Hari-hari silih berganti dan terus berganti. Kini tiba saatnya aku ingin berjumpa dengan Azam, karena Ia telah berpindah tempat menjaga promosinya.
Aku ingin berkunjung dan entah mengapa, aku juga ingin curhat dengannya. Aku telah mengirimkan pesan kepadanya bahwa malam ini aku bersama dengan Juan ingin menemuinya.
Azam pun merespon dengan baik. Ia mengatakan bahwa silahkan saja kalau mau datang mah Ran.
Kebetulan Azam sedang bersama dengan abangnya. Ia meminta ketemuannya di salah satu Restoran yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Aku bersama dengan Juan menuju ke restoran tersebut menggunakan taxy. Karena tempat tinggalnya ini lumayan jauh dari kosanku.
*
*
***************************
Kini aku dan Juan telah berada di depan restoran sesuai dengan alamat yang telah dikirimkan oleh Azam ke hapenya Juan.
Azam sedang duduk bersandingan sambil merokok bersama dengan abang-abangannya yang tampan dan juga kalem.
Aku dan Juan segera menghampirinya lalu duduk berhadapan dengan mereka berdua.
"Kenalin Ran, Ini abang gw namanya Dimas?"
"Randy." Aku berkenalan dengan abangnya.
"Juan." Juan berkenalan dengan Dimas dan juga Azam.
"Azam." Ia berkenalan dengan Juan.
Juan terlihat sangat pendiam berhadapan dengan Azam seperti malu.
"Sorry ya, gw minta ketemuannya disini? Soalnya abang gw yang ini nih Ran? Maunya ketemuan disini. Biarin saja Ran, biar nanti dia yang bayarin makanannya kita disini." Canda Azam ke Abangnya.
"Apa sih Dek." Ucap Dimas kepada Azam.
"Iya, tidak apa-apa kak." Ucapku ke Azam.
"Muka lo kayak gak asing deh Juan. Kayak yang pernah ketemu dimana gitu." Ucap Azam.
"Dim, lo inget gak kita pernah ketemu Juan dimana?" Ucap Azam.
Dimas duduk sambil memainkan ponselnya dengan kedua tangannya yang lumayan atletis di taruh di atas meja.
"Di Rumah Sakit Dek." Ucap Dimas.
"Nah, iya bener di Rumah Sakit tuh gw pernah liat lo? Lo salah satu aktifis kan Juan?" Tanya Azam kepada Juan.
"Betul kak. Aku aktifis." Ucap Juan terlihat gugup dan malu.
"Bagus donk. Nanti kita berdua kalo mau periksa kesehatan lewat kamu saja ya Juan?"
"Boleh kak." Ucap Juan.
Aku tidak mengerti tentang perbincangan mereka. Yang aku tahu pekerjaan Juan hanya mencari orang agar orang tersebut mau memeriksakan dirinya ke Rumah Sakit saja.
"Pacar lo juga temannya si Dimas. Irfan kan namanya?" Ucap Azam kepada Juan.
Juan diam tanpa kata, mungkin merasa malu kepadaku karena merahasiakannya dariku.
Azam pun berkata seperti itu, mungkin dikiranya aku juga mengetahui kalau Juan dan Irfan ini berhubungan.
"Bener kan Dim, Irfan itu temen lo waktu di kantor lama?" Tanya Azam kepada abangnya.
"Iya Dedek." Ucap Dimas kepada Azam.
"Lo juga tau kan Ran, Juan juga sama kayak gw?" Ucap Azam yang melihat aku mendadak kaku dan terdiam.
Aku menggelengkan kepalaku.
Aku berada di situasi yang bersalah. Ingin menjawab takut menyinggung perasaannya Juan. Ya, meskipun aku pernah melihat mereka berdua sedang bermesraan.
"Oh gitu. Ya, sudahlah. Sorry ya Juan? Kalo emang gw asal jeplak. Kirain gw, Randy mengetahuinya." Ucap Azam.
"Iya tidak apa-apa kak." Ucap Juan.
"Panggil gw nama ajalah Ju. Jangan panggil gw kakak. Kalo ke abang gw ini? Terserah lo deh mau panggil dia Abang atau Om-om juga." Ucap Azam sambil bercanda dan menepuk pundak abangnya.
"Ya sudah kita makan dulu Ran, Ju."
*
*
*Jeda makan hingga selesai******
"Maaf ya Ran, kalau selama ini aku selalu menutupi ke kamu? Aku sama bang Irfan memang memiliki hubungan yang lebih dari sebatas kakak dan adik." Ucap Juan.
"Iya tidak apa-apa Ju. Memang terkadang cinta di luar logika. Saya pun sebenarnya sudah mengetahuinya koq Ju. Tempo hari yang lalu, tidak sengaja saya melihat kalian berdua sedang bermesraan. Tapi saya fikir, mungkin terkadang hati tidak dapat untuk menutupi." Ucapku.
"Cieee,, baru jujur-jujuran nih?" Ucap Azam.
"Dek." Ucap Dimas kepada Azam.
"Gw seneng nih, kalau kalian sudah jujur. Terlebih dengan Randy ini, katanya kalian berdua ini sahabatan kan?" Tanya Azam.
"Iya kak, saya sahabatan dengan Juan." Ucapku.
"Memang terkadang tidak semuanya kita ketahui tentang hobi dan isi hati kita masing-masing. Akan tetapi, kalian berdua ini sahabatan dan juga tinggal di rumah yang satu atap. Meskipun Juan tidak berkata jujur, seiring dengan berjalannya waktu Randy akan mengetahui siapa lo yang sebenarnya Ju." Ucap Azam.
"Sama hal-nya waktu pertama kalinya Randy ingin berteman dengan gw. Gw pun sempat ingin menutupi. Tapi prinsip gw, gw harus terbuka. Terlebih dengan Randy yang masih sekota dengan gw. Gw terbuka ke Rendy di hari itu, tujuannya untuk menentukan dirinya sendiri. Apakah masih mau berteman dengan gw atau tidak?" Ucap Azam
"Ya, alhamdulillah sih selagi gw terbuka sama temen-temen gw. Mereka bisa mengerti." Sambung ucapan Azam.
"Siapapun yang berteman dengan gw, maka dia adalah saudara gw." Ucap Azam kembali.
"Oh, iya kalo boleh tau Juan ini asalnya dari mana?"
"Aku asalnya dari Jateng kak. Hanya saja dulu waktu sekolah SMA, aku tinggal di Jawa Barat. Dan untuk sekarang ini, semua keluargaku ada di Kota ini. Akan tetapi aku lebih memilih untuk ngekos." Ucap Juan yang mulai terbuka kepada Azam.
"Jadi, kalian ini kenalnya sudah lumayan lama ya? Sewaktu di SMA?" Tanya Azam.
"Betul kak. Kita teman satu kelas waktu SMA." Ucapku.
"Oh, iya kak mengenai kita berdua kemari ini tadinya saya ingin curhat. Akan tetapi mungkin lain kali saja kak." Ucapku kembali.
"Boleh. Nanti datang saja ke Apartemen gw ya Ran? Bukan Apartemen gw juga sih. Tapi Apartemennya Dimas. Gw cuma numpang doang disitu Ran. Ya Dim?" Ucap Azam kepadaku dan juga kepada Dimas.
"Apa'an sih Dek, itu kan kamar kamu juga." Ucap Dimas.
"Iya kak, nanti saya akan bermain ke Apartemen kakak."
"Siap, gw tunggu Ran."
"Kalau begitu, saya dan Juan pulang duluan ya kak?" Pamitku.
"Dim, anterin ya?" Pinta Azam ke Dimas.
"Boleh." Ucap Dimas.
"Jangan-jangan kak. Ini saja kita berdua sudah merepotkan kalian berdua. Masa Iya sudah di traktir makan, terus di anterin pulang juga." Ucapku.
"Santai saja Ran. Selagi bensin mobilnya Dimas masih ada, kita anterin lo berdua. Sekalian gw mau liat tempat tinggal kalian berdua." Ucap Azam.
"Kita anterin saja ya Ran?" Ucap Azam kembali.
"Boleh Kak, kalau memang tidak merepotkan."
Lantas Azam dan Dimas mengantarkan aku dan Juan ke kosan. Kini kita berdua telah sampai di depan kosan.
"Makasih ya Kak, bang?" Ucapku kepada Azam dan Dimas.
"Sama-sama." Ucap mereka berdua.
"Nanti calling aja ya Ran? Kalau mau datang?"
"Siap kak."
"Daaaah.." Azam dan abangnya telah pergi.