Malam hari mulai terasa hangat, dingin angin sudah mulai pudar di awal bulan Mei. Bersama secangkir teh David membaca berita di laptop jam dua pagi untuk mengalihkan suara Asha di kamar sebelah. Makin pagi jeritan cinta itu makin keras, David pergi ke ruang tunggu di depan untuk menenangkan pikirannya. Hampir setiap malam Peter berkunjung, hubungan mereka makin mesra tiap detik berlalu.
Rambut Asha benar-benar berantakan, dia keluar dari kamar jam setengah lima hanya mengenakan baju. Saat ke ruang tunggu untuk merapikan klinik dia kaget melihat David ada di sana, “Heh pak tua! Tidur itu dikamar!” omelnya melihat bantal dan selimut ada di sofa.
David fokus ke depan laptop, “Saya senang duduk di sini, suasananya lebih tenteram.”
Sombong Asha tersenyum, “Kau iri ya pak tua?”
David melirik, dia langsung kembali memandang laptop, lalu sesekali mencuri pandang ke daerah kewanitaan Asha yang tidak ditutupi, “Umm maaf.”
Menjerit Asha pagi-pagi buta, “Dasar kakek m***m!”
“Bukan salah saya.”
Klinik sudah dibuka, perut David dan Peter sudah terisi dengan masakan lezat tiada tanding buatan Asha. David perhatikan makin hari Peter makin sayang pada Asha. Sebelumnya Peter tidak pernah membantu Asha merapikan klinik, dia juga tidak pernah mencuci piring, namun ajaibnya cinta membuat Peter mau mengerjakan semua itu.
Pasien sudah berdatangan, rata-rata perempuan yang ingin mempercantik diri.
Peter sedang tidak ada pekerjaan jadi dia meluangkan waktu untuk bercerita bersama David. Dia ingin nasihat.
Pasien pria kini datang, seperti biasa mata para lelaki suka melihat molek tubuh Asha dengan pakaian menantang. David menyinggung soal itu, “Anda tidak cemburu?”
Peter berpikir, seharusnya Asha yang cemburu padanya. Akhir-akhir ini Peter banyak pekerjaan di luar pengamanan negara. Sejak kejadian di festival Hulao keributan semakin minim, polisi semakin sigap hingga Peter tak perlu turun tangan. Sehingga Peter mulai diundang ke acara televisi. Ada ribuan wanita menunggunya, mengikutinya diam-diam, mengoleksi foto pribadinya, bahkan nekat datang menghampirinya demi sebuah tanda tangan. “Tidak, dia bebas mengekspresikan diri sesuka hati. Aku tidak akan melarang.”
Pertanyaan kini dibalik, Peter ingin tahu apa pendapat David. Dia bercerita kalau dirinya tak punya banyak pengalaman soal cinta. David bercerai meninggalkan istri dan satu anak balita di saat hubungannya masih hangat demi keamanan mereka, “Saya tidak mau mereka terlibat dalam operasi apa pun.”
Peter bertanya lagi kenapa tidak kembali saja sekarang, semua orang mengira David sudah mati. Patungnya sudah berdiri tegak sebagai simbol pemersatu bangsa setelah berhasil mengakhiri perang sipil.
David tidak mau karena mantan istrinya kini sudah bersama orang lain yang lebih pantas, “Saya hanya seorang kakek tua, umur saya sudah tak pantas untuk bercinta.” Nasihat David pada Peter adalah jangan sampai Peter salah mengambil keputusan. “Semakin dekat Anda, semakin berat pula hati yang harus dijaga.”
Telah banyak cerita dilalui Sastry. Hidupnya kini sudah mulai stabil setelah berhenti keliling Kuzech mendirikan teater jalanan. Kenyamanan itu malah membuat dirinya resah, rasa bosan menghantui dirinya sebab tak ada lagi teman yang selalu mengikuti.
Jumbo, Tango, Afdol, Panji, dan Harold kini bekerja sebagai penjaga tambang. Tenacity sibuk menyelidiki perusahaan Mur Metal bersama Anita dan Ryou. Picilla selalu pergi ke rumah Karin di pagi hari dan menemani Jumbo di saat istirahat makan siang. Kehidupan Sastry semakin sepi, dia gerah tak ada seseorang yang mengajaknya bicara.
Truknya melaju cepat sampai ke rumah Karin. Dia ingin melihat sudah sejauh mana perkembangan mental Karin. Ketika turun dari truk, Sastry melihat Ryou sedang berduaan dengan Karin di kebun mawar depan rumah. Dia memperhatikan sebentar lalu masuk ke dalam rumah untuk mencari kakaknya. Dari lantai dua Sastry dan Picilla melihat betapa pesat perkembangan Karin. Dia mulai berani bicara, meski hanya sepatah dua patah.
“Dia cantik ya kalau seperti ini,” kata Picilla yang meriasnya.
Sastry mengangguk, “Kakak tidak tahu betapa menakutkan dirinya.”
“Sastry, lihat!” Mereka memperhatikan dengan seksama, Ryou memberikan sekuntum bunga untuk Karin. Picilla senyum-senyum sendiri.
“Kak? Halo?”
“Eh maaf, aku jadi mengkhayal.”
“Mau memberi bunga untuk Jumbo siang ini?”
“Iya, pasti dia suka,” hati Picilla berbunga membayangkannya.
“Huh sudah kuduga,” merengut Sastry.
“Makanya cari pacar,” goda Picilla.
“Apa sih Kakak ini.”
Picilla mencubit pipi adiknya, “Yaaa adik kecilku lucu sekali.”
“Ihh berhenti Kak!”
Alesha memanggil keduanya ingin membicarakan bayaran atas jasa yang telah diperbuat Sastry pada anaknya. Dia menjanjikan Sastry studio di Rozhorg dan memintanya untuk mengajak Karin berpartisipasi. Sejauh ini apa yang dilakukan Sastry sungguh luar biasa, mungkin tanpanya Karin saat ini masih depresi dan tak mau bicara.
Ketika Sastry sedang membicarakan studio pemberian Alesha, Karin dan Ryou pergi ke kuburan Teuron. Bunga yang diberikan Ryou diletakkan oleh Karin di atas tanah di mana Teuron beristirahat. Karin ingin menunjukkan padanya betapa rindu hatinya ingin bertemu.
“Jujur, waktu seperti membeku di sini.”
Ryou mengeluarkan api di tangannya supaya Karin bisa menghangatkan tangannya yang dingin ketika bersedih.
“Lindungi api itu, hujan akan turun.”
Cuaca begitu cerah, tak ada awan melintas ketika Ryou memandang ke atas. Tiba-tiba Ryou merasakan air menetes di tangannya. Karin menangis ketika Ryou berpaling. Tidak ada kata yang terucap setelah itu. Hanya ada haru menyelimuti hati Karin. Rasa sakit di hatinya membuat dirinya semakin rindu, dia tak bisa lepas dari candu perihnya sakit hati. Satu jam berlalu, Ryou masih belum bisa berkata apa-apa. Air mata terus mengalir tetapi api di tangan Ryou masih belum padam. Ryou sabar menunggu hingga Karin puas.
Di perjalanan pulang Karin bertanya kenapa Ryou berubah. Di hati Karin, Ryou yang dia kenal adalah seorang penjahat, penipu, dan pengkhianat ulung yang berhasil menghancurkan harapan dan kepercayaannya. Ryou tak bisa menjawab, dia belum punya alasan tepat karena semua itu perbuatan Dark Ryou. Ryou belum ada di dalam tubuh ini saat itu.
“Apa diam adalah sebuah jawaban?” tiba-tiba Karin berhenti melangkah. Dia benar-benar menunggu jawaban Ryou. Kenapa Ryou berani kembali meski dia mencampakkan Karin tanpa belas kasih waktu itu.
“Ini hanya antara kau dan aku.” Ryou menceritakan keanehan dirinya pada Karin. Jujur dirinya saat ini bukanlah Ryou yang dulu Karin kenal. “Tapi perasaan diriku tetap sama, setiap aku memandangmu... ada rasa yang tak bisa kuucapkan dengan kata.”
Karin sudah tahu, “Tapi kenapa? Kau bukan Ryou yang itu.”
“Aku... tidak, Ryou sudah berubah. Tidak akan ada Ryou yang dulu lagi.”
“Di mana dia?”
“Di masa lalu.”
Siang bolong Tenacity kebingungan karena teater Sastry kosong. Ada papan bertulis dikontrakkan di depan pintu. Seketika dia sadar dan menepuk dahi karena kini Tenacity punya modul pelacak yang dipasang Anita di ponselnya. Tenacity sampai di depan rumah Karin, dia melihat Sastry keluar membawa piring lalu makan di meja taman sendirian.
“Hai Sastry, teatermu kenapa?”
“Entah.”
Alis Tenacity naik, “Kau pindahan?”
“Entah.”
Picilla keluar, dia menarik Sastry agar dia mau makan bersama di dalam. “Tolong bantu aku, Tenacity.”
Sastry memberontak, kakinya terbang ke mana-mana hingga pipi Picilla merah tersepak. “Bodo amat!”
Tenacity mencengkeram kaki Sastry, dia tak bisa lagi melawan lalu digotong ke dalam untuk duduk bersama di meja makan. Di sana ada Alesha, Ryou, dan Karin menunggu kehadiran Sastry yang merajuk tidak mau bergabung.
Alesha tertawa melihat sisi lain Sastry yang keras kepala seperti anak-anak. Biasanya dia baik dan periang, namun ketika semua senang dia malah bertingkah.
Picilla menggodanya lagi, blak-blakan malah mengatai Sastry wanita kesepian. “Ejek terus!”
Sastry ngambek. Dia malah membalas dengan mengatai Picilla pengecut tidak berani membawakan Jumbo bunga.
Picilla tertawa, dia sengaja mengalah demi menemani adiknya tetapi dia tidak bilang dan terus membalas ejekan Sastry untuk mengisi harinya yang sepi.
Di lain sisi, Karin begitu tidak biasa melihat Ryou seperti ini. Ryou seharusnya bersikap dingin, tak banyak cakap, dan tak suka basa-basi. Namun perasaannya berkata untuk memberi satu lagi kesempatan karena Karin yang mengenal Ryou itu juga berada di masa lalu. Karin harus berubah sekarang.
Asap di kepala Sastry seperti kereta api, dia naik darah lagi. Kata-kata liar langsung keluar seperti kebun binatang yang gerbangnya terbuka lebar. “Kaleng! Cempreng! Bebek!” gereget Sastry tak bisa lagi menahan emosinya pada Picilla.
Hari masih begitu lamban, suasana damai dan tenteram membuat Ryou jadi bermalas-malasan. Sambil mencerna makanan dia bersandar di sofa bermain game di ponselnya. Karin memperhatikannya dari jauh, sungguh berbeda dirinya dengan yang dulu. Ibunya memergoki, Alesha menepuk pundak Karin, “Syukurlah Karin punya teman yang baik sekarang.” Hatinya lega akhirnya Karin menjadi gadis normal. “Mereka sangat berharga, ibu jadi nyaman kalau mereka berkunjung.”
Tenacity melihat kembali sisi pemalas Ryou, membawanya kembali menuju Batul ketika pertama kali beretmu. Dia tak percaya orang seperti itu bisa kerasukan iblis super kuat.
“Hoy! Kerja!” dia ingatkan kalau Ryou punya tugas untuk mengintai pabrik Mur Metal.
“Nanti,” jawabnya sambil menguap.
Tenacity memamerkan modul barunya dan menunjukkan lokasi Jason saat ini. Ryou acuh dan berkata kalau dia tak butuh hal seperti itu.
“Kau kan tahu bukan aku yang melakukannya?” kata Ryou sambil konsentrasi bermain.
Tenacity menggaruk kepala, “Oh, terus apa katanya?”
“Dia tidak butuh barang seperti itu karena di neraka tidak ada gunanya.”
“Aye...”
Ryou selesai satu game, dia serius bicara sekarang, “Kenapa kau melindungi identitasku?”
“Menurutku, selagi dirimu masih berteman dengannya tidak ada yang perlu di khawatirkan. Biarlah orang mengenalmu seperti ini eh.”
“Kau lembut juga ya...”
“Eh asal tebak.”
Karin datang menghampiri. Dia meminta Ryou untuk mengajarinya berubah. Tenacity dan Ryou heran karena Karin harusnya bisa berubah menjadi Rosaria kapan saja, dia seorang penyihir tingkat tinggi. “Sastry berkata aku harus bisa menemukan sesuatu yang membuatku senang, dan Picilla berkata kesenangan itu ada pada dirimu. Tolong ajari aku.”
Tenacity mundur perlahan, dia banyak urusan dan pergi meninggalkan Ryou berdua dengan Karin.
Ryou sangat menyukai game, dia meminjam ponsel Karin untuk mengajarinya bermain. Hati Ryou seketika merasa tertusuk melihat wallpaper Karin, fotonya sangat cantik bersama Teuron. Dia memejamkan mata sesaat merasa cemburu melihatnya.
“Kenapa?” polos Karin bertanya.
Tegar Ryou langsung membuka game menembak yang baru terpasang.
Karin bertanya apa bedanya dengan menembak sungguhan. Enteng Ryou menjawab jika hanya permainan maka tidak ada yang terluka, semua sama-sama senang dalam sebuah permainan. Namun perkataan itu langsung ditarik ketika Ryou mendengar Karin menggebu-gebu ingin membunuh lawannya. Ryou langsung merebut ponsel Karin dan mematikannya, “Gawat, insting membunuhnya luar biasa.”
Rambut Ryou berantakan bingung harus mengajak Karin melakukan apa. Tidak boleh ada kompetisi atau Karin akan terbawa suasana dan kembali agresif. Tetapi Ryou tidak tahu hal apa yang membuatnya senang tanpa adanya perlawanan.
“Ayo kita berkebun saja,” diajaknya Karin mengurusi mawarnya di taman. Karin tidak mau, hal yang berhubungan dengan tumbuhan dan binatang hanya akan membuatnya kembali ke masa lalu, “Semua hal itu, mengingatkanku.” Perasaan Ryou campur aduk saat ini, dia merasa tegang namun disisi lain dia merasa janggal karena sebenarnya Karin adalah kekasih dirinya yang satunya lagi, bukan dirinya yang sekarang.
Karin bosan menunggu, “Kau tidak senang denganku?” Ryou panik dan nekat mengajaknya pergi ke Hefei untuk bermain di taman hiburan. “f**k sulit sekali!”
Bunga di taman bermain Hefei sedang mekar-mekarnya seperti perasaan para muda mudi yang datang berkunjung di sore hari. Suasananya begitu hangat melebur dua hati menjadi satu. Ryou benar-benar canggung dibuatnya.
Hal pertama yang ada di benak Ryou adalah mengabadikan memori mereka. Ryou meminta Karin untuk tersenyum agar fotonya tampak bagus. Karin berusaha tetapi bibirnya tidak mau naik, berat sekali dirinya untuk menggambar perasaan yang tidak dirasakannya ke dalam wajah.
Sangat kebetulan Peter dan Asha juga berada di sana, Asha berlari menghampiri Ryou yang kebingungan mengambil gambar yang bagus untuk Karin.
Hati Karin bergejolak ketika melihat Asha dengan centil mengajari Ryou caranya mengambil gambar dengan kamera yang benar. Dia ingat betul ketika Asha dengan sengaja menggoda Ryou di depan matanya saat bertemu di festival Hulao.
Ryou tersadar, dia langsung menjaga jarak dengan Asha. Ryou ingin sekali memukul kepalanya kuat-kuat betapa bodohnya dia bertingkah di depan Karin. Hilang sudah kesempatan untuk mendapatkan gambar terbaik Karin karena kini dia cemberut.
“Hays, kalian ngapain sih?” Ryou kesal pada Asha dan Peter.
“Lah kau sendiri?” tanya Peter santai.
Asha berbisik, “Mereka sedang ngedate loh...”
Peter paham, “Ayo kita jalan bersama?”
“Sini Sayang, kita buat iri seluruh taman hiburan,” Asha merangkul tangan Karin tetapi dia menepis tangan Asha kuat. Dia masih marah. “Maaf looh Sayang, hanya bercanda,” Asha kembali ke pelukan Peter. Mereka masuk ke dalam taman hiburan bersama.