Setelah melihat Kak Langit dan Riga keluar dari indoor melalui pintu samping, aku menghampiri pelatihku. Kami bicara sebentar soal rencana turnamen besok. Tentunya, aku tidak mau ikut serta.
Tapi pelatih itu tidak pernah memaksa, dia memang sekadar menawarkan. Setelah kuberi alasan yang jelas kenapa aku tidak mau ikut turnamen, pelatihku itu mengangguk paham.
"Jadi tahun ini yang mewakili Agas dan Arisa. Meski begitu, saya minta kamu tetap ikut rutin berlatih. Saya ingin mencalonkan kamu menjadi kapten club ini menggantikan Agas." Pelatihku membeberkan rencananya.
Aku hanya mengangguk singkat. Aku tidak sungguhan ingin menjadi kapten club ini. Aku sudah merasa cukup dengan menjadi pengurus Raja dan Ratu Sekolah.
Aku pamit undur diri dari perbincangan ini. Aku berjalan keluar indoor lewat pintu samping. Kulihat Kak Langit masih berdiri di sana. Mungkin kah dia tengah menungguku?
Rupanya benar kalau Kak Langit tengah menungguku. Ia langsung menghadangku saat aku melangkah keluar dari indoor.
"Kenapa Kak?" tanyaku.
"Gue mau ngomong sama lo. Berdua aja," jawabnya.
Aku menyipitkan mata agak curiga dan was-was dengan arah pembicaraan kami ini.
Kak Langit lalu menjelaskan, "Gini ya. Gue kan bakalan bantuin lo buat ngecek respon Kak Agas dan lo bakalan nemenin gue akhir pekan besok. Jadi gue minta, lo jangan kaku-kaku banget deh ke gue. Gue orangnya santai kok."
Aku heran. Bahkan alisku naik sebelah. Ah, lebih baik kubeberkan saja soal hubunganku dengan Kak Agas, "Gue udah putus sama Kak Agas. Jadi kayanya nggak perlu lagi kita jalanin rencana pura-pura deket biar bikin Kak Agas panas. Mending kita fokus mecahin masalah video ini."
Kak Langit kelihatan kaget. Barangkali dia tidak menyangka kalau perkembangan hubunganku dengan Kak Agas sangat cepat dan pesat menuju kehancuran.
"Oh, gue baru tau," gumamnya tidak jalas. Sepertinya karena ia masih bingung.
Aku mengangguk, "Berarti kita nggak usah pura-pura pacaran, kan? Gue permisi."
"Tunggu!" cegah Kak Langit. Suaranya kedengaran berat dan penuh penekanan.
Aku menoleh dengan tampang heran. Apa lagi yang ingin dia bicarakan?
"Kalau gitu, kita pacaran beneran gimana?" tanya Kak Langit.
Wajahnya yang datar-datar saja tanpa kesan malu-malu atau kesan memohon membuatku berpikir keras. Aku lantas membalas dengan santai, "Kayanya Kak Langit nggak serius. Jadi gue anggap, gue nggak pernah denger tawaran lo itu."
Aku buru-buru hengkang dari sana. Khawatir kalau lama-lama aku bisa jadi sinting mendengar tawaran-tawaran Kak Langit.
Aku berjalan gegas dan tergesa-gesa memasuki kelas. Tapi meski aku mencoba mengalihkan pikiranku dari pertanyaan Kak Langit, ujung-ujungnya aku akan kembali kepikiran.
Aku memasuki kelas dan duduk di bangkuku. Melodi ada di sana dan sedang menelungkupkan wajah ke lipatan tangan. Sepertinya kelasku akan jam kosong lagi.
Aku diam dan kembali kepikiran. Serius deh, ada apa sih denganku? Hanya ajakan pacaran tidak serius, tapi otakku memutar kejadian itu terus. Ah, ini pasti gara-gara aku habis putus.
Kemudian sebuah pikiran gila merasuki otakku. Bagaimana kalau aku menerima ajakan Kak Langit dan membuat Kak Agas menyesal telah mengambil keputusan melepaskanku? Tapi itu artinya aku hanya menjadikan Kak Langit bantu lompatan? Bukankah kedengarannya terlalu jahat?
"Raya," panggil Melodi lirih. Ia mengangkat kepalanya yang semula ia letakkan di lipatan tangannya.
"Ya?" balasku tak acuh. Aku mulai menyibukkan diri corat-coret di buku catatanku.
Melodi menegakkan tubuhnya dan berucap, "Lo juga di-bully kan pada akhirnya. Gimana lo ngatasin semua ini?"
"Gue nggak akan tinggal diam kalau mereka berani nyakitin gue," ujarku tegas dengan mata tetap terfokus pada lembaran buku catatan.
"Tapi tadi pagi lo juga nggak ngelawan pas dibentak dan ditampar," ucap Melodi lagi.
Aku mendengkus, "Gue bales pakai cara lain. Tunggu aja, mereka akan segera dapet balasan."
Aku menyudahi pembicaraanku dengan Melodi. Aku menutup buku catatanku, menggunakan earphone, dan memutar lagu. Aku melipat kedua tanganku di meja lalu menelungkupkan wajahku ke sana.
oOo
Sepulang sekolah, aku pergi ke markas. Barusan Riga bilang dia punya rencana. Bukannya meremehkan, tapi aku tidak yakin dia bisa membuat rencana yang oke.
Tapi aku tetap menuruti permintaannya. Sekarang, aku sudah duduk tenang di meja kerjaku di markas pengurus Raja dan Ratu Sekolah.
Ngomong-ngomong, ada Kak Langit juga di markas ini. Aku semakin tidak berani menoleh ke kanan dan ke kiri. Mataku hanya tertuju pada laptop yang sedang menampilkan video Melodi dan Iko, pacarnya.
Setelah menonton video itu, aku merasa agak heran. Ada yang salah di sini. Kenapa aku berpikir begitu? Karena menurutku ini diambil dari bagian yang juga terdiri dari loker-loker. Lalu di mana orang ini bersembunyi? Tidak mungkin kan ia bersembunyi di loker itu?
Kalau pun orang itu bisa bersembunyi di dalam loker, pasti tubuhnya sangat ramping. Entah tinggi kurus atau justru pendek kurus.
Aku mengangkat wajah saat melihat Riga dan Vienna berjalan memasuki markas. Mereka meletakkan tas dan menghampiriku.
"Ayo, Ray," ajak Riga. Aku agak kesal kalau mendengar Riga memanggilku tanpa embel-embel "Kak". Padahal sudah jelas kalau aku lebih tua dan lebih berkuasa dari dia.
Tapi aku tidak punya waktu untuk mempersoalkan hal itu. Aku memilih mematikan laptop. Setelah membenahi sedikit kekacauan di meja kerjaku, aku bangkit berdiri.
Aku, Riga, dan Vienna berjalan keluar. Tapi langkah kami terinterupsi oleh panggilan Kak Langit. Kami berhenti dan menatap Kak Langit.
"Gue ikut," ucapnya membuatku mendengkus lirih. Sementara Riga dan Vienna justru mengangguk antusias.
Aku tidak mau memperkeruh suasana dan rencana kami tidak jadi terlaksana. Makanya aku berusaha tidak mempedulikan keberadaan Langit. Aku lanjut berjalan ke luar markas.
Kami berempat langsung menuju ke club taekwondo. Sesuai informasi dari Melodi, Iko adalah kapten club taekwondo. Adegan ciuman kedua orang itu diambil di ruang ganti club taekwondo.
Sesampainya di ruang club itu, kami segera menerobos masuk. Tidak ada anggota club yang berdiam di ruangan ini. Jadi kami merasa leluasa untuk menyelidiki tanpa perlu memberi alasan-alasan.
Kami langsung mengecek ke ruang ganti yang dipenuhi loker. Seperti dugaanku, kalau kuperhitungkan sudut pengambilan gambarnya adalah dari loker ini.
Aku berjalan mendekati salah satu loker yang tidak tertutup rapat. Tidak ada nama siswa yang bertanggung jawab atas loker itu. Jadi wajar saja kalau loker ini tidak terkunci.
Aku membuka loker itu. Ternyata isinya sampah. Banyak plastik kemasan makanan ringan di buang di sana. Apa anggota club ini sangat jorok sampai-sampai hobi menimbun sampah?
"Lo lagi liatin apa?" tanya Kak Langit yang sepertinya berdiri repat di belakangku. Dia kelihatan sangat ingin mengetahui isi loker yang tengah kuamati.
Tapi posisi Kak Langit yang begitu dekat denganku membuatku merasa tak nyaman. Sungguh, aku dibuat deg-degan sekarang.
oOo