah mampu bekerja sama dan menjadi bagian dari agensi yang paling dikenal di industri hiburan tanah air.