Part 9: Keluar dari segitiga

1994 Kata
Apartemen Peter telah selesai direnovasi. Pagi ini dia sudah kembali menempatinya. Tak ada yang berbeda dari sisi furnitur, semua barang yang rusak sudah diganti. Dia masuk ke dalam ruang kosong yang sunyi itu. Bayangan Asha kembali teringat, suara manja yang terngiang membuat Peter menggelengkan kepala. Untuk mengobati kesendiriannya, dia menelepon Anita untuk makan malam bersamanya. Sebagai gantinya, Peter memasang fotonya bersama Asha di kamar. Setidaknya dengan itu dia akan terus teringat bahwa Peter harus menjadi lebih kuat untuk mendapatkan hati Asha. Seharian Peter berlatih, semua amarahnya disalurkan menjadi ledakan energi. Penjaga di apartemen sampai mengecek mendengar gelegar suara tinju Peter yang keras. Menurut mereka ada yang tidak biasa dari sang superstar, kepercayaan diri Peter pudar setelah apartemennya kebakaran. Peter kembali berlatih, amarahnya tak surut karena kata-kata Asha masih melekat di hati, “Pahlawan apanya? Pemadam kebakaran yang sebenarnya pahlawan di apartemen ini!” lagi-lagi cacian Asha melintas. Peter membersihkan diri, dia tak melihat botol-botol kosmetik Asha menumpuk di wastafel. Ketenteraman saat mandi menjadi aneh karena Peter terbiasa diganggu Asha. Biasanya Peter bercerita banyak saat mandi, namun kini tak ada seorang untuk mendengar curahan hatinya. Peter dan makan malam sudah siap, Anita datang jam delapan tepat. “Sudah baikkan, Tuan Miracle?” “Jadi... soal pertanyaan waktu itu... kau sudah menemukannya?” “Hampir, saat ini tim penyidik sudah menemukan beberapa tersangka yang membocorkan-“ “Bukan itu.” Dahi Anita mengedut, “Lalu apa, Tuan?” “Aku ingin tahu nama lengkap Asha.” Mendengarnya langsung membuat Anita murung, berat hati dia mengungkap identitas Asha. “Ada apa? Apa dia berkata buruk padamu?” “Oh tidak, hanya saja...” “Kenapa?” Anita mengedipkan mata, “Dia selalu baik pada saya, tak perlu khawatir.” Keduanya selesai menyantap bistik hangat. Peter kemudian menuangkan anggur supaya ceritanya lebih rileks. “Anita, apa kau sedang memikirkan seseorang?” “Iya, saya sering memikirkannya.” “Pernahkah dirimu merasa tidak pantas untuknya?” “Saya tak tahu...” “Jika kau punya kesempatan, maukah kau mengungkapkan isi hatimu padanya?” “Saya sangat ingin, tetapi saya belum siap menerima jawaban.” Peter menuang lagi anggur di gelas Anita yang sudah kosong, “Aku juga sedang merasakan hal yang sama, kenapa kita tidak habiskan malam ini berdua untuk saling bercerita.” “Terima kasih, Saya merasa terhormat bisa menemani Anda.”   Pagi sudah terbit, Anita tidur begitu pulas di kamar yang biasa dia pakai untuk menginap di apartemen Peter. Matahari semakin tinggi, Peter memutuskan untuk membangunkan Anita, “Bangun, kau terlambat bekerja.” Anita langsung lari ke kamar mandi. Setelah itu dia langsung memakai seragam dan memakai sepatunya. Peter ada di depan pintu keluar, “Akan kubawakan mobilmu supaya kau bisa berias dan sarapan di mobil.” Anita tersipu malu, kaget Peter tiba-tiba sangat baik padanya. Penampilan Anita sudah rapi, wajahnya sudah segar, perutnya sudah terisi semua berkat Peter. “Terima kasih sudah menemani tadi malam,” kata Peter di setir kemudi. Anita jadi senang, “Jadi... apa Tuan Miracle sudah membuat keputusan?” “Iya, aku akan serius mulai detik ini tak ingin mengecewakan perasaan orang yang kupikirkan.” “Syukurlah.” “Bagaimana denganmu?” “Saya akan menjadi yang terbaik untuknya. Tak peduli risikonya asalkan dia bahagia.”   Hari ini menjadi hari patah hati nasional sebab Peter terlihat di sebuah toko bunga. Dia berjalan menyusuri kota lalu pergi ke stasiun bawah tanah untuk bepergian. Saat ini Peter sedang menuju ke klinik Asha, dia sudah punya keberanian untuk meminta maaf. Para gadis yang melihatnya jadi iri, siapa wanita beruntung yang akan mendapatkan bunga itu. Penggemarnya membuntuti dengan kamera supaya menangkap momen bersejarah. Beberapa blok lagi Peter sampai di klinik Asha. Terkejut dirinya melihat pria dengan kacamata dan masker sedang berjalan ke arah klinik. Peter membuntutinya cepat dan langsung menghadangnya, “Tidak akan kubiarkan kau melukai Asha.” Orang itu adalah Elementalist, dia menyuruh Peter untuk menaruh bunga di tempat yang aman, “Jika kau kalah aku yang akan memberikan bunga itu.” Penggemar Peter bersembunyi, hati mereka berdebar ingin tahu siapa saingan Peter. berita infotaiment akan panas melihat Peter sedang berebut seorang wanita yang amat beruntung. Peter dan Elementalist sudah siap, mereka akan bertarung dengan adil. Topeng cahaya bersinar, kilau sayap Peter terang membuat penggemarnya semakin kagum. Elementalist menekan tombol di ponsel canggih buatan Chimera Tech, terdengar frasa “Chimera Tech,” ketika Elementalist mengeluarkan pedang air dan api dari sebuah portal. Gerakan awal dimulai oleh Peter, dia melesat cepat dengan tinju keras beruntun. Elementalist masih bertahan karena ingin mengukur sejauh apa Peter berkembang. Tinju tangan kanan mendarat di kepala, lalu tangan kiri Peter memukul Elementalist dengan meriam cahaya hingga terhempas. Penonton bersemangat karena pahlawannya memimpin telak. Elementalist bangun dengan tenaga jet, dia langsung melesat menebaskan pedangnya. Api menyambar tapi sayap Peter menepisnya. Lalu serangan hujan kristal es berhasil Peter tahan dengan berlian pelindung. Peter berdiri gagah tak terluka sama sekali. Serangan balasan datang, Peter menginjak betis Elementalist. Amarahnya memompa semangat. Dirinya tak kan kalah demi Asha. Pukulannya keras menghantam hingga besi di d**a Elementalist gompal. Aliran Ionicube tampak menyambar, energi yang sebenarnya akan ditunjukkan. Elementalist memasang kuda-kuda aneh yang tidak Peter kenal. Pukulan Peter mudah dihindarinya, Elementalist melayang seperti daun yang ditipu angin. Tubuhnya begitu ringan melompat ke sana-kemari mengecoh Peter. Frasa Chimera Tech terdengar lagi, Elementalist memanggil spirit garuda api Burning dan naga air Daedalus dari dalam portal. Putaran air dan api menerkam bagai singa memangsa lawan. Peter tak dapat menghindar kecuali menahan sekuat tenaga dengan sayap berliannya. Elementalist masuk dalam portal lalu keluar lagi di sisi kiri menebas tangan kiri Peter dengan tebasan panas. Dia hilang lagi lalu muncul dari dalam portal di sebelah kanan dengan sabetan pedang es. Peter kewalahan, teknik itu mirip seperti Ryou yang keluar masuk bayangan. Kedua tangan Peter lemas, darah bercucuran di kiri dan kanan tapi dia belum menyerah. Kaki Peter menendang dan menerjang, keras sekali hingga baut di siku kanan Elementalist lepas. Elementalist mengeluarkan senjata rahasianya, dia sekali lagi menggunakan ponselnya untuk mengganti sepatunya dengan sepatu angin berwarna hijau. Peter kaget secepat itu Elementalist bisa menggunakan kekuatan topeng hijau yang dicuri darinya. “Tidak, aku sudah meng-copy supaya kekuatannya pas denganku.” Elementalist menunjukkan potensi yang sebenarnya dari topeng angin. Langkah Elementalist cepat sekali, dia melesat menembus sound barrier atau hambatan suara. Peter tak bisa melihatnya, dia terlalu cepat. Elementalist menendang Peter berkali-kali tak memberikan kesempatan baginya untuk membalas. Energi maksimal dikerahkan, spirit kuda petir tiruan muncul dari dalam portal. Elementalist terbang berputar seperti bor, dia terjang Peter kuat hingga berlian pelindungnya hancur berkeping-keping. “Sayang sekali, kau kalah.” Elementalist berjalan ke pinggir untuk mengambil bunga Peter. “Jangan sentuh bunga itu!” Asha berteriak, dia tak mau bunga itu disentuh orang lain. “Yang mulia ratu telah tiba.” “Jangan panggil aku dengan nama itu!” Asha benar-benar marah. Peter bangkit lagi, suara Asha mengisi energi untuk kembali berdiri. “Aku belum selesai denganmu.” Elementalist mencoba memperbaiki tangan kanannya yang sulit bergerak tetapi sepertinya sudah tak bisa berfungsi optimal. Tetapi dia tetap santai melihat Peter kesulitan untuk berdiri dengan luka di sekujur tubuh. Energi Peter makin terisi, amarahnya dalam hatinya lepas kendali sehingga Peter berani membidik Elementalist dengan meriamnya seperti dia membidik Ryou. “Tembak kalau berani!” Elementalist menantangnya. Peter mengurungkan niat, dia berlari kencang. Tiap langkahnya menghancurkan paving block. Peter meninju Elementalist ke bawah hingga dia terkubur. Petarungan sengit terus berlanjut. Kalkulasi Elementalist Peter akan tumbang tiga menit lagi, dia tak mungkin bisa memakai topeng itu terus menerus. Elementalist terus bertahan dari gempuran, dia menunggu momen tepat di menit ketiga. Saatnya datang, Elementalist melompat tinggi lalu berputar seperti bor menerjang Peter. Mata Peter bisa melihat gerakannya, dia menangkap kaki Elementalist dan membantingnya ke tanah. “Mustahil!” keadaan berbalik Elementalist harus bertahan dari serangan Peter. Pola serangan Peter tidak beragam, cepat Elementalist memprediksi lalu ditepisnya tinju tangan kanan Peter. Kaki kiri Elementalist menendang meriam Peter ke langit. Peter melompat meraih meriamnya, Elementalist menendang dengan kaki kanan. Peter berguling lalu bangkit dan kembali meninju dengan tangan kanannya seperti tadi. Elementalist lagi-lagi menepisnya, tetapi Peter lebih dahulu mengarahkan meriamnya ke arah Elementalist, “Kau tidak tahu aku kidal?” Sudah terlambat bagi Elementalist untuk menendang meriam yang sudah terisi energi cahaya, Peter siap menembak dari jarak dekat. Elementalist melepaskan energi Ionicube untuk menyetrum Peter, dia segera meraih ponselnya untuk membuka portal namun Peter lebih dahulu meninju saku di celana kanan Elementalist dengan meriam yang sudah terisi energi. Sesaat Asha berpikir kalau Peter akan membunuh Elementalist dengan menembakkan meriam ke arah Ionicube namun dia salah. Aksi heroik Peter membuatnya luluh meski Asha telah menanamkan kegelapan di hatinya. Peter tak termakan amarah, dia berhasil mengontrolnya dan menembakkan meriamnya hingga ponsel bersama kaki kanan Elementalist hancur. “Dia berhasil...” Elementalist menolak kalah. Dia mencungkil dadanya untuk mengeluarkan Ionicube. “Pertarungan ini berakhir seri!” dia remas kotak energi itu lalu meledaklah Elementalist seperti bom. Peter langsung menangkap Asha dan melindunginya. Punggung Peter terbakar, energinya sudah habis, topeng di wajahnya terjatuh. Asha menikmati momen itu, dia tak mau lepas dari pelukan Peter. Beberapa saat kemudian, Asha melepas pelukan Peter, dia ingin melihat seburuk apa kehancuran yang terjadi namun tak ada satu kaca rumah yang pecah. Sebelum ledakan, Peter mengibaskan sayapnya dan membentuk energi pelindung supaya daya ledakan itu terpusat ke punggungnya. Asha melihat punggung Peter hancur, dagingnya tampak jelas meleleh, lukanya amat buruk.   Peter terbangun dari tidurnya, dia melihat bunga yang dia bawa ada di atas meja di samping kanan Bersama topeng hijau yang dicuri Elementalist. Peter melihat ke kiri lalu menemukan Asha sedang mengobati pasien di kliniknya. Peter lega sekali, dia berhasil menyelamatkan sekaligus mendapatkan hati Asha. Dia bangun karena senang, agak sedikit perih namun bisa ditahan. Peter membantu Asha sampai kliniknya tutup kemudian mengajaknya untuk pergi makan malam. Asha tak menyarankan namun Peter bersikeras, dia bilang punggungnya sudah lebih baik. Sepanjang jalan Peter membawa bunga meski Asha sudah tahu bunga itu untuknya. Peter bilang dia harus menyerahkannya secara resmi sebagai tanda dirinya sudah berjuang untuk Asha. Asha tersipu malu, hatinya senang sekali. Sepanjang jalan dia tak melepas genggam tangannya hingga sampai di festival Hulao. Mereka duduk saling berhadapan satu sama lain di bangku kayu sebuah warung daging rusa. Peter tahu Asha pasti suka dengan nuansa tradisional. Dan saat itulah Peter memberi bunga. Salah tingkah Asha dibuat Peter. Dia menutup muka saking bahagianya. Dia kemudian menyatakan isi hatinya kenapa dia memilih Peter. “Aku berani mengungkapkan isi hati ini karena seseorang telah meyakinkanku.” “Apa alasan itu?” “Kau tidak perlu tahu...” Peter diam menunggu jawaban. Asha menarik nafas, “Aku dulu takut kau tidak akan memaafkan kesalahan seseorang. Tetapi setelah melihat pertarungan itu, kini aku yakin kau pasti akan memaafkanku jika suatu saat aku berbuat salah.” “Memang apa kesalahanmu?” Asha langsung menggenggam kedua tangan Peter, dia menatapnya dalam-dalam, “Kau pantas memanggilku ratu karena kau adalah rajaku.” Peter membalas genggamannya, “Tapi aku ingin memanggil namamu saja, nama lengkapmu.” Asha makin dekat, dia bisikkan pelan namanya, “Asha’Bellanar.” Asha mengecup bibir Peter mesra. Api cinta di dalam hatinya membara setelah lama padam karena kebenciannya pada pria. Namun kini tidak lagi, dia sudah memilih Peter dan memutuskan untuk meninggalkan identitas lamanya. Cumbunya makin liar, Peter terbawa asmara untuk membalas bibir dan lidah Asha yang basah. Kencan itu sedang disiarkan secara langsung di TV nasional, seluruh kamera yang meliput kemeriahan festival Hulao kini menyorot momen terciptanya hari patah hati nasional. Peter Miracle, pria pujaan para wanita kini telah memilih dan dia berjanji untuk melindungi wanitanya dengan sepenuh hati seperti dirinya menjaga Hefei dari bahaya. Dari kantor Kementerian Ketertiban Umum Anita menyaksikan acara itu. Dia tersenyum melihat Peter bahagia bersama Asha. Dialah yang memberitahu isi hati Peter pada Asha. Dia juga memberi lampu hijau pada Asha untuk meneruskan hubungan keduanya. Anita rela dan yakin meski air matanya mengalir deras karena kini Peter sudah tak lagi dapat diraih. “Selamat, Tuan Miracle.” Anita menekan tombol delete di ponselnya untuk menghapus barang bukti kalau Asha adalah seorang penyihir.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN