Raka mengajak Nava untuk berbelanja di swalayan langganannya.
"Kok ke sini? Tadi Emi kasih lihat yang deket kos," ucap Nava sembari celingukan melihat ke sana ke mari, memperhatikan tempat yang baru ia lihat itu.
"Lengkap di sini. Harganya juga cukup variatif, dari yang paling murah sampe yang mahal," sahut Raka, pemuda itu melepas helm dan menatap Nava yang terlihat cantik dengan rambut yang berterbangan akibat tersapu angin siang itu.
Raka tersenyum tanpa sebab.
Nava melihat swalayan yang ada di hadapannya itu memang jauh lebih besar dari swalayan yang sebelumnya ditunjukkan Emi padanya. Gadis itu lalu menatap pria di depannya, beberapa saat. "Kamu mau ikut masuk? Atau mau pulang?" tanyanya dengan suara pelan.
Raka menatap ke arah pintu masuk swalayan, lalu kembali menatap Nava dengan ekspresi datar. "Aku tunggu di sini aja, ya?"
Nava menggerakkan tangannya, sebagai isyarat menolak apa yang akan dilakukan anak induk semangnya itu. "Kalo mau pulang, pulang aja. Aku bisa naik ojek pulangnya."
Raka mulai menekuk wajahnya, Nava menyadari hal itu hingga membuatnya mengkerut.
"Aku takut aku belanjanya lama, ntar kamu ngomel." Nava memajukan bibirnya.
"Ya udah, belanjanya yang cepet." Salah satu ujung bibir Raka melengkung.
Nava mulai kesal pada Raka. "Baru juga tadi aku terpana sama dia, sekarang udah nyebelin lagi," batin gadis itu.
"Udah sana masuk, aku mau ngerokok di sini." Raka duduk di emperan swalayan yang kebetulan tak jauh dari tempatnya memarkirkan sepeda motornya.
"Awas aja ntar ngomel," gerutu Nava yang lalu masuk ke dalam swalayan.
Nava mengambil keranjang dan mulai mencari kebutuhannya. Tepat pada saat itu, ia melihat seorang pria yang terlihat tengah memilih barang, berada tak jauh darinya. Pria yang terlihat seumuran dengan Nava, mengenakan kaos yang terlihat kedodoran dan celana jeans pendek yang hanya menutupi lututnya. Gadis itu tahu siapa yang ia lihat, matanya terbuka lebar dan mulai mengalihkan tujuannya. Ia ingin menghindari pria itu.
"Putra? Iya, itu pasti Putra," ucap Nava yang berusaha menyembunyikan dirinya agar pria yang ia maksud tak melihatnya.
Ya, Nava memang tak salah lihat. Pria yang ia hindari adalah salah satu penulis novel online yang cukup terkenal di beberapa platform menulis. Pria itu terkenal dengan karya-karyanya yang humoris dengan kisah-kisah ringan yang sering terjadi di kehidupan nyata.
"Ngapain dia di sini? Bukannya dia tinggal di Solo, ya?" tanya Nava, matanya masih mengintip keberadaan pria yang memiliki nama pena Putra008.
Pria yang memiliki nama asli Putra Mahesa itu berjalan menuju ke tempat pembayaran karena sudah selesai berbelanja.
Nava mengembuskan napas panjang. "Untung aja dia udah selesai. Jadi bisa belanja dengan tenang."
Nava berbelanja seperlunya, tanpa memilih lama-lama karena ia juga tipe orang yang suka pilih-pilih. Segera ia bayar barang belanjaannya dan lalu keluar untuk menghampiri Raka.
Raka terlihat menginjak putung rokoknya, menoleh ke Nava yang baru saja berjalan menghampirinya. Pria itu tersenyum, tetapi kali ini ia tersenyum bukan untuk Nava, melainkan untuk teman yang ada di depannya.
Nava membuka matanya lebar-lebar, ingin lari, tetapi itu tak mungkin terjadi. Ia sudah terlanjur berjalan mendekati Raka, tak mungkin ia lari begitu saja hanya karena melihat ada Putra di sana.
"Udah?" tanya Raka, Nava mengangguk. Gadis itu berusaha sebisa mungkin untuk menunduk, menyembunyikan wajahnya.
"Kok Putra bisa di sini? Ngobrol sama Raka? Mereka kenal?" batin Nava. Ia memiliki banyak pertanyaan di benaknya.
Pria yang bernama Putra ikut menatap Nava. "Pacar?" tanyanya dengan santai.
Raka tersenyum sinis. "Anak kos ibu," sahut Raka yang bukannya memilih menjawab tidak.
"Ya udah, aku pergi dulu. Nanti aku hubungi lagi kalo rumahku udah jadi. Kita party bareng, ok?" Putra menjabat tangan Raka, lalu pergi menggunakan mobil sedan berwarna hitam.
"Kalian temanan?" tanya Nava penasaran.
Bukannya menjawab, Raka malah menghujani Nava dengan tatapan tajam, seolah mampu membunuh gadis itu. "Jangan bilang kamu suka sama dia. Masih gantengan aku ke mana-mana."
Nava membuka mulutnya lebar-lebar, lalu terkekeh pelan. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. "Untuk apa aku suka sama cowok yang nggak aku kenal?"
"Bagus."
"Lagian kalo kamu ganteng kenapa? Kamu mau jadi pacar aku?" tanya Nava yang seolah memanfaatkan keadaan.
Raka menyeringai. "Jangan mimpi! Ini masih siang bolong! Udah, ayo pulang." Pemuda tampan itu terlihat salah tingkah, tetapi buru-buru ia menaiki sepeda motor miliknya.
Nava menyeringai. "Oke. Aku bakal jadi Emi kedua, maksud aku, sekarang aku mungkin berharap bisa jadi pacar Raka, tapi lama-lama aku pasti akan bosan sama dia karena kelakuannya yang nyebelin itu," batin Nava.
Nava duduk di jok belakang sepeda motor Raka. Kedua orang itu lalu pergi meninggalkan tempat parkir swalayan dengan pikiran masing-masing.
Ya, Raka sibuk mengutuk dirinya sendiri karena sudah mengaku lebih tampan dari Putra. Hal itu ia lakukan karena tak ingin melihat Nava menyukai pria lain, sementara ia sudah mulai melirik gadis berambut panjang itu.
Berbeda dengan Nava, gadis itu mulai memikirkan Putra karena dalam dunia maya, hubungan keduanya cukup dekat. Dengan memanfaatkan media sosial, para penulis novel online memang saling berteman di dunia maya. Namun, beberapa di antaranya memilih menyembunyikan identitas mereka karena tak ingin orang lain mengetahui kehidupannya di dunia nyata. Selama ini, Nava memiliki hubungan yang baik dan bahkan cukup dekat dengan Putra karena keduanya sering bertukar informasi mengenai platform menulis novel.
Walaupun selama ini Nava tak pernah memberikan informasi apa pun mengenai dirinya, bahkan tempat tinggalnya. Namun, ia takut Putra tahu kalau Nava adalah Bawang Putih.
Berbeda dengan Putra yang beberapa kali membagikan foto dirinya di media sosialnya, Nava sama sekali tak pernah memposting apa pun tentangnya.
Nava turun dari sepeda motor Raka ketika keduanya sudah sampai di depan gerbang rumah Dahlia.
"Kamu nggak masuk?" tanya Nava.
Raka melepas helm. "Aku mau ke kampus lagi."
"Oh. Terima kasih," ucap Nava, masih dengan wajah yang terlihat cemas. Ia masih saja memikirkan Putra, masih penasaran dengan pria itu.
Raka tak menjawab. Pria itu hendak menggunakan helmnya lagi.
"Ka," panggil Nava.
Raka mengurungkan niatnya untuk mengenakan helm. "Apa lagi?"
"Tadi ... cowok yang ngobrol sama kamu tadi. Namanya Putra?" tanya Nava yang sudah tak sanggup menahan rasa penasarannya.
Raka menekuk wajahnya. "Kamu beneran suka sama dia?"
"Mana ada? Aku cuma tanya karena aku pernah lihat f*******: dia," kilah Nava dengan suara meninggi.
Raka menarik napas dalam-dalam. "Ya, dia Putra. Dia penulis novel online, udah terkenal memang. Apa kamu termasuk penggemarnya?"
Nava menggeleng pelan. "Jadi benar, kan? Dia Putra?" Sekali lagi, Nava bertanya untuk meyakinkan dirinya sendiri.
"Yah, kalo kamu suka sama dia, jangan segitunya, kali. Kentara banget kalo kamu suka sama dia. Dia emang terkenal, tapi aku juga nggak kalah terkenal." Raka menyombongkan dirinya sendiri lagi dan lagi. Tanpa ia sombongkan, semua orang juga tahu ia memang lebih baik dan lebih mempesona jika dibandingkan dengan sepupunya. Namun, karena sikapnya yang sombong itu, Nava malah memandangnya dengan sebelah mata.
"Terus?" tanya Nava dengan sinis, ia merasa kesal dan ingin sekali memukul pria yang tak lain adalah anak induk semangnya.
"Ya kamu nggak boleh suka sama dia?"
"Terus sukanya sama siapa? Sama kamu? Kamu aja nggak suka sama aku. Ngapain aku suka sama kamu?" tanya Nava dengan ketus dan lalu pergi begitu saja meninggalkan Raka. Gadis itu membuka gerbang, tetapi menghentikan langkahnya dan lalu kembali menatap Raka.
Gadis itu menyeringai.
Raka masih menganga karena ucapan Nava barusan. "Aku kenapa, sih?"
Ia sendiri tak tahu kenapa ia bisa sebegitu tertariknya pada Nava, gadis yang ia kenal belum lama itu. Bahkan ia melakukan hal yang tak seharusnya ia lakukan, sombong hanya untuk terlihat paling baik di depan mata Nava.
Bersambung...