✉ 15 || Titania Raya

1039 Kata
Aku sudah mendapatkan bukti perundungan yang dilakukan oleh siswi-siswi dengan dandanan mirip cabe-cabean itu. Sekarang aku harus menyerahkan bukti itu pada guru BK. Biar mereka mendapat konseling atau bahkan skorsing. Aku mengirimkan video dan foto yang tadi kudapatkan ke email sekolah. Biar mereka cepat menindak lanjuti sementara aku tidak perlu bersaksi karena korban di video itu bukan aku melainkan Melodi. Aku berjalan kembali ke kelas. Sekarang sedang tidak ada guru yang mengajar. Memang seminggu awal masuk sekolah, guru-guru sedang sibuk-sibuknya mempersiapkan bahan ajar. Mereka sibuk rapat dan seminar. Baru setelah satu minggu berlalu, kegiatan belajar mengajar akan mulai kondusif. Aku duduk di bangkuku. Berhubung sekarang semua siswa menatapku dengan tatapan aneh, aku memilih fokus saja pada ponselku. Aku tiba-tiba penasaran pada Kak Langit. Kutahu cowok itu tidak melanjutkan kuliah dan lebih memilih fokus pada kelanjutan bisnis keluarganya. Benarkah dia masih jomblo? Padahal Kak Langit lumayan ganteng. Wajahnya blasteran bule. Ah, mungkin karena sikapnya yang membuat orang tidak nyaman. Tapi sepertinya yang tidak nyaman dengan sikap Kak Langit hanyalah diriku. Buktinya Riga dan Vienna cepat akrab dengan Kak Langit. Sebenarnya aku tidak punya masalah apa-apa dengan Kak Langit. Tapi ya gitu deh. Aku lalu teringat kalau Kak Langit akan membantuku memancing respon Kak Agas. Belum apa-apa aku sudah merasa pesimis. Mau berpura-pura terlihat dekat? Sepertinya akan sulit. Ponselku berdering lirih. Tapi itu sudah cukup membuatku tersadar dari lamunanku. Aku membaca nama yang tertera di layar. Lagi-lagi Kak Agas. Aku bingung harus menerima atau menolak panggilannya. Namun belum sempat aku membuat keputusan, nada dering telah mati. Kini ada notifikasi pesan yang rupanya juga berasal dari Kak Agas. Aku mengeceknya. From : Kak Agas Kelas lo kosong, kan? Gue tunggu di kolam. Aku menghela napas. Haruskah aku memenuhi permintaan Kak Agas? Tapi mau apa dia menyuruhku ke sana? Ah, dia pasti berusaha meyakinkanku dan membujukku. Bukan begitu? Baiklah, mari kucoba untuk menemuinya dulu. Aku kembali keluar dari kelas. Toh di kelas juga aku hanya dijadikan bahan rumpian. Aku melenggang ke arah kolam renang indoor. Lokasinya agak jauh dari gedung kelas. Aku menuruni tangga. Baru berbelok, aku berpapasan dengan Melodi. Cewek itu menunduk dalam-dalam hingga tidak menyadari keberadaanku. Aku juga tidak berniat menyapanya. Di lantai satu, aku melihat Riga baru akan masuk kelas. Sepertinya cowok itu sungguhan menolong Melodi. Aku tidak mau memikirkan hal itu lebih jauh. Aku mempercepat langkahku agar segera sampai di kolam renang. Butuh waktu hingga lima menit untuk mencapai bagian kolam renang indoor. Sesampainya di sana, aku segera memasuki gedung. Aku bisa melihat Kak Agas berdiri di tepian kolam. "Kak," sapaku hingga membuat Kak Agas menoleh. "Kenapa tadi langsung matiin telepon?" tanyanya dengan suara berat yang khas. Aku berdeham, "Cuma ngasih waktu buat Kak Agas mikirin jawabannya." Kak Agas berjalan menghampiriku. Ia menahan kedua sisi bahuku dengan tangannya. Matanya menatap lurus ke mataku dengan sorot ketegasan. Ia lalu berujar, "Kalau lo nggak bisa nerima soal keputusan gue buat merahasiakan hubungan kita, lebih baik kita udahan aja." Aku tercekat. Semudah ini hubungan kami berakhir? Aku bahkan belum memanas-manasinya dengan cara pura-pura dekat dengan Kak Langit. "Gimana?" tanyanya meminta responku. Aku masih tidak tahu harus menjawab apa. Mungkin seharusnya aku menerima syaratnya agar hubungan kami tetap baik-baik saja. Tapi nyatanya yang keluar dari mulutku adalah sebaliknya. "Okay, kalau itu keputusan Kak Agas. Kita udahan," balasku dengan yakin. Aku jelas gengsi kalau harus memohon padanya. Kak Agas kelihatan tersenyum getir. Aku harap ekspresinya itu menyiratkan bahwa dia menyesal karena menawarkan putus hubungan denganku. Kedua tangan Kak Agas yang masih menahan bahuku justru menarikku agar mendekat. Ia menarikku ke dalam pelukannya yang hangat dan nyaman. "Kita mulainya baik-baik. Jadi setelah ini nggak ada alasan buat kita saling membenci," gumam Kak Agas di samping telingaku. Mataku mulai panas. s**l, aku tidak boleh menangis sekarang. Aku melepaskan pelukan Kak Agas sambil mengulas senyum singkat. Tapi aku lalu teringat sesuatu. Aku tidak mau berlarut-larut dalam sesi menyedihkan ini. Jadi lebih baik kualihkan saja pembicaraan kami. "Kak, ada yang mau gue tanyain," ucapku serius. Kak Agas mengangguk, mempersilakanku bertanya. "Kemarin sore di ruang ganti putra apa ada orang lain selain Kak Agas?" Aku bertanya serius dan berharap ada jawaban yang memuaskan dari Kak Agas. Kak Agas berpikir sejenak, lalu menggeleng. "Gue nggak ketemu siapa-siapa." Sial! Lalu di mana sebenarnya orang ini bersembunyi? Aku kembali mengulas senyum singkat. Aku lalu pamit kembali ke kelas. Saat aku memutar badan, Kak Agas menahan lenganku. Ia kembali bicara, "Ray, kalau suatu saat nanti gue ajak lo balikan, lo masih mau mempertimbangkan?" "Tergantung kalau gue belum ada cowok baru," jawabku sambil melepaskan genggaman tangannya pada lenganku. Aku lalu berjalan keluar dari indoor ini. Aku tidak boleh jadi melankolis. Cukup sudah! Hubunganku dengan Kak Agas sudah kandas. Jadi aku harus fokus dengan apa yang aku lakukan ke depannya dan tidak lagi memikirkan yang telah berlalu. Aku menghentikan jalanku saat menyadari sesuatu. Kenapa aku tidak fokus pada misiku dan mulai mencari tahu siapa dalang di balik tersebarnya video itu? Aku menoleh ke indoor. Sepertinya aku kudu mencari tahu sesuatu di sana. Ya, benar. Aku akan menunggu sampai Kak Agas keluar dari sana dan aku akan kembali ke sana untuk menggeledah ruang ganti. Baik ruang ganti putri maupun ruang ganti putra. Aku melihat Kak Agas keluar dari sana. Aku segera bersembunyi agar Kak Agas tidak melihat keberadaanku. Setelah Kak Agas menjauh dari sana, aku berlari memasuki area kolam renang indoor. Aku segera menuju ke bagian ruang ganti. Dari sini, aku mencoba mencocokkan sudut pengambilan video itu. Sepertinya video itu benar diambil dari sini. Pertama-tama, aku harus mengecek ruang ganti putra karena aku yakin kalau kemarin tidak ada siapa-siapa di ruang ganti putri. Aku mengendap-endap masuk ke sana. Semoga saja tidak ada cowok yang tengah berganti pakaian. Ini kan masih jam pelajaran, jadi jarang ada yang datang ke sini. Aku mengecek ke setiap bilik ganti. Kalau kata Kak Agas kemarin sore tidak ada orang di sini, berarti orang ini mungkin berhasil sembunyi dengan baik. Entah kenapa memang sedari awal aku berpikir pelakunya cowok. Karena kalau cewek, rasanya itu tidak mungkin. Cewek kurang kerjaan mana yang hobi merekam adegan ciuman sepasang kekasih? Ini pasti ulah cowok m***m! Baru saja akan mengecek ke bagian deretan loker, aku justru mendengar suara cowok bercakap-cakap. Suara itu terdengar makin jelas. Bahaya, sepertinya mereka menuju kemari. Kalau gitu aku harus sembunyi. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN