Untuk sementara waktu penyelidikan pabrik Mur Metal harus berhenti karena Ryou harus berjalan menggunakan tongkat. Luka di paha kirinya cukup parah, otot pahanya robek ditusuk bambu tiga kali. Ryou kesal sekali, dia mengeluh di klinik Asha kenapa bisa ada penyihir sekuat itu di Kuzech. “Pak tua, kenapa tidak bangkit saja dari kubur dan kembali menjabat sebagai menteri? Menteri yang baru sepertinya tidak becus,” frontal kata Asha pada David yang duduk manis di belakang. David hanya tersenyum, dia tak mau berkomentar.
Keesokan harinya Anita datang menjenguk Ryou di teater Sastry saat jam makan siang. Dia menyesal mendengar kabar Ryou. Malah dia menyalahkan dirinya kenapa bisa ada penyihir yang belum ada di data pemerintah. Dia meminta maaf karena telah memaksa Ryou mengatakan hal yang pahit, dia mengakui kesalahannya dan meminta maaf sekali lagi.
Sastry melihat Anita murung, lalu dia datang riang gembira membawa kue. Anita menceritakan dirinya dapat surat peringatan. Saat ini Anita begitu tertekan dan berharap banyak pada Ryou. Oleh karena itu dia temperamen dan lepas kendali kala itu. Sastry menyemangatinya agar tetap percaya dengan Ryou, “Ryou itu bisa diandalkan kok.”
Bayang kegagalan kembali terlintas di benak Ryou. Sudah banyak orang kecewa karenanya. Sastry berkali-kali berada dalam bahaya karenanya, teman-temannya mati terbunuh, Ryou tak bisa melindungi orang terdekat. “Aku bukan pahlawan, berhentilah mengandalkanku.” Dia pergi tak mau mendengar Sastry membesar-besarkan namanya.
Suara kereta bawah tanah adalah irama terbaik untuk Ryou menenangkan diri. Dia suka kesendirian di lorong gelap yang menghubungkan tiap kota Kuzech. Di sana dia memikirkan banyak hal, begitu banyak sampai dirinya terlelap. Roh Ryou kini berdua di dalam hatinya bersama Dark Ryou. Dia bertanya, kenapa Dark Ryou bisa begitu kuat.
“Karena kau lemah,” jawab Dark Ryou dari sudut hitam dalam kotak hitam di dalam inti jiwa Ryou.
“Iya aku tahu, tapi kenapa kau begitu kuat?”
“Memang kenapa?”
“Mana ku tahu!” Ryou begitu kesal, karenanya Dark Ryou tidak bisa melanjutkan investigasi. Jika saja Ryou bisa menghindari serangan dadakan serigala, mungkin Dark Ryou tidak akan terkena tusukan bambu berkali-kali. Dia merasa menyusahkan banyak orang. “Apa rahasianya agar bisa kuat?”
Dark Ryou menjawab. Seperti sebuah magnet, ada positif dan negatif. Orang dengan pikiran positif akan selalu belajar dari kebaikan, simpati, kerendahan hati, dan hal positif lainnya. Tetapi jiwa positif tidak akan menerima pelajaran membunuh, berkhianat, menyakiti, dan hal negatif lainnya. “Kau terperangkap bersamaku, jika ingin berkembang kau harus mengalahkanku terlebih dahulu.”
“Kenapa? Kau kan sebagian dari diriku. Aku tak mungkin mengalahkan diriku sendiri.”
“Itulah mengapa aku bilang kau lemah. Kau ingin membantu tetapi tidak ingin berusaha.”
“Tapi aku berusaha!”
“Apa? Berusaha melarikan diri?”
“f**k!” Ryou meninju ruang hampa di depannya.
“Kau bahkan tak menerima dirimu sendiri.” Dark Ryou mengungkit lagi tentang Ryou yang tidak mengakui bahwa pemilik tubuh sebenarnya adalah Dark Ryou.
“Aku tidak peduli!” Ryou pergi dari sana untuk kembali bangun dari mimpi.
“Melarikan diri lagi?” Dark Ryou membiarkan Ryou pergi.
Ryou kembali ke teater untuk mendapat jawaban dari Sastry. Dia belum puas sampai penjelasan terucap. Sastry meminta Ryou untuk bersabar dan menunggu hingga teater selesai.
Penonton sudah ramai, Sastry berpikir untuk menyewa tempat baru yang lebih besar jika penontonnya terus bertambah. Senyumnya bahagia karena usahanya membuahkan hasil. Picilla penasaran kenapa bisa teater boneka menarik begitu banyak penonton, dia bangga dengan adiknya dan berandai Sastry bisa mendirikan studio sendiri agar tidak mengalami kesalahan yang sama sepertinya.
Di kursi penonton paling depan, Asha dan Peter hadir sebagai tamu spesial. Asha senang menyaksikan cerita Sastry. Ceritanya tampak sederhana, propertinya juga tidak spesial, dan peraganya hanyalah boneka yang digerakkan dengan tali di balik layar. Tetapi ada hal ajaib yang bisa menggaet ratusan penonton, yaitu kisahnya yang begitu dalam dan kompleks penuh pesan terselubung. Dia sudah tak sabar, duduknya makin manja di bahu Peter. Namun tiba-tiba dia bangun ketika mendengar seseorang berbicara dengan bahasa asing. Peter bertanya namun Asha langsung kembali bersandar, “Tak apa, celana dalamku nyangkut, Sayang.”
Tepuk tangan meriah diberikan oleh Asha setelah pertunjukan selesai, dia merasa tontonan seperti inilah yang seharusnya ditayangkan di TV bukannya serial drama yang tidak dalam maknanya. Dia pamit sebentar pada Peter ingin ke kamar kecil untuk memperbaiki posisi pakaian dalamnya.
Asha berjalan di antara kerumunan penonton untuk mencari orang berbahasa asing itu. Dia melihat seorang pria berkulit coklat bersama pria berkulit putih putih sedang berjalan keluar sambil berbisik dengan bahasa asing. Asha langsung mengejar tetapi keduanya berpisah. Dia memutuskan untuk menarik tangan pria berkulit coklat ke samping teater. d**a besar Asha membusung tinggi, mata pria itu salah fokus. Asha menginjak kaki pria itu sambil menaruh wajahnya tepat di depan muka.
“Les lavvella zoroz lisj aara’ma fa’sool?” kata Asha. (kau berbahasa zoroz (zorozirgardean kuno) dengan fasih?)
“Pasiiba,” jawab pria itu. (ya/tentu)
Asha melirik ke kiri dan ke kana. Dia mundur dan melepaskan pria itu. “Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan orang berbudaya sepertimu.”
“Les allellel men kablahk?” (kau ingin melawanku?)
“Shhhh... jangan pamer,” Asha tak mau menggunakan bahasa Zorozirgardean kuno di tempat umum.
“Ga’el confera heh.” (wanita aneh)
“Solas!” (diam) Asha ingin pria itu berhenti menggunakan bahasa itu. “Siapa namamu?” tanyanya baik.
Pria itu menarik Asha dan mendorongnya ke tembok, “Kablahk Ga’elnar!” (beraninya kau) jari tangan kanannya menari namun tak lama dia menghentikannya karena merasakan aura yang kuat di dalam diri Asha.
“Khribchib!” (penakut) senyum sinis Asha.
Pria itu pergi berlari meninggalkan Asha sendirian.
“Yahh padahal aku ingin berkenalan dengannya.”
Tabungan Sastry sudah cukup banyak, hari ini dia mulai mencari kontrakan baru yang lebih besar. Dari atas truk dia melihat keramaian penduduk yang menentukan jumlah penonton. Dan ada beberapa ruko yang pas dekat pusat perbelanjaan namun harganya tergolong mahal. Sastry injak gas mencari hingga tengah hari tetapi tak ada tempat yang sesuai dengan seleranya. Akhirnya dia memutuskan untuk membeli boneka baru di toko suvenir pinggir kota Hulao, biasanya barang sisa festival harganya murah.
Satu jam berbelanja Sastry hanya membeli empat boneka. Dia pilih-pilih. Ketika hendak kembali ke truk, dia bertemu dengan seorang pria kulit putih yang berbicara bahasa asing semalam.
“Boneka untuk Anda,” dia memberi Sastry satu kardus sedang berisi boneka.
Sastry tersenyum kecil tak bisa menerimanya, “Maaf kamu siapa ya?”
“Saya penggemar teater Anda.”
“Hah yang benar?” kaget Sastry punya penggemar. Dia mengajak orang itu masuk ke dalam box truk untuk melihat koleksi boneka dan baju Sastry sambil memperkenalkan diri.
“Nama saya Jin.” Dia terkesima dengan koleksi boneka Sastry. Dia sentuh semua boneka karena penasaran.
“Jadi berapa harganya?” tanya Sastry setelah melihat boneka Jin.
“Tidak perlu bayar, Sastry hanya perlu mengucap terima kasih pada Jin.”
Senyum Sastry makin lebar, “Benarkah?”
“Benar.”
“Sebentar,” Sastry memberikan Jin sebuah kuitansi bertuliskan tiket masuk gratis selama seminggu ke teater, “Kebaikanmu sangat menyentuh hati, terima kasih Jin.”
“Sama-sama Sastry.”
Mood Sastry sangat bagus hari ini, dia mengundang Jin untuk datang ke teaternya langsung menyaksikan bagaimana sebuah teater disiapkan. Kebetulan malam ini teater spesial menggabungkan antara boneka dan manusia akan digelar. Ketika sampai di teater, Jin diperkenalkan dengan Picilla yang sedang melatih suara sambil menari. Sastry masih ingin menunjukkan banyak hal, dan meminta Jin untuk memperhatikan sambil menunggu Karin datang. Jin begitu serius dengan koleksi boneka Sastry, dia ingin tahu kenapa boneka-boneka itu begitu spesial.
“Dengan cerita yang pas, tiap boneka dapat mengeluarkan warna dalam dunia layaknya manusia dan takdir,” kata Sastry sambil memainkan boneka ksatria kuda.
“Anda percaya takdir?”
“Tentu, takdir adalah bagian dari kehidupan.”
Sastry mengeluarkan koleksi bonekanya hingga tempat itu berantakan. Dia begitu semangat karena karya seninya dihargai.
“Sastry bukankah seharusnya kau merapikan tempat ini?” tanya Picilla.
“Oh iya kak, maaf.” Sastry begitu terbawa.
Karin datang dua jam lebih awal. Sastry langsung memperkenalkannya dengan Jin. Ketika Jin menjabat tangan dingin Karin matanya langsung membelalak. Sastry lekas mengatakan kalau Jin tidak perlu takut, “Karin adalah gadis baik, dia tidak akan menyakitimu.”
Telepon Sastry berdering, Asha meneleponnya .
“Halo Sayang, apa kau bertemu dengan pria hitam atau putih yang mencurigakan hari ini?” tanya Asha.
“Umm tidak, memangnya kenapa?”
“Entahlah, aku hanya ingin memastikan saja.”
“Pria putih sih ada-“
“Bagaimana perawakannya!”
Sastry menjauhkan ponselnya dari telinga, “Dia putih, agak tinggi, matanya sipit, rambutnya pendek warna kuning emas, memang kenapa?”
“Apa dia berbicara dengan bahasa aneh?”
“Tidak.”
“huuft... baiklah. Nanti malam aku ke sana untuk memastikan semua baik-baik saja.”
“Memangnya kenapa, Asha?”
“Bye, muach.”
Pentas hampir dimulai, Picilla membaca kembali naskah yang menurutnya tidak sama sekali menyenangkan. Cerita buatan Sastry terlalu suram untuk sebuah teater hiburan. Dia ingin mempertanyakan namun tak mau takut Sastry merasa direndahkan. Picilla menghela nafas, dia siap. Dilain pihak, Karin masih belum berani tampil padahal penampilannya begitu cantik.
“Kau tampak seperti malaikat, Karin.” semangat terus diberikan oleh Picilla.
Karin menghadap ke cermin, wajahnya masih sama seperti dulu. Kenapa Picilla bilang seperti malaikat.
“Ayo, nanti aku bantu.”
Teater digelar, tetapi Jin malah menghilang dari bangku penonton. Asha di kursi penonton menoleh ke sana-kemari gelisah. Dia bahkan pergi sendiri tanpa ditemani Peter malam ini. Sesuatu sedang dipikirkannya. Asha masuk ke belakang panggung memastikan kalau pria putih yang dibicarakan Sastry tidak ada.
Ketika hendak kembali ke kursi, Asha dihadang oleh Tenacity yang melihat gelagat aneh Asha. “Mau ke mana eh?” Asha mendorongnya, dia kemudian lari keluar teater menyusuri distrik perbelanjaan di sekitar teater. Tenacity penasaran, dia membuntuti.
Tak sengaja Tenacity berpapasan dengan Ryou yang beranjak menuju teater. Dia meminta bantuannya untuk menyelidiki Asha yang mencurigakan. Ryou menolak, dia belum sanggup melompat. Tenacity tak suka ditolak, dia memaksa Ryou ikut dan menggendongnya. Kini keduanya berada di atas atap, menyelidiki Asha dari jauh. Ryou menyipitkan mata tak mampu melihat di mana Asha dari jarak dua puluh meter. “Kau bantu aku berpikir, soal mata biar mata robotku saja yang melihat.” Mata Tenacity mampu melihat hingga jarak tiga puluh meter berkat peningkatan dari mata sintetik.
Dark Ryou tidak tertarik, dia membiarkan Ryou memecahkan sendiri permasalahannya. Ryou meminta Tenacity untuk mendekati Asha hingga tersisa jarak sepuluh meter saja. Tenaga jet di kedua kaki mendorong Tenacity ke langit. Saat di udara, tiba-tiba burung elang hitam besar mencengkeram tangan Ryou dan membawanya pergi. Tenacity berbalik arah, dia mengejar Ryou dan elang itu ke arah hutan.