Devan sudah menjalankan mobilnya. Menembus jalanan yang basah karena hujan lebat yang melanda. Hening menyerang ketika mereka berdua di dalam mobil. Anggun yang tengah sibuk mengelap badannya yang terkena cipratan air hujan dengan tissue,dan Devan yang juga fokus menyetir. Anggun juga masih merasa malu karena akhirnya mau tak mau dia harus menerima tawaran dari Devan untuk nebeng mobil Devan. Sedangkan Devan yang memang memiliki sifat dingin tak juga membuka suara.
Anggun merasa canggung dengan keadaan ini memilih diam, pandangannya mengarah pada luar jendela. Menyaksikan lebatnya hujan yang mengguyur jalanan itu, sesekali petir juga menyambar. Sesuatu yang sangat Anggun takutkan. Tapi untung saja, saat ini dia sudah berada di dalam mobil dan perjalanan pulang. Jika saja tadi dia menolak tawaran Devan lagi, tak tahu apa yang akan terjadi padanya saat ini.
Hingga pada akhirnya di depan sana ada lampu merah, membuat Devan menghentikan laju mobilnya untuk menunggu lampu berwarna hijau. Anggun dan Devan masih sama sama enggan untuk buka suara mereka masing masing. Hingga tiba tiba ponsel milik Anggun berdering, membuat Devan menoleh kearahnya. Anggun dengan cepat merogoh ponselnya di dalam clutch dan mengangkat panggilan yang ternyata dari Amel.
"Hallo! " Ketus Anggun galak.
"Hallo my queen..... What happen?? " Balas Amel.
Anggun bisa mendengar dari sebrang sana suara musik yang keras. Sudah bisa di tebak, Amel pasti sekarang berada di club.
"What happen what happen pala lo! Tadi gue telpon lo kenapa nggak diangkat? " Semburnya nyolot seperti emak emak penagih uang kos kosan.
"Hehehe..., sorry cintah... Gue nggak denger. " Amel terkekeh tanpa dosa.
"Temen lacknut emang lo! Nggak tau gue lagi kesusahan apa? "
"What's wrong ??? " Tanya Amel.
Anggun meutar kedua bola matanya malas.
"Udahlah, percuma juga gue cerita sama lo. Sekarang gue udah nggak butuh bantuan lo. "
"Jangan gitu dong sayang, oke gue minta maaf deh. Jangan marah ya..? Ya... ya..." Rayu Amel, menebak jika Anggun sedang ngambek padanya.
"Lo pasti lagi di club kan? " Tebak Anggun.
"Ya, lo kesini gih! Gue tunggu! "
"Gu__"
Devan dengan sigap merebut ponsel milik Anggun ketika Anggun menyebut 'club'. Terlintas pikirannya jika Anggun saat ini pasti akan menyusul temannya di club.
Ckk... Devan sangat kesal jika mendengar kata 'club'. Karena disanalah asal muasal dia bertemu dengan Anggun. Serta moment yang sangat tidak suka dia ingat terjadi di club malam itu.
"Lo ngapain sih pake rebut rebut hape gue? " Protes Anggun seraya memiringkan tubuhnya menghadap Devan yang justru cuek tanpa dosa.
Devan menoleh sesaat sambil memberikan tatapan dinginnya yang seperti siap membunuh siapapun.
"Kenapa? Mau marah? " Sarkasnya membuat Anggun bungkam seketika. Anggun tak ingin ribut lagi dengan Devan, bisa bisa dia akan di turunkan di tengah jalan lagi seperti tadi.
"Tapi itu hape gue. Panggilannya juga masih tersambung. " Cicit Anggun pelan seraya menunduk dan meremas dressnya yang basah, takut takut jika Devan akan marah atas ucapannya barusan.
Devan membaca nama kontak sangat penelpon, Devan sudah bisa menebak jika itu adalah salah satu member Black Angle. Dan tanpa permisi, Devan langsung menutup panggilan dari Amel.
"Sudah aku tutup panggilannya. " Ujarnya dingin, setelah itu Devan memasukkan ponsel Anggun kedalam saku jasnya. Dia tak mau lagi melihat Anggun menerima panggilan dari siapapun, terlebih lagi dari Black Angle yang berisikan cewek cewek bar bar yang hobi nya nongkrong di club malam ( menurut Devan ).
Anggun membelalakkan matanya, bagaimana bisa Devan bersikap semaunya apalagi ini menyangkut barang pribadinya. Memangnya siapa Devan? Pacarnya? Atau mungkin calon pacarnya?
Dih... Jangan sampai deh!
"Kenapa di matiin? Kan gue belum selese ngomong? "
"Memangnya kamu mau ngomongin apa? Jangan bilang kamu mau menyusul teman kamu ke club? Iya? Jangan harap! Saya tidak sudi jika harus mengantar kamu ke club. "
"Dih, siapa juga yang mau ke club? " Cibir Anggun.
"Lo nggak liat, baju gue basah kuyup kaya gini? Mana mungkin mau ke club, belum lagi hells gue ketinggalan di dalam mobil gue. Masa iya, gue mau club nyeker? Yang ada orang kira gue pelakor yang dilabrak sama istri sah, kalo ke club dengan penampilan gue yang acak acakan gini! " Tambah Anggun lagi seraya menunjuk penampilannya yang memang acak acakan. Setelah mengutarakan protesnya, Anggun kembali memberengut seraya menghempas punggungnya pada sandaran kursi. Dia pasti akan selalu kalah jika berurusan dengan Devan. Dan Anggun sudah pasrah akan hal itu. Hanya malam ini, dia sudah tak sabar agar segera sampai rumah. Dia ingin membersihkan diri sambil berendam air hangat. Pasti terasa menyegarkan. Anggun benar benar tak ingin lagi berurusan dengan lelaki dingin, otoriter, arrogant seperti Devan.
"Huh.... " Desah Anggun kemudian.
Lampu sudah berwarna hijau, Devan kembali menjalankan kereta besinya.
"Tapi sepertinya kamu ada bakat jadi pelakor. " Ujar Devan mencibir. Oke, sepertinya akan terjadi perdebatan lagi sekarang. Anggun yang bahkan sudah merasa lelah kembali tersulut emosi.
"Oh My God..... Please deh. " Anggun memegangi kepalanya. Tak habis pikir dengan Devan yang tak henti hentinya membuat masalah dengannya.
Anggun menunjuk wajahnya sendiri.
"Anggun? Jadi pelakor? Cih, nggak banget! " Lanjutnya lagi membela diri.
"Gue masih laku ya, banyak cowok yang ngantri buat jadi pacar gue. Jadi, nggak banget kalo gue yang harus rebut laki orang! Najis! " Sarkasnya telak lalu bersidekap.
"Oh ya? " Cibir Devan meremehkan.
"Iya lah! " Jawab Anggun cepat.
"Tapi setahu ku bukannya mantanmu itu berselingkuh dengan gadis lain hingga menyebabkan kalian berpisah? "
"Jangan bahas itu, gue nggak suka! " Sentak Anggun.
"Kenapa? Jadi benar begitu? " Tebak Devan ketika melihat perubahan ekspresi Anggun ketika dia menyebut kata 'mantan'.
"Ngakunya banyak yang ngantri jadi pacarmu? Tapi kenapa bisa kamu malah diselingkuhi? Apa jangan jangan popularitas mu sebagai cewek yang jadi rebutan hanya lah omong kosong belaka?"
"Mana pernah gue ngomong kosong! Gue emang ngaku, kalo gue putus sama dia gara gara dia selingkuh. Tapi bukan berarti gue nggak laku ya! Dia nya aja tuh 'yang gatel dan sok playboy jadi cowok. Tapi meskipun gitu, gue tetep bersyukur. "
"Bersyukur atas dasar apa? "
"Ya bersyukur kalo Tuhan nunjukin watak aslinya dia sebelum gue sama dia berlanjut ke jenjang pernikahan nantinya. Setidaknya kan, gue jadi tau sifat dia lebih awal. "
"Ternyata kamu cukup pintar juga. "
"Iya donk, siapa dulu.... Anggun!! " Balas Anggun sombong. Devan hanya mangut mangut saja kali ini. Ucapan Anggun tadi memang ada benarnya.
Percakapan mereka terhenti untuk beberapa saat. Anggun terlihat sibuk memperhatikan keluar dari kaca jendela mobil. Hingga tiba tiba mata Devan tak sengaja melihat paha mulus nan putih Anggun menyembul melalui belahan dress yang Anggun gunakan.
"Uhuk... Uhuk.... " Devan terbatuk batuk karena salah tingkah sendiri.
"Lo kenapa? " Tanya Anggun seraya memperhatikan Devan.
Devan menggeleng cepat seraya tetap fokus menyetir.
"Nggak kenapa napa. " Jawab Devan.
"Tapi kok muka lo merah gitu?
" Tanya Anggun seraya merapatkan wajahnya pada Devan.
"Lo demam? " Lanjutnya lagi, kali ini dia menyentuh kening Devan, memastikan jika lelaki itu tidak sedang demam karena tadi sempat memayunginya. Jika benar begitu, kan' Anggun jadi merasa bersalah.